11 ✾ Limited Edition

60 12 6
                                    

     KAWANAN nyamuk yang datang menyerbu secara bertubi-tubi membuat Leo tidak bisa tenang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     KAWANAN nyamuk yang datang menyerbu secara bertubi-tubi membuat Leo tidak bisa tenang. Berulang kali ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya sembari mendumel dan mengusir serangga penghisap darah itu.

“Itu cewek ngapain aja, sih? Masa ambil hape doang lama amat. Kan aku udah bilang, mending kita tinggalin aja terus kamu sharelock tempatnya ke dia.”

“Tunggu sebentar lagi. Aku mau Prila bareng sama kita.”

Perkataan sang kekasih membuatnya tak berkutik, Leo pun menghela napas pasrah. Bukan sebab kehilangan kata-kata, tetapi karena merasa tiada guna. Dhea pasti akan membela gadis cerewet itu. Prila sungguh beruntung mendapat teman yang baik hati sepertinya.

Eh, aku curiga Prila sama Lex pacaran.” Tiba-tiba Dhea berkata demikian dan membuat Leo yang semula tampak kesal mendadak tertawa. “Kok kamu ketawa, sih?”

“Abisnya kamu ngaco. Mana mungkin Prila pacaran sama hantu, kayak enggak ada cowok lain aja.”

“Ya soalnya tadi Prila keceplosan bilang, kalau dia pacaran sama yang bukan manusia.” Tawa Leo seketika terhenti dan raut wajahnya berubah 180° menjadi serius. “Cuma, ya, pas aku tanya buat mastiin, Prila ngeles dengan bilang kalau pacarnya itu unreal. Tapi sejujurnya aku enggak percaya.”

“Berarti kalau nanti mereka nikah, anaknya jadi blasteran manusia-setan, dong?”

Ih, kamu!” Dhea memukul pelan lengan Leo dan membuat si empunya meringis walau sebenarnya tidak sakit. “Mikirnya kok udah sampe sana aja? Ya mana bisa mereka nikah, 'kan beda alam.”

Leo diam dan berpikir. Jikalau memang benar Prila dan Lex menjalin kasih, tidak mungkin mereka tak memikirkan ke jenjang yang lebih serius. Perbedaan pendapat itulah yang menuntut Dhea memberi jalan tengah. Tentu lebih baik apabila hal tersebut dibuktikan demi kejelasan yang sempurna.

•••

Tidak menyangka tempat yang dipilih adalah restoran, Prila menolak saat Leo dan Dhea mengajaknya makan malam. Tentu alasannya karena Lex yang tidak bisa ikut menikmati hidangan bersama. Namun, berkat bujukan sang kekasih, gadis itu akhirnya memesan makanan yang harganya paling murah. Bukannya tidak yakin Leo sanggup membayar, tetapi karena Prila memang menyukai kesederhanaan dalam hal apa pun.

“Sekali lagi makasih, ya, kalian udah bersedia bantu aku untuk mecahin misteri tentang kematian Lex. Ya walaupun ... ini keliatannya bakal sulit, tapi bukan berarti enggak bisa.”

Membalas ungkapan terima kasihnya, Dhea tersenyum lantas meraih satu tangan Prila. Namun, sosok yang duduk di samping gadis itu membuatnya urung berucap sepatah kata. Meski demikian, lidah yang terasa kelu tidak menghalanginya menyebut nama Lex dengan sedikit terbata. Sukses membuat Prila mengerti bahwa ia kembali menangkap si sosok tak kasat mata.

“Iya, barusan aku liat Lex. Tapi ... sekarang dia udah ilang lagi.”

Prila mengernyit heran. “Lex masih ada di sebelah aku kok, Dhe,” ucapnya dengan lirikan mata yang tertuju pada Lex sesaat. “Kenapa, sih, kamu bisa liatnya cuma sebentar doang? Enggak habis pikir aku.”

Sementara Lex yang masih diam guna berpikir kini merasa mengerti akan sesuatu. Tepatnya tentang detail kecil yang tidak orang lain sadari bahkan hanya sekadar prakiraan. Lalu tanpa memikirkannya lebih dalam, Lex memiliki keyakinan bahwa memang itulah yang menjadi sebab.

Ia pun berkata, “Aku rasa Dhea bisa ngeliat aku sewaktu dia pegang tangan kamu.”

Refleks, Prila menatap tangannya yang tergeletak di meja sebelum kemudian ia menyentuh lengan Dhea bermaksud untuk membuktikan ucapan Lex tersebut. Namun, nyatanya Dhea mengaku tidak melihat si sosok tak kasat mata.

“Atau mungkin ...” Dengan mata memicing Lex menyentuh tangan Prila saat gadis itu masih bersentuhan pula dengan Dhea. “Kalau sekarang gimana?”

Sosok Lex yang tiba-tiba muncul di pandangan mata Dhea membuatnya kembali terbelalak. Seketika ia kalang kabut menyatakan pengakuan seraya menunjuk sosok tak kasat mata itu. Jika Leo tampak cengo bak orang yang linglung, Prila tersenyum senang karena teka-teki perihal ini telah terungkap.

“Jadi kesimpulannya, semua orang bisa ngeliat kamu kalau dia nyentuh aku di saat aku juga bersentuhan sama kamu. Gitu?” ungkap Prila memastikan sambil menatap Lex.

“Berarti kalau gue mau liat Lex harus pegang tangan lo, dong?”

Dari raut wajahnya tampak sekali jika Leo tidak terima mendapati fakta tersebut. Bahkan di mata Prila dia terlihat ilfeel dan itu membuat emosinya tak terbendung. Suasana yang adem ayem pun seketika berubah menjadi panas sebab adu mulut antara Prila dan Leo yang mengundang atensi beberapa pasang mata di sekitar mereka.

“Gue emang enggak suka, tapi bukan berarti maksud gue kayak gitu, ya!”

“Tapi omongan kamu terkesan bilang kalau aku tuh cewek apa gitu!”

“Lo nya aja yang suka nethink.”

“Emang kamu sendiri pernah posthink sama aku?”

Perdebatan akan terus berlanjut jika waiter tidak datang mengantar pesanan mereka. Meski demikian, hidangan yang tersaji di meja makan tak berhasil memutus kontak mata keduanya dengan sorot tajam membara. Pun, pertengkaran muda-mudi itu kembali mengemuka apabila Dhea dan Lex tidak segera turun tangan guna melerai.

•••

Setelah dapat berkomunikasi dengan Lex, banyak hal dari pembahasan mereka yang masih menyisakan tanda tanya. Mengungkap misteri tentang kematian Lex memang benar-benar sulit. Sebab tak ada satu pun petunjuk yang bisa mereka jadikan bekal karena Lex sendiri tidak tahu apa yang terjadi padanya.

Kecuali cowok yang namanya Sing itu, aku yakin dia tau sesuatu. Prila bergumam dalam batin, diikuti rasa tidak sabar menunggu tibanya hari esok.

“Kalau menurut feeling gue ... jawaban itu ada di asrama. Tapi selama gue menetap di sana, gue enggak nemuin apa—”

“Tunggu.” Leo memotong ucapan Lex karena salah fokus pada satu kalimat. “Jadi selama ini lo masih tinggal di asrama bareng kita?” Sang lawan bicara mengangguk. “Pantesan aja di kamar gue sering ngerasa merinding,” gumamnya dengan nada yang begitu pelan bahkan hampir tak terdengar.

“Tapi Lex, 'kan, beda. Bahkan menurut aku, dia adalah hantu yang enggak punya martabat sebagai hantu.”

Berkata dengan gaya memuji setinggi langit, Prila tampak begitu membanggakan kekasihnya. Sementara Leo dan Dhea yang tidak mengerti akan makna ucapan gadis itu kompak mengerutkan dahi.

“Ya coba kalian pikir, mana ada hantu yang ganteng, manis, terus bisa aegyo dan romantis kayak Lex gini? Kalaupun ada pasti limited edition.”

Sontak, mereka termasuk Lex tidak mampu menahan gelak tawanya. Tak habis pikir, ada saja kata-kata yang Prila temukan sebagai pernyataan dan membuat suasana berubah 180°. Pantas ia disebut-sebut cocok membintangi drama komedi sebab jiwa humorisnya itu.

“Kamu juga limited edition. Makanya aku beruntung punya pacar kayak kamu.”

Terang-terangan mengungkap fakta tersebut di depan orang lain, Lex memang sengaja karena dirasa tidak perlu menyembunyikannya setelah semua yang terjadi. Namun, tentu saja hal itu mengejutkan Leo dan Dhea meski sebelumnya mereka sudah menduga.

Ingin bertanya mengenai keseriusan mereka, tetapi Leo tak sampai hati menyatakannya karena takut menyinggung perasaan Lex dan Prila. Bagaimanapun juga, ia tetaplah orang yang memiliki hati nurani dan selalu berpikir jauh ke depan bila menyangkut hal ini.

The Same Thing • Lex (렉스)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang