Angka delapan puluh lima di sudut kanan kertas.
Shin Ryujin berpikir dirinya sudah tidak waras.
Ia memperhatikan lembarnya lekat-lekat, seumpama nilai yang ditulis di sana akan berubah sewaktu-waktu misal ia lengah. Itu skor ulangan matematika yang diadakan tempo hari⸻ia bahkan tidak ingat kalau ada ulangan yang dilewati dan ia perlu memanjatkan banyak doa guna keselamatan masa depannya, hanya serupa ritual yang biasa dilakukannya setiap sehabis ujian. Peristiwa yang terjadi belakangan membuatnya praktis melupa.
Normalnya, Ryujin cuma memohon nilai rata-rata. Ia tidak pernah berharap begitu banyak dengan meminta lebih⸻menyadari betapa payah dirinya dalam mengolah rumus dan angka. Kadang-kadang, ia cukup beruntung, barangkali sebab Tuhan hanya kepalang mengasihaninya. Di lain masa, ia bakalan menjumpai dirinya duduk mengerjakan remedial demi ponten yang lebih layak.
Lalu ada apa dengan perolehan angkanya kali ini? Bukankah itu amat tinggi untuk ukuran murid sepertinya? Ia bahkan cuma mafhum cara mengutuk karena tak sungguhan paham dengan konsep dasar segitiga dan segala tetek bengek yang berkaitan dengan limit fungsi.
Kelas langsung dilanda kegaduhan selesai lembar jawaban dikembalikan ke pemilik masing-masing. Ragam sumpah serapah mengudara, bercampur dengan helaan napas lega dari murid-murid pintar yang berhasil mengamankan nilai mereka. Dari kursinya, Ryujin mendengar jelas bagaimana Chaeryeong meringis, menyesali ketidaktelitiannya di hadapan Minjeong dan Yuri, semacam itu bukanlah hal baru. Dua lainnya tidak jauh berbeda, hanya lebih memilih berpasrah dan tak ambil pusing.
Si gadis Shin mencuri pandang pada si ketua kelas yang duduk beberapa baris di depan, tengah mengobrol dengan dua orang teman sekelas sembari membereskan buku-buku di mejanya. Terpujilah Lee Heeseung dan kesabarannya yang seluas samudera dalam membantu mengejar ketertinggalan materi tempo hari, semuanya jelas terjadi berkat kebaikannya. Ryujin harus menyampaikan terima kasih lagi sebagai bentuk rasa syukur nanti.
Sudut bibirnya terangkat naik tatkala perhatiannya jatuh sekali lagi pada lembar miliknya, seperti ia tidak akan pernah puas memandang. Satu hal yang terbesit di pikirannya setelah itu adalah memberitahu Beomgyu. Tak ada alasan kuat, sekadar berminat pamer⸻menunjukkan bahwa untuk sekali, iapun bisa keren di ranah yang dikuasai laki-laki itu.
"Holy shit, Ryujin! Bagaimana bisa nilaimu setinggi ini?"
Sang empunya nama terperanjat ketika kertas di tangannya tiba-tiba disambar oleh Yuri, yang entah sedari kapan justru berpindah mengerubungi mejanya bersama kedua teman yang lain. Mereka rupanya sudah selesai dengan Chaeryeong yang merengek.
Melihat itu, Minjeong mengeluarkan suara tercekik dramatis. "Ini rekor! Tidak satupun dari kita yang pernah menyentuh angka ini sepanjang ulangan matematika sejak kelas satu!" Tangannya bergerak cepat mengguncang-guncangkan pundak si gadis Shin, abai pada bagaimana kawannya itu mengaduh. "Thank God, you break the curse!"
"Apa rahasianya, kawan? Apa ada yang memberimu contekan⸻ow, sakit!"
"Sialan, aku belajar setengah mati untuk ini, tahu!"
Ryujin melotot pada Chaeryeong yang mengusap-usap lengannya usai mendapat hadiah berupa cubitan. Direbutnya kembali lembar jawabannya dari Yuri selagi gadis bermarga Jo itu sibuk terkikik menanggapi kericuhan kecil di depannya. Rautnya sengaja dibuat sewot, namun jauh di dalam hati ia bersedia berteriak kencang, menyadari kalau ia sedikitnya patut berbangga diri pada hasil yang ia dapat.
Tidak sia-sia memaksa otaknya, yang biasanya cuma mampu beroperasi dengan mode kecepatan siput dalam urusan memahami angka dan rumus, agar bekerja sama hari itu. Ditambah lagi, ia bahkan melibatkan murid top di kelas. Agak memalukan apabila tetap masuk daftar remedial setelah melakukan semua itu, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
for the gray one, until it returned to its colors
Fanfiction"if i wish to return all the lost colors of yours, will you let me?" [written in indonesian, some dialogues are in english] [ongoing, very slow update] chaetbit © 2021