06 ✾ Are You Okay?

160 112 87
                                    

     LEX menyusuri koridor asrama putri dengan ekspresi bingung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     LEX menyusuri koridor asrama putri dengan ekspresi bingung. Tujuannya ingin menemui Prila, tetapi ia tidak tahu gadis itu tinggal di kamar nomor berapa. Toh, tidak mungkin Lex mengetuk pintu kamar satu per satu apalagi lancang masuk ke dalam dengan caranya menembus dinding.

Beruntung Dhea yang keluar dari kamar nomor sepuluh membuyarkan kebingungannya. Lex tahu perihal Prila yang satu kamar dengan kekasihnya Leo itu. Jadi ia menyimpulkan, sudah pasti Dhea keluar dari kamar yang mereka huni.

“Mau ke mana, Dhe?” Sembari tersenyum Lex bertanya ramah pada Dhea. Namun, tentu saja gadis itu tidak menjawab dan terus berjalan melewatinya. “Sombong amat enggak jawab.” Nada bicara dan raut wajah Lex tampak kesal sebelum ia teringat sesuatu. “Oh, iya, lupa. Dia, 'kan, enggak bisa liat dan denger suara gue.”

Lex beralih menatap papan bertuliskan angka sepuluh yang terpasang di atas pintu, kemudian mengetuk beberapa kali tanpa melontar suara. Tidak lama pintu pun terbuka. Menampilkan sang penghuni yang terkejut mendapati sosok dirinya.

“Kamu ngapain ke sini? Kita, 'kan, enggak boleh dateng ke asrama satu sama lain ....”

Prila berkacak pinggang bak seorang ibu yang sedang mengomeli putranya. Ia lantas menjewer telinga Lex dan membuat si empunya sontak meringis kesakitan serta memohon ampun.

Eh. Sakit, kah?”

“Ya kali dijewer enggak sakit.”

Ow, maaf.” Gadis itu menghentikan aksinya. “Aku kira hantu mati rasa.” Dia menyengir malu dan seketika melupakan amarahnya pada Lex.

“Aku ke sini mau ketemu kamu. Soalnya kangen.”

Untuk yang kali kedua Lex berhasil membuat Prila terbawa perasaan. Bahkan kali ini senyumnya tak tertahan dengan semburat merah di pipi. Jangan lupa jantungnya jua berdebar hebat seperti orang yang sedang bermain trampolin.

Aku juga kangen sama kamu, Lex.

Gadis itu terpaksa mengucap dalam batin karena tak kuasa mengungkap secara lisan. Lidahnya terasa kelu terlebih jika berhadapan langsung dengan yang bersangkutan. Belum lagi karena senyum manis Lex yang selalu ia tampilkan.

“Ayo ngobrol di taman. Kalau di sini takut ketauan banyak orang. Walaupun kenyataannya sepi, sih.”

“Tunggu.” Ia menunda ajakan Lex sebab merasa ada sesuatu. “Ah, iya, baru aku inget. Jangan ke taman. Soalnya di sana ada Dhea sama Leo lagi pacaran.” Prila mengetahuinya karena mendengar pembicaraan dua insan itu melalui telepon.

The Same Thing • Lex (렉스)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang