21. the one who held on tight also needed to be held

429 59 13
                                    

Ryujin seolah-olah melupa pada cara bersikap menyenangkan seperti yang biasa ia lakukan begitu berhadapan lagi dengan Beomgyu.

Kala ia mendapat kabar bahwa laki-laki itu rupanya sudah mendekam di rumah sakit selama dua hari, tidak perlu banyak pertimbangan baginya segera bertolak ke sana. Melewatkan jam belajar tambahannya terasa mudah, seumpama ia tidak memiliki beban barang sebutirpun guna disesali. Ia dengan lihai melakukannya segampang menyelipkan rambut ke belakang telinga, mengelabui ketiga temannya dengan dalih ia bosan belajar di kelas dan berkenan melanjutkannya di tempat lain yang lebih nyaman.

Bukan Yeonjun yang memintanya datang, bukan pula ibu dua kakak-beradik itu. Hanya sebaris pesan singkat yang dikirim oleh Beomgyu sendiri, membeberkan tentang dirinya menginap di tempat yang paling tak disukainya seantero jagat raya. Secara teknis, laki-laki itu pun tak menyuruhnya bertandang, tetapi Ryujin merasa ia perlu berada di sana demi satu dan lain pasal.

Rasanya serupa déjà vu. Kendati kali ini ia tak menemukan dirinya berlari dan serusuh waktu itu, sensasi tak nyaman tetap bergelayut menyebalkan di abdomennya. Ia menanyakan soal pasien bernama Choi Beomgyu pada perawat di meja resepsionis dengan tenang, berusaha mengabaikan kecemasan yang perlahan merangkak naik ke tenggorokan.

Yeonjun duduk sendirian di luar ketika akhirnya Ryujin sampai di depan kamar yang diinstruksikan. Dari jauh, laki-laki itu tampak sedang sibuk memperhatikan layar laptopnya, namun usai merajut langkah lebih dekat, barulah ketahuan kalau ia tengah melamun. Ia terkejut dengan kehadiran si gadis Shin, tetapi ia masih sempat memamerkan senyum manis dan ekspresi gembira, melambaikan tangan kepadanya. Gadis itu bertanya-tanya apakah semua anggota keluarga Choi itu memang gemar menukar ekspresi sedih mereka dalam satu kedipan mata.

"Kak Yeonjun, kenapa duduk di luar?" Ryujin bertanya tanpa tedeng aling-aling, menyuarakan rasa penasaran yang bertengger di ujung lidahnya. Bukan apa-apa, ia cuma merasa sedikit janggal lantaran terbiasa melihat dan mendengar tentang bagaimana laki-laki yang lebih tua enggan berjauhan dengan sang adik saat bocah itu sakit. Ia mengintip ke dalam kamar rawat yang pintunya sengaja dibuka setengah. Beomgyu berbaring menyamping di bangsalnya, mempertontonkan punggungnya ke arah pintu.

Yeonjun menarik sudut-sudut bibirnya membentuk sebuah kurva tipis, mengangkat bahunya sambil lalu.

"Tidak apa-apa," sahutnya, tidak cukup menjawab pertanyaan anak perempuan berseragam sekolah di hadapan. Ada getir yang berhasil ditangkap Ryujin lewat suaranya. Laki-laki itu lantas mengarahkan dagunya pada kamar rawat yang terbuka. "Masuklah, Ryujin. Dia pasti sedang bosan dan butuh teman mengobrol. Dia bakal lebih nyaman dengan presensimu di sisinya daripada aku saat ini."

Itu cukup mengantarkannya pada kesimpulan bahwa keretakan yang terjadi di antara mereka tempo hari belum diperbaiki.

Selepas menghabiskan beberapa masa singkat membicarakan kondisi Beomgyu yang drop, gadis itu memutuskan masuk untuk mengisi kekosongan. Beomgyu tetap bergeming di posisinya walau tahu yang muncul di hadapannya adalah Ryujin. Yang bergerak hanya bola matanya, mengikuti pergerakan gadis itu yang menggeser kursi dan duduk, kemudian kembali pada langit sore di luar jendela. Ia kelihatan jauh lebih pias, kecil, dan rapuh dari yang terakhir Ryujin ingat. Tatapannya sayu seperti berkedip pun pekerjaan yang melelahkan, hati gadis itu pilu melihatnya begitu layu.

Mereka belum bertemu lagi setelah Beomgyu menjadikannya dan taman bermain malam itu sebagai saksi kehancurannya. Laki-laki itu bahkan tidak mengiriminya pesan apapun sebelum yang ia terima setengah jam lalu. Ryujin sendiri melawan keinginan agar tak mengkhawatirkan bocah itu sebanyak yang kuasa ia lakukan, membiarkan si bungsu Choi mengambil masa untuk berpikir dan memulihkan dirinya sendiri. Sayangnya, ada amat banyak hal yang mengusik ketenangan otak laki-laki itu hingga penyakitnya kembali mengambil alih tubuh.

for the gray one, until it returned to its colorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang