9. Bintang Di Kwangya

44 11 2
                                    

Haechan berbaring dikamar sambil menangis.

"Haechan". Panggil Pangeran Jeno dari depan pintu kamar Haechan yang tertutup.

Haechan menghapus air mata dan berpura-pura tidur.

"Kalau kau belum tidur. Aku meninggalkan obat untukmu". kata Pangeran Jeno.

"Jangan lupa mengoleskannya" Pesan Pangeran Jeno.

Haechan bangun dari tidurnya dan menatap kearah pintu dan melihat bayangan Pangeran Jeno disana.

"Dan Juga... kuharap kau bisa melupakan apa yang terjadi hari ini." Kata Pangeran Jeno khawatir, lalu berjalan pergi meninggalkan kamar.

Mata Haechan berkaca-kaca mendengarnya lalu bergegas turun dari tempat tidur dan berlari keluar dari kamarnya.

Haechan mencari Pangeran Jeno diluar kamarnya tapi sudah tidak ada, saat ia berbalik ia melihat sosok Pangeran Jeno berdiri menghadapnya. Pangeran Jeno menatap Haechan yang keluar kamar setelah ia pergi lalu mendekat memberikan obatnya.

"Maafkan aku. Aku malu menemuimu jadi Aku pura-pura tidur." Kata Haechan tertunduk.

"Aku tahu.... Kau masih merasa sakit, bukan?" kata Pangeran Jeno.

"Ini bukan karena aku dicambuk. Aku lebih merasa sakit karena aku diperlakukan seperti itu. Tempat ini....... apa selalu seperti ini? Apa ini tempat dimana kalian tidak menghargai seseorang kecuali kalian anak seseorang yang berpengaruh? Disini orang bisa diikat seperti binatang lalu memukul mereka. Kwangya.......apa seperti ini?" ucap Haechan sambil menangis.

Pangeran Jeno memegang pundak Haechan yang menangis berusaha menenangkannya.

"Maafkan aku karena tidak bisa menghentikannya.... Namun, aku berjanji padamu. Mulai sekarang, tidak seorangpun bisa memperlakukanmu seperti itu lagi. Percayalah padaku." Kata Pangeran Jeno, mencoba meyakinkan Haechan.

'Aku seperti ini lagi.... Pikirkanlah istrinya. Jika kau membiarkan dia mendekatimu, maka kau menyakiti perasaan istrinya' kata Haechan dalam hati. Lalu Haechan buru-buru melepaskan tangan Pangeran Jeno dan kembali ke kamarnya.

Pangeran Jeno terdiam melihat Haechan yang menghindarinya.

♡♡♡

Paginya... Haechan sedang mondar mandir di tepi sungai sambil menunduk, saat membalikkan badannya ia bertabrakan dengan Pangeran Minhyung yang berdiri didepannya.

Setelah Haechan melihat Pangeran Minhyung yang di tabraknya, ia langsung berpura-pura kesakitan untuk menghindari Pangeran Minhyung.

"Kau yang sudah menabrakku". kata Pangeran Minhyung. Haechan pun menegakan kepala dengan kesal menatap Pangeran Minhyung di hadapannya.

"Kau bilang 'Dia milikku'? Kenapa kau mengatakan itu? Membuat orang menjadi salah paham" kata Haechan marah.

"Apa kau tidak tahu caranya berterima kasih? Aku sudah menyelamatkanmu. Sebelum kau mempermasalahkannya, kau harus berterima kasih karena sudah aku selamatkan." Ucap Pangeran Minhyung.

"Kau selalu bersikap kau ingin membunuhku. Aku jadi penasaran angin mana yang membuatmu berubah.... Terima kasih." Kata Haechan. Pangeran Minhyung hanya tersenyum miring.

"Kenapa kau bisa memiliki hiasan rambut itu? Dari mana kau mendapatkannya?" tanya Pangeran Minhyung.

"Kau menjatuhkannya di tempat pemandian istana. Ini karena aku diam dan tidak bicara jika aku sudah melihat wajahmu... Jadi, aku tidak bilang kalau aku bertemu denganmu. Aku sudah menepati janjiku." Ucap Haechan.

"Apa kau bahkan tidak takut padaku? Kau sering mencemoohkanku", tanya Pangeran Minhyung yang merasa Haechan sangat berani padanya saat semua orang takut padanya.

Longue durée, 1523 (Markhyuck)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang