"Kau baik-baik saja Luna? Sepertinya sesuatu menganggu mu", tangan nenek menyentuh dahi ku, memastikan suhu tubuh ku normal atau tidak."Aku hanya, cemas. Kurasa begitu, ku pikir sesuatu telah terjadi pada nenek saat pintu nya tidak juga terbuka", aku tertawa kecil, menyakinkan nenek kemudian menunduk.
"Luna", nenek membelai rambut ku, merapikan beberapa helai rambut yang tersampir menutupi pandangan ku, wajahnya berubah serius, sorot mata nya menatap ku lekat.
"Nenek baik-baik saja", lanjutnya.
Aku terdiam, tidak membalas nenek, kepala ku kembali menunduk setelah terangkat sebentar. Baik-baik saja yang dikatakan nenek adalah kepalsuan, bagaimana mungkin nenek membohongi dirinya sendiri dengan mudah setelah semua yang terjadi merenggut separuh hidupnya.
Nenek berdiri, menepuk-nepuk bahu ku pelan sebagai pesan semangat untuk ku, aku tersenyum tipis, menatap punggung nenek yang berlalu menuju dapur.
"Jika kau tidak bisa mengatakan apapun padanya, kau tidak perlu memaksakan diri, tempat cerita mu tidak hanya nenek, paman selalu bisa kau andalkan kapanpun", paman duduk di samping ku seraya menyodorkan susu kotak coklat kesukaan ku.
"Paman benar, aku bahkan tidak bisa mengatakan apapun, aku hanya membuat nenek cemas, tapi menceritakan masalahku pun hanya akan memperburuk suasana hati nya", tutur ku pelan.
"Ceritakan lah padaku, mungkin aku hanya akan mendengarkan dan menanggapi, namun saat kau mengutarakan nya, kau akan merasa lebih baik", paman berkata lagi.
Aku tersenyum lebar, membuang nafas panjang, "jangan katakan pada siapapun".
Paman tertawa kecil, lalu mengangguk, "tentu gadis kecil".
•
"Ayolah, kau tidak perlu merasa sangat mahal padaku, pada akhirnya kau akan merasa kehilangan saat aku pergi kan?".
Aku mendecak kasar, rasanya muak sekali dengan obrolan telfon tidak berguna yang terus meneror malam ku ini. Di sebrang sana, terdengar jelas bagaimana ocehan bodoh terus bersuara bak rentetan kereta api tanpa batas, tidak mengizinkan ku untuk mendapat bagian bicara sama sekali.
"Aku tidak mau tahu ya, besok kau harus ikut aku berangkat sekolah bersama, dan pulang pun harus begitu, kau tidak perlu mengeluarkan banyak alasan, paman mu sudah mengizinkan nya".
Aku membuang nafas, "Bright, aku mohon jangan paksa aku, jika memang sebuah keharusan sekali untuk bersama ku, aku akan mengikuti mu, baiklah. Tapi aku mohon, jangan dengan mobil mewah lagi".
"Hahah, kenapa? Tidak bisakah kau sadar sedikit bahwa derajat mu akan naik jika terus bersama ku? Aku bisa membelikan apapun yang kau mau".
"Bright, bicara apa kau ini, sudah malam, ayo kita akhiri", aku menurunkan ponsel dari telinga ku, jari kanan ku hendak menekan tombol merah untuk mengakhiri panggilan bodoh ini.
"Tunggu! Hei, ah kau ini. Leis ku, jangan marah seperti itu, aku hanya bercanda. Kau harus berpikir lebih jauh, jika kita marahan, kepada siapa lagi kau akan meminta bantuan jika bukan dari keluarga ku?".
Aku terdiam sejenak, "ya, maafkan aku selalu meminta bantuan keluargamu".
"Ah benar, kau harusnya seperti itu sayang".
"Dah, Bright".
Tut.
Tubuh ku baringkan diatas ranjang, menatap langit-langit kamar sembari memikirkan banyak hal yang terlintas di dalam benakku. Ponsel genggam ku letakkan diatas meja sebelah ranjang, membiarkan bunyi notifikasi pesan masuk yang sangat ku yakini berasal dari Bright.
![](https://img.wattpad.com/cover/344389058-288-k997426.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The legend of Mereleona
FantasíaMereleona, legenda kuno yang berkisah tentang seorang dewi masa depan. Legenda mengatakan bahwa masa depan berada dalam genggaman sang dewi Mereleona. Masa depan tersebut di genggam nya erat melalui mimpi alam bawah sadar. Hingga kenyataan berubah m...