Seorang gadis berjilbab biru muda dengan kerudung biru dongker sedang terduduk lesu di halte bus. Bersamaan dengan itu, hujan deras menyapa alam dan membanjiri wajah gadis tersebut.
Ayana terisak meratapi hidupnya, begitu berat untuk tetap istiqomah dalam kebaikan, sangat pedih untuk tetap kuat di tengah bentakan dan pukulan Aba. Menangis adalah satu-satunya cara untuk mengeluarkan segala kesakitan.
“Aku cape…cape banget! Kenapa rasanya sesakit ini? Kenapa aku lemah banget? Iya aku tahu di luar sana memang banyak yang lebih susah hidupnya daripada aku, tapi mengapa aku tetap selemah ini?” karena tak ada siapapun, Ayana berteriak, menemani suara petir yang menggelegar sesekali.
“Aku udah gak kuat, Ya Allah… bahkan orang yang harusnya sangat aku sayangi, yang harusnya menyayangi aku, adalah orang yang paling membuatku sakit. Apa gunanya aku bisa membeli semua yang aku inginkan jika hal sederhana seperti mendapat kecupan hangat dari Aba saja tidak pernah aku rasakan? Lebih baik aku jadi anak miskin tapi sangat disayang oleh ayahnya…iri sekali melihat mereka bisa berpelukan, bercerita dengan ceria bersama ayah mereka…” Ayana terus mengomel, menyalahkan nasib hidupnya.
“Sederhana, tapi aku gak pernah merasakannya.”
Isak tangis Ayana semakin tergugu, sakit sekali. Beberapa menit kemudian, datang seorang gadis sebaya, duduk lalu memeluknya pelan.
Ayana terkaget, menengok ke kanan, tempat di mana gadis berjilbab putih dengan kerudung senada itu duduk. Dia tersenyum manis, sangat menenangkan.
“Ra…Raina…?” melihat wajah gadis itu, Ayana teringat dengan Raina yang telah tiada, sangat mirip.
“Ayo teriak lagi, Aisha, aku mendengarkan,” ucap gadis itu sembari mengusap-usap pundak Ayana.
“Kamu sangat mirip dengan Raina…sahabatku, sahabatku yang dulu gak pernah cape ngingetin aku kalo aku berbuat salah. Raina selalu hibur aku ketika aku sedih, bahkan dia selalu berusaha buat aku tetap tersenyum. Raina yang paling peduli sama aku kalau aku sakit, selalu bawain aku makan sampai disuapin. Kalau aku ada bingung soal pelajaran, dia selalu mau nerangin ke aku, ngejelasin sampe aku paham. Raina itu sahabat yang suka nemenin aku begadang buat tahfizh dan belajar pas dulu di asrama, kita sama-sama berjuang bareng buat dapetin nilai terbaik. Raina yang selalu peluk aku…kalau tahu aku habis dibentak lewat telefon sama Aba…hiks-hiks.”
Ayana menceritakan kenangan-kenangan indahnya bersama Raina. Masih banyak, ia terhenti karena mengingat bahwa kini Raina sudah tidak ada. Berarti, tak ada lagi yang akan menenangkan dirinya setelah dimarah-marah oleh Aba. Sangat sakit menghadapi fakta itu.
“Nggak apa apa, Aisha, kamu masih punya Allah…” gadis itu menenangkan Ayana.
“Aku nggak tahu harus gimana lagi, justru sekarang aku malah jauh dari Allah. Aku ngerasa udah gak sedeket dulu lagi sama Allah… apalagi sekarang aku sekolah di SMA Negeri, lingkungannya gak sehat banget. Dan kamu tahu? Aku bertemu sahabat lamaku, sahabat saat aku masih SD, dia laki-laki. Aku gak bisa bohong kalau aku kangen banget sama dia, Arkhasya. Arka yang pernah jadi kebahagiaan aku, sekarang kita ketemu lagi tapi gak akan mungkin bisa kayak dulu. Iya… aku tahu, kita gak mahram, gak boleh berinteraksi kecuali ada kepentingan. Tapi susah…aku selalu gagal jaga imanku, jaga iffah dan izzah ku saat ketemu dia.”
Ayana teringat kejadian boncengannya dengan Arka sore itu.
Gadis berjilbab putih itu memeluk Ayana lalu mengelus-elus pundaknya, “Aku Raina…” bisiknya.
Ayana melepas pelukan, “RAINA? Kamu masih hidup?”
“Aku nggak tahu gimana rasanya jadi kamu, Aisha. Tapi, aku tahu kalau kamu pasti bisa melewati semua rintangan-rintangan itu. Aku tahu, Allah ituuu pasti baik sekali sama kamu, Allah ingin mengangkat derajat kamu, Aisha. Allah ingin kamu berada di Surga tertinggi bersama para Nabi, syuhada dan orang-orang shalih lainnya. Makanya Allah kasih semua itu buat kamu, Allah pengen tahu, seberapa kamu bisa tetap deket sama Allah di tengah lingkungan orang-orang yang jauh dari Allah. Seberapa kuat kamu jadi orang terasing…”
Gadis yang mengaku bernama Raina itu justru memberi nasehat, tak menjawab pertanyaan Ayana.
“Aku gak kuat….Raina….aku gak sekuat kamu…maafin aku yang dulu ikut-ikutan julidin kamu. Aku mau ikut kamu aja, Rain…aku mau mati aja sepertimu,” Ayana putus asa.
“Astaghfirullah…” Raina kembali memeluk Ayana, kali ini lebih erat.
“Aku cape, Rain. Aku udah gak bisa bahagia sama hidup ini, bahkan orang-orang terdekat aku menganggap aku itu beban. Lebih baik aku mati-kan? Dengan aku mati, pasti hilang beban mereka,” keluh Ayana.
Raina hanya diam sambil tetap memeluk dan mengelus-elus pundak Ayana, membiarkan Ayana meluapkan segala emosi.
“Buat apa aku hidup kalau aku jadi beban buat mereka? Aku gak kuat terus-terusan berusaha memenuhi harapan-harapan mereka. Sakit banget rasanya diomelin, dibentak, ditampar sama Aba… gak enak punya adek yang gak tahu diri, males-malesan belajar dan ujung-ujungnya aku yang dimarahi. Uma juga keliatan gak peduli sama aku, Rain… siapa yang sayang aku di dunia ini? Arka? Dia bukan mahram aku… Zidan? Dia juga sama. Aku gak mau nantinya malah pacaran, melanggar hukum Allah. Jangan sampai aku begitu…makanya daripada semakin banyak dosa yang aku dapat, lebih baik aku ikut kamu, Rain. Di alam sana aku bisa ketemu kamu terus tanpa harus terbebani dengan segala hiruk pikuk dunia ini.”
Ayana semakin melemah, ia sudah muak. Keinginannya terhadap kematian semakin besar.
“Aku mau mati aja, Raina…”
“Aisha…memangnya kamu tahu bagaimana kehidupan setelah kematian? Kamu pengen bahagia-kan, Sha? Tapi…apa kamu bisa menjamin, kamu pasti bahagia setelah mati?” Raina melepas pelukan, kedua tangannya menggenggam erat bahu Ayana.
Ayana menunduk, “Aku gak peduli, aku cuma mau mati, Raina…”
“Teteh? Teteh ngomong apa?”
“Teteh udah sadar? Alhamdulillah…”
Raina perlahan menghilang dari pandangan Ayana, berganti dengan dua perempuan yang menatapnya dengan wajah cemas. Awalnya, tak jelas terlihat, lama kelamaan ia menyadari bahwa pertemuannya dengan Raina hanyalah mimpi belaka.
🌷🌷🌷
𝙻𝚊𝚖𝚙𝚞𝚗𝚐, 𝟸𝟻 𝙹𝚞𝚗𝚒 𝟸𝟶𝟸𝟹🖍️Buat kamu yang lagi ngerasain hal sama kayak Ayana juga, putus asa dan gak seneng sama diri sendiri, semangat yaaa💕 Hidup emang banyak ujiannya, tapi kita harus tetep YAKIN bakal bisa melalui semua itu. Ngga papa sesekali nangis, jangan dipendem, atau kalau mau curhat, aku terbuka buat kalian, cmiww. Langsung aja ke instagramku >> @wp.cromedream
༆𓂂𓂃Peluk jauh dari aku🌷༄
//𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐋𝐢𝐭𝐞𝐫𝐚𝐬𝐢👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgive Me: I'm Just in Love
Teen FictionAyana Rumaisha Anindya, gadis yang baru saja lulus SMP dari pondok pesantren itu harus melanjutkan sekolahnya di SMA Negeri. Tentu tidak mudah untuk beradaptasi, mulai dari pelajaran hingga pergaulan yang berbeda jauh dengan lingkungan asrama. Tak...