Pagi itu delfi ke kampus bersama Zahra dan untuk pertama kalinya aku bertemu dengan Zahra setelah 3 tahun tidak bertemu. Dua hari yang lalu Zahra baru saja pulang ke Indonesia setelah berhasil menyelesaikan strata 1 nya di universitas alighar india.
" prilyyyyyyyyyy " Zahra memelukku, sungguh Zahra terlihat sangat cantik dengan di balut hijab syar'i nya , dari cara dia bertutur kata mencerminkan bahwa dia adalah orang yang pintar. Matanya yang teduh yang meyiratkan kesederhanaan tapi mampu menyihir bukan Cuma kaum adam tetapi juga kaum hawa.
" kamu apa kabarnya prill ? makin cantik aja " Zahra mencubit pipiku gemas
" aku baik, kamu juga gimana kabarnya ? ah bisa aja deh. Kamu tuh yang makin cantik sampe delfi aja gak bisa berpaling dari kamu "
Ya tuhan... kenapa aku ini, kenapa hatiku terasa perih setiap kali melihat mereka berdua
" Alhamdulillah aku juga baik prill "
" duh maaf ya ra, sebenarnya aku pengen banget cerita banyak sama kamu tapi aku buru buru soalnya lagi ada urusan "
Aku berjalan menjauhi mereka berdua. Kenapa aku harus menghindar seperti ini, kenapa hatiku tidak pernah sanggup melihat mereka berdua. Tuhan andai saja perasaan ini tak pernah hadir mungkin tidak akan semenyakitkan ini.
BRUUKKKKK
Setumpuk buku yang ada di tanganku jatuh berserakan di atas lantai, tubuhku hampir saja terpental ke belakang kalo saja aku tidak berpegangan pada salah satu tiang. Ali menabrak tubuhku dan berlalu begitu saja tanpa memperdulikanku.
" inikah dirimu yang sebenarnya , inikah ali sahabat kecilku yang slalu menjagaku " perkataanku berhasil menghentikan langkah ali
" kita sahabatan bukan hanya setahun dua tahun li, tapi sejak kita masih kecil. Tapi sekarang kamu bukan orang yang aku kenal, li.. berulang kali aku meminta maaf karena tidak bisa membalas cintamu " sekuat tenaga aku menahan tangisku agar tidak terisak.
" aku masih ingat ketika aku sering menangis waktu kecil, kamu slalu menenangkanku dan kamu slalu bilang akan menghajar setiap orang yang menyakiti dan membuatku menangis "
Aku terdiam sejenak menarik nafasku yang terasa begitu sesak.
" sekarang bagaimana kalo kenyataannya kamu sendiri yang menyakitiku ? "
Ali masih saja terdiam, tidak menjawab pertanyaanku sesekali dia mengusap wajahnya dengan kasar
" tanpa kamu sadari, sikap kamu yang seperti ini jauh lebih menyakitkan. Bukan cuma kehilangan sahabat tapi sekaligus kehilangan sosok seorang pelindung, kehilangan bahu tempatku menyandarkan kepala dan menangis di bahumu "
Oke kali ini aku terisak, dan tanpa di duga. Ali menarikku ke dalam pelukannya
" maaf prill, gw janji gak akan kaya gitu lagi "

KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat hidup
Spiritualkamu harus tegas memilih perasaan yang harusnya di tinggalkan atau di perjuangkan karena pada akhirnya yang kita cari itu bukan tentang kesempurnaan melainkan tentang kenyamanan