Halooo ini cerita Inay yang baru mungkin akan berbeda dengan cerita Inay yang lain. Tapi genrenya masih sama ko.
Jangan lupa vote dan komen ya.
Typo tandai ya supaya bisa langsung diperbaiki.Vallen bangun dengan terengah-engah. Ia menatap kesekeliling. Ia merasa tidak asing, ini seperti kamar lamanya. Tapi ini bukan hotel yang ia sewa terakhir kali.
Ia bangun dengan rasa pusing yang sangat hebat dan kepalanya berdenyut, wajahnya berubah menjadi pucat. Kenapa ia disini?
Vallen masih berusaha mengingat yang terjadi sebelumnya. Saat ini tiba-tiba terdengar suara gedoran dari pintu kamar.
Brak brak brak.
"Vallen, buka pintunya! Jangan pura-pura tidak mendengar. Buka pintunya sialan!"
Vallen berjalan dengan sedikit terhuyung, setelah sampai di dekat pintu, ia membuka pintu dan mendapati pria paru baya berdiri di depan pintunya. Seketika Vallen membeku.
"Kali ini, aku sudah tidak bisa mentolerirmu. Kamu harus pergi dari rumah ini sekarang."
"Ayah?"
"Siapa yang kamu panggil ayah? Aku bukan lagi ayahmu. Aku tidak mempunyai anak sepertimu."
Vallen tiba-tiba tertawa dan menutup wajahnya dengan satu tangannya.
Ini Ayahnya, ah lebih tepatnya mantan ayahnya Gerald Johnson. Apa ia kembali ke masa lalu?
Terakhir yang Vallen ingat adalah tubuhnya tertabrak mobil dan membentur aspal dengan keras. Bahkan rasa sakitnya masih bisa Vallen rasakan. Di saat terakhir ia menutup mata, ia bisa mendengar jika ia hanyalah karakter pendukung jahat. Dan Ryan adalah protagonisnya sekaligus Tuan Muda asli. Sedangkan ia hanyalah Tuan Muda palsu.
Jadi setelah Vallen sadar jika ia kembali ke masa lalu, ia memutuskan untuk tidak lagi berharap dengan keluarga ini yang sudah hidup bersamanya selama hampir 17 tahun. Setelah kedatangan si Tuan Muda asli. Keluarga Johnson langsung melupakannya dan selalu mengatakan jika ia selalu membuat masalah dengan Ryan yang notabene adalah anak kandung dari Gerald.
Sebelumnya, ia menolak untuk kembali ke orang tua kandungnya. Ia selalu menargetkan Tuan Muda yang katanya "baik" itu.
"Jangan pikir trik ini akan membuatku luluh. Keputusanku sudah bulat, kamu harus pergi dari sini hari ini juga sebelum Ryan kembali."
"Oke," jawab Vallen dengan ringan.
"Bagus kalau begitu. Tunggu, kamu tadi bilang, oke?"
"Iya oke. Karena anda menginginkan saya untuk pergi saya akan pergi hari ini."
"Trik apa lagi ini?"
"Tidak, saya bersungguh-sungguh. Saya akan pergi sekarang."
Gerald menatap tidak percaya ke arah Vallen. Bukankah beberapa saat yang lalu, anak ini masih bersikeras dan membuat ulah dan mengatakan tidak akan pergi. Ia sangat marah saat mendengar anaknya Ryan terluka saat bertengkar dengan Vallen. Jadi ia memarahi Vallen, dan anak ini mengurung diri di kamar. Tapi apa yang ia dengar sekarang. Vallen dengan santai mengatakan akan pergi. Akankah ia mempercayainya? Tentu saja tidak. Jadi Gerald berpikir jika ini trik baru Vallen.
"Saya akan pergi sekarang." Vallen menutup pintu kamarnya dan berjalan menuju tangga.
"Kamu tidak membawa barang-barang mu?"
Vallen berbalik menghadap ke arah Gerald. "Barang apa? Ini bukan rumah saya jadi tentu saja itu bukan barang-barang saya." Vallen terkekeh, tapi jika diamati ada kesedihan di nada bicaranya.
Gerald bisa melihat wajah Vallen yang sedikit pucat dan matanya juga terlihat sayu.
"Kalau begitu terima cek ini. Anggap saja sebagai kompensasi."
"Tidak perlu, saya tidak membutuhkannya. Urus saja Ryan anak anda yang 'baik' itu." Vallen menekan kata baik.
Vallen melanjutkan langkahnya menuruni tangga. Gerald mengikutinya dari belakang, ia masih tidak percaya jika Vallen akan menyetujui untuk pergi dari rumah.
Setelah sampai di lantai bawah, ia melihat dua orang pria yang baru saja membuka pintu. Yang satu adalah anak laki-laki yang seumuran dengannya dan yang satunya mantan kakak keduanya. Vallen mengabaikan keduanya, lalu berbalik ke arah Gerald yang berdiri tidak jauh di belakangnya.
"Terimakasih kasih telah merawat saya selama ini. Jaga kesehatan anda."
Setelahnya Vallen pergi menuju pintu yang masih terbuka. Melewati begitu saja kedua orang yang masih diam berdiri di dekat pintu. Setelah pintu tertutup barulah keduanya tersadar.
"Ayah ada apa dengannya?" Tanya Liam Johnson anak kedua Gerald.
"Ia bilang menyetujui untuk keluar dari rumah. Tapi ia tidak membawa barang apapun yang ada di kamarnya bahkan menolak cek yang Ayah berikan. Apakah kamu percaya?" Tanya Gerald.
"Tida mungkin, ini pasti trik barunya. Palingan sebentar lagi ia akan merengek ingin kembali kesini."
"Ayah juga tidak mempercayainya."
"Biarkan saja, sekarang Ryan akan tinggal disini. Jadi, ayo kita adakan pesta kecil-kecilan."
"Oke," jawab Gerald.
Tapi Gerald merasa jika Vallen sepertinya tidak main-main dengan ucapannya dan tidak akan kembali ke mansion ini. Ia merasa sedikit tidak nyaman saat memikirkan itu tapi ia mengabaikannya. Gerald membawa anaknya Ryan untuk masuk ke dalam.
"Ayah, apakah tidak apa-apa Ryan tinggal disini? "
"Tentu saja, ini rumahmu. Jadi ini memang rumahmu yang sebenarnya."
Ryan tersenyum mendengar ucapan sang ayah. Ia melihat jika mansion ini sangat besar dan luas. Sangat berbeda jauh dengan rumahnya yang dulu terlihat kecil dan sederhana.
Vallen berjalan menyusuri jalan dengan diam. Ia merogoh sakunya, ia melihat ada sebuah ponsel dan sebuah catatan di sebuah kertas kecil. Ini adalah alamat orang tua kandungnya tinggal.
Ia menyetop sebuah taksi dan memberikan alamat itu pada sang sopir.
Ia duduk dan melihat ke arah jendela, ia berpikir ini pertama kalinya ia pulang ke rumah orang tua kandungnya.
Sebelumnya ia menolak untuk kembali ke orang tua kandungnya. Ia menerima cek yang diberikan oleh mantan ayahnya lalu menyewa hotel terdekat. Ia berusaha menyakinkan keluarganya jika selama ini ia tidak sepenuhnya bersalah.
Jika dihitung waktunya, hari ini ia berdebat dengan Ryan di dekat sekolah, tapi siapa sangka tiba-tiba Ryan mendorongnya. Vallen tentu saja tidak tinggal diam dan membalas mendorong Ryan kembali. Ryan terjatuh dan sikunya terluka terkena kerikil. Pada saat itu kebetulan Gerald datang dan melihat Vallen yang mendorong Ryan. Gerald langsung tersulut amarah dan memarahi Vallen dengan kata-kata kasar. Vallen tentu saja mengatakan jika Ryan dulu yang mendorongnya. Tapi Gerald tidak mempercayainya, jadi Vallen hanya bisa diam memegang lengan atasnya yang terasa sakit saat membemtur trotoar. Kejadian itu disaksikan satpam sekolah, tapi satpam itu tetap diam tidak mau membuka mulutnya seakan menyetujui jika ia yang pertamakali membuat masalah.
Pada saat itu Ryan menangis di dalam pelukan sang ayah dan mengatakan "Ryan hanya ingin berteman dengan Vallen saja. Tapi Vallen terlihat marah dan mendorong Ryan."
Vallen menatap tidak
percaya, bukan itu yang Ryan ucapkan padanya. Ryan mengatakan padanya untuk sadar diri dan menyuruhnya untuk pergi dari mansion secepatnya. Tentu saja Vallen saat itu tidak terima dan menolak untuk pergi, siapa sangka jika Ryan yang terlihat lemah itu tiba-tiba mendorongnya. Dan kejadian selanjutnya saat Gerald datang.Vallen menghela napas. Ia memutuskan tidak mau mengganggu Ryan dan memilih menjauh. Saat ini ia hanya ingin hidup tenang. Sebelumnya ia cukup bodoh dan akhirnya berakhir tragis. Dan ia juga menolak untuk menjadi karakter jahat!
Gimana?
Beri komentar dan pendapat kalian donk?
Tertarik ?
Lanjutkah ?
Bisa masukkan ke daftar perpus dulu ya hehe 🤭Tapi mungkin akan Inay lanjut setelah cerita Inay yang satu selesai.
25 Juni 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Cannon Fodder
Teen FictionVallen terbangun dan mendapati ia kembali ke masa lalu. Ternyata ia bukanlah anak kandung dari keluarganya saat ini. Saat mengetahui itu ia menolak untuk kembali ke orang tua kandungnya. Jadi Vallen selalu membuat masalah dengan keluarganya dan meno...