08. to let him see colors other than gray

383 84 5
                                    

"Do you perhaps like my brother?"

Entah bagaimana, pertanyaan itu meluncur bebas meski Beomgyu sama sekali tak berencana menyuarakannya langsung. Ia sebelumnya memilih untuk masa bodoh, tidak repot-repot melanjutkan prasangka konyol yang hinggap sementara di benak terkait Ryujin dan Yeonjun. Namun melihat bagaimana cara Ryujin mendatangi kakaknya, memohon izin demi memperbolehkan mereka pergi keluar sebentar untuk sekadar berjalan-jalan dan menghirup udara segar, ujaran kalimatnya yang meyakinkan si sulung⸺ia tak kuasa untuk menekan penasarannya lagi.

Yeonjun tampak tegang di awal, jutaan keraguan serta cemas berjejal di dada dan ia dapat dengan mudah menjumpainya tatkala netra mereka saling bersirobok beberapa sekon. Beomgyu menebak upaya Ryujin tidak bakal membuahkan hasil jika menilik dari reaksi kakaknya. Ia sendiri sudah bersiap dikecewakan dan membuang kepingan harap yang ia genggam ke sembarang arah. Yang perempuan tidak lantas berpasrah selepas Yeonjun mengatakan tidak. Gadis itu masih terus mencoba dan memastikan bahwa si sulung tidak perlu terlalu khawatir, Beomgyu akan jadi tanggung jawabnya selama mereka di luar.

Beomgyu merasa melihat sesuatu yang berbeda dari dua orang di hadapannya itu, dua pasang mata mereka seolah-olah bicara dalam isyarat yang tak ia pahami. Kemudian mereka saling tersenyum satu sama lain, ia menemukan bagaimana kedua sudut bibir kakaknya ditarik dan ia tahu, Yeonjun belum pernah begitu sepanjang umurnya mengenal yang lebih tua. Dan Ryujin, gadis itu terlihat menyukainya, senyumnya belum luntur bahkan setelah mereka turun dari lift.

Ekspresi itu muncul lagi⸺lengkungan kurva yang masih menempel kendati mereka bahkan telah menyelesaikan konversasi.

"Everyone likes him," tanggap Ryujin usai mendengar tanya yang ditujukan padanya. Ia menggigit es krimnya sebentar dan mengunyah. "Dia sangat baik, ramah, juga sopan. Tak ada alasan untuk tidak menyukainya."

Si bungsu Choi mendengus. "Bukan suka yang seperti itu yang kumaksud."

"Lalu?"

"Kau menyukainya?"

Si gadis Shin spontan menelengkan kepala, alis-alisnya terangkat tinggi. Kegiatannya mengunyah tertunda. 

"Suka... maksudmu suka..."

"Ya?"

Satu dengusan geli dan Ryujin terkikik. Bukan satu yang mengandung jawaban, gadis itu malah seakan-akan baru saja di dilempari topik dari planet lain. Dahinya mengernyit, gelaknya terlepas detik berikutnya. 

"Tidak, tidak yang seperti itu!" Ia menyangkal di antara erupsi tawa. "Kenapa kau mengira demikian?"

"Observasi singkat," sahut Beomgyu seadanya. "Agak janggal karena kalian tiba-tiba kelihatan akrab."

"Hm, mesti kuakui, observasimu kacau sekali, Choi." Gadis itu menggelengkan kepala, menyambung aktivitas dengan es krimnya. "He's sweet but not my type⸺no offense, please," ia berhenti untuk menyipitkan mata, seumpama sedang mencoba mengingat dan merangkai apa yang hendak dikatakan berikutnya, "tipeku seperti... seorang teman sekelas⸺yah, pokoknya begitu."

Beomgyu mengangkat bahu, tak sedikit pun tersindir. Toh ia cuma tak sengaja bertanya, gagal menahan diri untuk ingin tahu. Lewat jawaban tadi, ia tahu Ryujin pasti menganggapnya konyol. Tidak ada suatu gelagat aneh dari caranya bersuara yang mampu membikin Beomgyu meragukan kebenaran. Jadi dia memutuskan untuk menyudahinya begitu saja dan lanjut menghabiskan es krimnya, tidak juga cukup tertarik mengetahui soal siapa gerangan seorang teman sekelas yang dimaksud gadis itu, mengabaikan sekelumit gelenyar aneh yang tiba-tiba timbul di ulu hati.

Senda gurau anak-anak terdengar riuh samar di belakang. Beomgyu memutar badan sedikit, mengerling pada taman bermain yang tak jauh dari tempat mereka duduk, memerhatikan sekumpulan anak menguasai semua permainan di sana. Tawa mereka saling bersahutan.

for the gray one, until it returned to its colorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang