BGM : Pamungkas - To The Bone
WARN! Implicit contentChapter 2
Dasarnya Natta dan suami adalah makhluk ciptaan yang berkulit tropis. Meski matahari tidak lagi terhalangan kabut, namun rasanya Natta masih ingin mengurung diri dalam rumah sendirian sembari menyesap nikmatnya coklat hangat tanpa gema berlebihan yang merusak konsonan isi kepalanya yang jarang tentram.Ini yang ia pikirkan pagi tadi ketika selesai bertengkar sengit dengan Argha akibat tindakan asusila tanpa pemikiran panjang yang dilakukan suaminya.
Ingin membolos dan berpura-pura sakit, namun Argha adalah manusia dengan otak yang tidak bisa dikelabui. Pria dominan itu menyentaknya dengan mata tajam saat melihat Natta sudah mulai ogah-ogahan tiada tanda ingin mandi seusai memberi sentuhan merapikan penampilan suaminya. Kumis tipis Argha berdiri seakan turut memerintahkan Natta untuk bersiap dan lekas berangkat agar tidak lagi terlambat menghadiri khutbah pagi seorang dosen berkewarganegaraan Spanyol yang mengajarkan Filsafat Hukum. Melupakan kasih sayangnya sebagaimana layaknya seorang suami untuk Natta.
Argha terbaru tidak ada bedanya dengan pria kaku yang menikahinya tahun lalu.
Natta sebetulnya ingin mengeluh akan hari-harinya yang tidak pernah ceria akibat musim yang belum mampu ramah di kulit Asia Tenggaranya. Meskipun sudah berbulan-bulan rasanya ia berjalan beradaptasi namun tetap saja masih belum biasa. Tidak seperti Argha yang berdiri dengan tenaga perkasa melampaui ganasnya suhu es yang memperkosa kulit pucatnya.
Ah, rasanya tidak heran akan kebisaan pria dominan itu. Hidupnya lebih lama di Eropa dan negara-negara subtropis lainnya sehingga mudah saja untuk Argha tetap bertandang ke luar pagar rumah dengan raut biasa tanpa gulungan kain berbulu yang terkadang merepotkan laju napas manusia.
Memang yang terlihat di televisi kebanyakan hanya ilusi. Pernah terbayang dalam benak lugu Natta bahwa orang-orang di negara yang memiliki musim dingin setiap tahun hidupnya akan bahagia karena bisa menyaksikan indahnya visual sunset pukul sembilan malam dikombinasikan putih warna salju yang mampu memanjakan pandangan.
Natta berpikir ia akan bersyukur akan karunia Tuhan karena akhirnya bisa mengusap bunga es kali pertama di telapak tangan. Nyatanya sudah mau mati rasanya saat menghadapi kenyataan. Temperatur udara jauh lebih ekstrem dari pada ketika di Wamena atau pojok-pojok penuh sendu suhu rendah di Indonesia.
Meski sekarang ia perlahan mulai menerima, berkat Argha yang sudah khatam apa yang sepantasnya mereka siapkan sebelum diterpa badai musim dingin. Lagipula segalanya merupakan pilihan Natta yang sejak awal memiliki obsesi tinggi menempuh pendidikan di tanah Eropa. Konsekuensi ini tentu harus ia pahami dan hadapi dari pada sakadar tahu dari isi buku.
Argha yang mampu beraut biasa tidak sepantasnya menjadi objek iri dengki di kepala Natta. Ia yang dua puluh tiga tahun murni hidup di Indonesia tentu tidak bisa disamakan dengan Argha yang sudah hapal bagaimana menghadapi badai perubahan iklim di berbagai negara.
KAMU SEDANG MEMBACA
IRIDESCENT - MILEAPO [COMPLETED]
Fanfiction[MILEAPO FANFICTION] Dikisahkan kerumitan isi kepala Cassanatta Bharawijaya yang enggan tertawan pemikiran baku Michael Bagas Arghani hingga kembali diterpa isu jajar genjang nan melingkar pepat tak simetris. Masalah lampau seakan kembali berulang p...