16. two intertwined hands

454 69 25
                                    

"You can't be serious!"

Beomgyu menutup pintu di belakangnya dengan ekstra hati-hati. Bibirnya dibentuk jadi satu garis tipis. Ini bukan kali pertamanya menyelinap keluar di tengah malam, namun tetap saja ia masih perlu memastikan kalau ia tidak membuat keributan sekecil apapun⸺terutama yang mampu mengusik tamasya ibu dan kakaknya di alam mimpi.

"What?" Beomgyu melotot pada Ryujin yang bersandar pada dinding dengan lengan terlipat di depan dada, memandanginya dengan tatapan penuh menilai dan tak percaya.

"Where the heck is your tank?" Gadis itu berdecak, mengibaskan pertanyaan yang terlontar sebelumnya bak angin lalu. Matanya memindai yang laki-laki dari ujung kepala hingga kaki. Ia menyeringai ngeri, seakan-akan Beomgyu adalah makhluk dari planet lain dan ia kebetulan menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri. "Cepat, kembali masuk dan bawa⸺"

"Memangnya kenapa?"

"Karena... karena itu penting demi keselamatanmu!" Ia menjelaskan, menggigiti bibirnya sejenak sebelum bicara lagi. "Demi kenyamananku juga! Demi kita berdua!"

Beomgyu mengulum senyumannya pada penggunaan kata 'kita'.

"Bukankah pernah kubilang bahwa aku masih tetap baik-baik saja tanpa alat itu?"

"Oke, tetapi ingat terakhir kali kita keluyuran di atap dan tangga sialan⸺"

"I'll be fine, Ryujin. Aku berjanji kejadian waktu itu tak akan terulang."

Ryujin jelas hendak berargumen lagi, tetapi tidak ada satupun suara keluar dari mulutnya yang terbuka. Laki-laki itu terkikik pelan, melewatkan ekspresi kesal dari yang perempuan.

Ia jelas tak suka dikasihani atau membuat orang-orang terdekat tidak kuasa untuk melayangkan sedikitnya satu tatapan khawatir padanya karena hal sekecil debu. Ia selalu jadi yang paling lemah di antara semua orang dan akan selalu begitu.

Namun menemukan bagaimana Shin Ryujin secara tak langsung melakukannya, yang entah disadari gadis itu atau tidak sama sekali, ia malah merasa lucu. Ryujin mungkin mengatakannya bersama kernyitan di dahi, tetapi Beomgyu hafal maksud kalimat itu lebih dari siapapun.

Atensinya kemudian berpindah pada sesuatu yang berada di bawah sepatu yang perempuan. Alisnya terangkat. "Untuk apa kau bawa skateboardmu?"

"Oh," si gadis Shin mengikuti ke mana fokus laki-laki itu mengarah, seolah-olah ia juga baru saja menyadari benda itu ada bersamanya sedari awal. Ia mengubah posisi bersandarnya untuk membungkuk dan mengambil skateboard itu, ganti mengapitnya. "Kau tahu taman skate yang terdekat dari sini, kan? Kita akan ke sana. Jika malam itu kau yang memutuskan tempat, maka kali ini giliranku," katanya, mulai menggerakkan tungkai dan memimpin jalan.

Beomgyu mendengus sembari mencibir, kendati kakinya menuruti langkah gadis itu dari belakang. "Tidak ada orang yang bermain skateboard di jam setengah dua pagi."

"Itu dia poin utamanya. Aku mau kita menguasai taman itu tanpa adanya keramaian." Ryujin membalikkan badan untuk melihat laki-laki di belakang, matanya bertemu langsung dengan milik Beomgyu. Ia menatapnya lamat sebelum menyipit, menghela napas pendek. "Aku bersumpah bila sesuatu terjadi, maka aku tidak punya pilihan selain menghubungi ibumu dan ucapkan selamat tinggal untuk semua agenda bermain kita."

Yang laki-laki cuma berlagak tuli terhadap kalimat yang perempuan. Ia menaikkan bahu, menganggap omongan barusan bak angin lalu. Barangkali ia akan menemukan dirinya kelelahan sepulang dari kegiatan ini, namun ia ingin memercayai tubuhnya walau sekali. Ia akan baik-baik saja. Jadi tanpa melempar argumen lain, ia bergabung masuk ke dalam lift, menyembunyikan senyum di bibir.

for the gray one, until it returned to its colorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang