Misal ada cara untuk menghapus hari ini, maka seseorang harus memberi tahu Ryujin karena ia bersedia melakukan apa saja untuk membuat hari ini tidak pernah ada dalam catatan sejarah.
Tak ada yang tahu bagaimana takdir bekerja atau bagaimana pikiran seseorang menafsirkan suatu kejadian yang ditangkap oleh penglihatan. Ia menganggap pertemuannya dengan Yeonjun di dekat lingkungan apartemen mereka sore tadi murni sebuah kebetulan. Keduanya sama-sama baru pulang dan tak ada alasan baginya untuk tidak membalas sapaan ramah si sulung Choi sembari memutuskan melangkah berbarengan memasuki gedung ditemani perbincangan ringan.
Yeonjun mengungkit kunjungan tempo hari, mengucapkan terima kasih pada Ryujin dan keluarganya yang dianggapnya sangat baik serta perhatian. Ia senang mengetahui ibunya punya seseorang lain yang bersedia mendengarkan keluh kesah selain dirinya. Ibunya tidak pernah benar-benar banyak berbagi cerita pada sang ayah sebab beliau sangat sibuk.
Ryujin tidak berpikir itu sebagai sesuatu yang besar. Lagi pula, ia sendiri tidak merasa telah berbuat banyak. Kontribusinya terbilang pasif. Hanya menuruti apa yang diminta ibu dengan setengah terpaksa demi menghindari omelan tentang betapa setiap individu harus tetap menjalin hubungan yang baik, atau sesuatu perkara makhluk sosial beserta tetek bengeknya. Ia cuma malas ribut, pula tidak mengantongi pilihan lain.
Obrolan tersebut tidak lantas selesai begitu saja. Ryujin tidak memiliki ide apapun tatkala Yeonjun mulai menyinggung nama sang adik. Dikiranya, laki-laki yang lebih tua hanya hendak sekadar berceloteh untuk membunuh masa. Ryujin kehabisan topik, jadi ia membiarkan si sulung Choi tersebut mengambil alih. Langkah-langkah mereka baru sampai di taman bermain yang ramai, melewati sekumpulan anak kecil yang bergantian main seluncuran dan jungkat-jungkit. Akan tetapi konversasi itu kemudian bergeser pada momen di mana ia dan Beomgyu bertukar kata di dapur, suatu ingatan yang sudah tertimbun jauh tanpa sengaja. Ia bahkan melupakan kalimat-kalimat yang keluar dari kedua belah bibir Beomgyu begitu mereka pamit undur diri. Tak ada sedikitpun keinginan membiarkan memori itu tinggal lebih lama.
Baginya, cukuplah hari itu jadi kali pertama dan terakhirnya bertemu Beomgyu selepas bertahun-tahun. Toh laki-laki itu juga tidak menyukai kehadirannya, buat apa segala repot-repot peduli?
"Ketika kalian bicara di dapur hari itu, aku melihatnya tertawa⸺mungkin hanya tawa pelan, tetapi kupikir aku hampir mendengarnya." Sebaris kalimat Yeonjun yang mengisi rungu secara otomatis membikin Ryujin menoleh. Yang lebih tua menyunggingkan seulas senyum simpul yang menyimpan banyak makna, atensinya berada pada jalan di bawah kaki mereka. "Dia kelihatan senang."
Kata-katanya memantul di kepala, mengisi setiap celah yang ada. Mengundang potongan-potongan ingatan yang tertimbun itu untuk naik, sesuatu yang telah salah diartikan oleh Yeonjun. Beomgyu, pada faktanya, tidak tertawa pasal ia senang atau merasakan emosi sejenis. Ia melakukannya semata-mata untuk membuat Ryujin lengah, mengira bahwasanya laki-laki itu tidak seburuk yang dibayangkan⸺atau sedikitnya, sudah berubah menjadi seseorang yang berbeda dari masa lalu. Lantas ketika gadis itu hampir memakan umpan, lekas ia kembali pada sosok sesungguhnya, yang berekspresi dingin dan masam.
Ryujin berniat menyangkal, sukarela memperpanjang waktu guna menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Ia dan Beomgyu tidak terlibat percakapan menyenangkan, sama sekali tidak. Laki-laki itu terang-terangan menunjukkan bila ia sama sekali tak mengharapkan eksistensinya di hari itu. Ryujin tak mengerti bagaimana bisa niat baik mereka justru bersambut kata-kata kasar dari yang bersangkutan.
Kendati ia sadar kalau ia sendiri juga tidak bertutur halus, namun rasanya yang diucapkan Beomgyu sudah cukup keterlaluan.
Beomgyu dan dirinya sama sekali tidak akrab dan tidak akan pernah berencana untuk dekat. Ryujin sudah yakin akan mengabaikan saran konyol Hyunjin tempo hari⸺menjadi teman bagi Beomgyu tak akan pernah masuk ke dalam daftar agenda hidupnya sampai kapanpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
for the gray one, until it returned to its colors
Fanfiction"if i wish to return all the lost colors of yours, will you let me?" [written in indonesian, some dialogues are in english] [ongoing, very slow update] chaetbit © 2021