"Ibu minta maaf, Luna", ibu menangis, menatap ku dengan wajah sendu, lalu mengusap-usap pipi ku pelan.
"Untuk apa?", aku bertanya.
"Ibu mu ini, selalu membuat mu terbebani".
"Tidak ibu, hentikan itu, kenapa ibu selalu berkata begitu, aku yang harus nya minta maaf, aku, aku ini payah-".
"Luna, kau gadis yang sangat kuat, karena itu, ini-", ibu tidak melanjutkan.
Ibu menatap ku kosong, diam tidak bergeming, lalu kedua tangan nya yang tengah bermain-main dengan pipi ku kini turun meraba leher ku.
"Ibu, ada apa".
Ibu masih menatap ku dengan tatapan nya yang kosong, kemudian perlahan ku rasakan leher ku tercekik.
"Ib- ibu! Akh-".
"Maaf, gara-gara aku! Gara-gara aku! Ini belum berakhir Lunaa! Ini belum berakhir, hahaha, belum berakhir? Hahaha lucu nya".
Ibu menggila.
Pandangan ku gelap, aku akan mati.
"Maaf Luna".
•
"ibu?".
Mimpi.
Aku memeluk diri ku sendiri, dingin rasanya, tubuh ku mengeluarkan banyak keringat, entah mengapa ini membuat ku merinding.
Sesaat kemudian aku dibuat terkejut oleh ketukan pintu yang berbunyi tiga kali.
Aku diam sebentar, memastikan ketukan tersebut bukan berasal dari khayalan ku, saat terasa pasti suara ketukan itu tidak lagi muncul, aku menarik selimut ku untuk kembali tidur kembali.
"Luna-ca".
Aku terduduk, itu suara nenek, aku bisa merasakan nya dengan jelas, maksudku, hantu tidak mungkin memanggil ku sebaik nenek dengan tambahan "ca" di nama ku.
"Ada apa, nenek?", aku membuka pintu, benar saja, sosok nenek dengan wajah cemas menatap ku lekat.
"Kau baik-baik saja sayang? Nenek mendengar mu berteriak memanggil ibu, nenek pikir sesuatu terjadi padamu".
"Aku baik-baik saja nek, sepertinya aku mengigau, maaf sudah membangunkan nenek", ucap ku lalu menunduk.
"Tidak sayang, kau tidak perlu minta maaf, apa kau bermimpi buruk?", tanya nenek lalu tangan kanan nya meraih bahu ku.
Aku menggeleng, "aku hanya bertemu ibu".
Nenek tersenyum tipis, "nenek minta maaf, Luna-ca".
Kepala ku terangkat, wajah ku mengernyit, menatap nenek bingung, sepertinya nenek menangkap maksud wajah ku yang butuh penjelasan dari permintaan maaf nya ini.
"Andai nenek tidak pergi ke pasar, ah tidak, andai saja nenek lebih melarang ibu mu untuk pulang lebih cepat dari rumah sakit, sepertinya ibu mu masih ada disini".
"Ini bukan salah nenek, tidak akan ada yang tahu bahwa hari itu ibu meninggalkan kita untuk selama nya, karena ini takdir ibu, dan kita tidak dapat melakukan apapun", aku menggenggam tangan nenek erat kemudian melempar senyum kepadanya.
"Ibu mu selalu bilang, kau gadis yang kuat, itu benar, sangat benar, bahkan di saat aku yang berdosa ini tidak dapat menerima kepergian nya, kau mampu melepas ibu mu pergi ke surga", suara nenek semakin pelan, tanpa sadar air mata nya turun, di hapus nya cepat sebelum linangan kesedihan itu pecah menjadi menyakitkan.
Aku memeluk nenek, tanpa bersuara di tengah malam kala itu, aku ingin Tuhan memberiku kekuatan, memberiku kesempatan, entah berapa banyak omong kosong ini, aku ingin menjaga nenek, terasa menyedihkan jika aku ikut menangis, seharusnya aku lebih mengerti bahwa kematian ibu mencoba membuatku tersadar bagaimana aku gagal mengikat ibu pada tali-tali kebahagiaan.

KAMU SEDANG MEMBACA
The legend of Mereleona
FantasyMereleona, legenda kuno yang berkisah tentang seorang dewi masa depan. Legenda mengatakan bahwa masa depan berada dalam genggaman sang dewi Mereleona. Masa depan tersebut di genggam nya erat melalui mimpi alam bawah sadar. Hingga kenyataan berubah m...