31

20K 2.6K 109
                                    

Halo semuanya, sehat? Harus sehat-sehat ya.
Typo tandai ya supaya bisa langsung diperbaiki.






###

Hari ini, ada pertemuan orang tua untuk kelas dua. Dalam pertemuan ini, akan ada pembahasan untuk pilihan kejuruan kelanjutan untuk nanti saat mereka kelas tiga. Dalam hal ini, orang tua perlu mengetahui bakat dan minat anak mereka. Nanti akan dibagikan juga hasil belajar semenjak kelas satu. Dari sana, siswa akan direkomendasikan kelanjutan kejuruan supaya bisa lebih fokus sesuai dengan bakat dan minat.

Pertemuan akan diadakan pada pukul 10 pagi. Jadi, tidak ada pelajaran untuk kelas dua, sebagian dari mereka sedang ikut mempersiapkan aula pertemuan. Sedangkan untuk kelas satu dan kelas tiga, tetap pelajaran seperti biasanya. Sekolah ini sangat ketat dan disiplin. Jebolan dari sekolah ini juga banyak yang berkesempatan melanjutkan kuliah ke universitas unggulan yang berada di dalam maupun luar negeri dengan beasiswa penuh. Tapi tentu saja ada persyaratan ketat yang harus di penuhi.

Banyak siswa kelas dua yang sedang berkumpul di beberapa titik untuk menjemput para orang tua mereka tapi mereka terlihat tetap tertib dan tenang. Ada juga yang menunggu di dalam ruangan.

"Vall, om Hugo datang, kan?" tanya Deon.

"Ayah bilang akan datang. Papi juga datang, kan?"

"Harus! Awas saja kalau tidak datang, aku akan marah," ucap Deon dengan wajah cemberut.

"Oke, oke, tenang. Papi pasti datang."

Ryan datang berjalan bersama Gerald dari kejauhan. Gerald berhenti di depan Vallen. Vallen menghela napas dalam hati, padahal ia sudah berusaha bersikap pura-pura tidak melihat.

"Vallen," panggil Gerald. Biasanya ia datang sebagai perwakilan orang tua Vallen. Sekarang keadaan sudah berbalik dan tidak sama seperti sebelumnya.

"Iya," Vallen menjawab dengan singkat. Bagaimana pun, Gerald tetap orang tua. Jadi, tidak akan sopan jika mengabaikan begitu saja panggilannya. Dan lagi, Vallen masih memiliki rasa hormat pada Gerald yang pernah merawatnya hampir 17 tahun. Tapi waktu yang lama tetap tidak bisa memupuk keakraban dan ke hangatkan diantara keduanya.

"Apakah orang tuamu akan datang?"

"Ayah sudah berjanji akan datang."

Mendengar panggilan ayah untuk orang lain selain dirinya, Gerald merasa ada ketidaknyamanan di dadanya. Bagaimanapun, Vallen telah menjadi anaknya hampir 17 tahun. Tapi entah mengapa, ia selalu merasa, seperti ada tembok yang menghalanginya untuk dekat dengan Vallen. Ditambah, selama ini ia terlalu fokus pada pekerjaan. Jadi, waktu yang dihabiskan dengan Vallen tidak banyak. Gerald menghela napas dalam diam.

"Bagus, jika datang. Jika ada sesuatu, katakan saja pada Ay... Saya. Tidak perlu sungkan." Gerald dengan cepat mengganti panggilannya. Sekarang, ia bukan lagi ayah Vallen. Ia sudah tidak berhak memanggil dirinya sebagai ayah di depan Vallen. Apalagi, ia sendiri yang meminta Vallen keluar dari mansion.

Vallen diam tidak menjawab. Menurutnya, ucapan Gerald sudah sangat terlambat untuknya. Ia bisa melihat Ryan yang diam-diam menatap tajam ke arahnya. Vallen tentu saja mengabaikannya.

"Ayah, ayo kita ke aula. Orang tua yang lainnya sudah banyak yang datang."

"Iya."

Ryan menggandeng tangan ayahnya dengan riang. Sekarang, tidak ada lagi rasa iri di hati Vallen saat melihat kedekatan Ryan dengan mantan ayahnya. Ia dengan tenang melihat kepergian keduanya. Di sampingnya, Deon merasa cemas. Takut temannya akan merasa sedih melihat kedekatan Ryan dengan Gerald.

"Vall, tidak usah dipikirkan. Jangan sedih, oke?"

"Vallen tidak sedih, De."

"Benarkah?"

Another Cannon FodderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang