01 ✾ Lie?

325 154 132
                                    

     MENGINJAKKAN kaki di sebuah asrama, Prila mendapat sambutan aura yang berbeda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     MENGINJAKKAN kaki di sebuah asrama, Prila mendapat sambutan aura yang berbeda. Terletak di tengah bisingnya kota, tempat ini terbilang sangat mewah bila dibandingkan dengan asrama lainnya. Meski demikian, gadis itu akan tetap menolaknya sebagai rumah kedua jikalau saja takdir tidak mempertemukannya dengan dia.

“Tapi dia siapa?” tanya Prila saat melihat seorang perempuan yang sedang bekerja di resepsionis. Jelas dia bukan Lex—pemuda yang gadis itu rindukan sejak kemarin. Rasanya tidak mungkin Lex beralih profesi menjadi cleaning service.

Malas berpikir panjang, Prila menyapa perempuan itu. Pun, tak berbasa-basi dengan langsung menanyakan keberadaan Lex. Namun, jawaban yang ia dengar sangat jauh dari ekspetasi.

“Maaf, di sini enggak ada yang namanya Lex.”

Ingatannya tak mungkin salah. Lex mengatakan dia tinggal dan bekerja di asrama ini. Lantas, apa artinya pemuda itu berbohong padanya? Jikalau iya, Prila bukan hanya telah tertipu, tetapi juga menjadi korban senyum manisnya yang candu.

“Coba tolong cari dulu namanya di daftar asrama.”

Katakanlah Prila menolak untuk percaya. Namun, nama orang yang ia cari memang benar tidak ada. Gadis itu sungguh kecewa. Rasanya sia-sia dia beralasan ingin hidup mandiri pada keluarganya.

“Kamu penghuni baru?” tanya perempuan itu setelah melihat koper dan tas yang Prila bawa.

“Iya.” Dia menjawab tanpa semangat karena mood yang mendadak anjlok. Walau orang yang menjadi alasan tidak ada, Prila harus tetap tinggal di sana jika tak ingin mendengar omelan sang ibu. “Kamar nomor sepuluh udah ada yang huni?” tanyanya usai menerima kunci kamar yang akan ia tempati.

“Ada. Namanya Dhea.”

Mengangguk paham, Prila menarik koper ke arah yang semestinya. Menyusuri lorong asrama putri dan melihat satu per satu nomor yang tertera di bagian atas pintu masing-masing kamar.

“Pasti enggak sopan kalau langsung masuk,” ucap Prila setelah menemukan angka yang dicari lalu mengetuk layaknya seorang tamu. “Apa orangnya enggak ada, ya?” Ia menerka demikian saat tak ada sahutan dari dalam. Pun, gadis itu tidak punya pilihan selain menggunakan kuncinya.

Pintu pun terbuka. Menampilkan seisi kamar yang ternyata memang tidak ada penghuninya. Prila bersyukur karena teman sekamarnya menyukai kebersihan. Terbukti dari ruangan yang tampak rapi hingga nyaman saat dipandang.

“Masih enggak habis pikir, masa iya Lex bohong?” Seraya duduk di tepian kasur, Prila memikirkan perihal pemuda itu. “Padahal kalau aku liat dari pict-nya, dia bukan tipe orang yang pembohong.” Ia menepuk dahinya sedikit keras. “Siapa suruh terlalu percaya? Sekarang di-ghosting sama dia baru tau rasa kamu, La.”

Masih terpatri jelas di ingatannya kejadian beberapa hari yang lalu.

Pukul lima pagi, Prila berlari di sepanjang jalanan komplek tempat tinggalnya. Gadis itu bukan sedang berolahraga, tetapi mengejar waktu demi mendapatkan susu kedelai langganannya yang seringkali sudah habis saat lewat di depan rumah.

The Same Thing • Lex (렉스)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang