Christopher Bang Chan, selalu berfikir apa isi kamar milik Yang Jeongin karena pemuda itu lagi-lagi menolak ajakan nya untuk bermain game kala sang sepupu yang memang tinggal satu rumah dengan nya itu lebih memilih tinggal di kamarnya. Entah memiliki pelet apa kamar itu namun Chris selalu penasaran dengan isi nya.
Mungkin isi kamar Jeongin punya computer set khusus gaming atau berisi banyak rak-rak buku yang sangat Jeongin sukai. Namun entahlah, selama Chris pindah dan tinggal dirumah kepemilikan keluarga Yang, ia tak pernah sekalipun masuk kedalam kamar Jeongin karena ia mengerti privasi.
Omong-omong apa kalian penasaran mengapa Chris bisa satu rumah dengan keluarga Jeongin? Betul sekali. Dirinya bukan murni orang korea dan bisa dibilang ia merantau dari negeri kanguru menuju negeri Ginseng lalu menumpang hidup dengan keluarga Jeongin yang mana merupakan putra dari adik ibu Chris.
Jeongin memang bukan kutu buku, bukan juga anak introvert yang anti sosial bahkan bersama keluarga nya. Tapi pemuda itu selalu menghabiskan waktu di kamarnya dan di beberapa kesempatan nampak betah sekali padahal saat mengisi pekerjaan rumah anak itu akan mencari Chris untuk membantu nya menyelesaikan tugas.
tok tok tok
Mengetuk untuk kesempatan kedua, sebuah harapan yang ditunggu nya menjadi kenyataan kala pintu terbuka dan menampakan sosok tinggi Yang Jeongin keluar dari pintu. Pemuda yang khas dengan senyuman rubah nya itu nampak memandang chris bertanya.
"Kak, kenapa?" Tanya Jeongin menatap Chris dengan alis bertautan bingung.
Chris hanya menggaruk tengkuknya, tidak tahu harus bicara apa supaya Jeongin mau mengajaknya masuk kedalam kamar si pemuda Yang untuk menuntaskan rasa penasaran nya.
"Kau tahu paman dan bibi Yang tengah pergi kan? Aku sangat kesepian karena kau tidak mau menemaniku dan lebih memilih kamarmu" Gumam Chris dengan nada pelan, "Yah, setidaknya ajak aku ke kamar mu supaya aku tidak perlu melamun seperti orang bodoh sendirian"
Jeongin nampak menimbang perkataan Chris lalu menghela nafas karena merasa tidak tega juga jika Chris harus luntang-lantung sendirian seperti hantu penunggu rumah Yang, jadi dengan agak berat hati Jeongin membuka lebar pintu kamarnya sebagai tanda jika Chris bisa masuk.
Chris masuk pertama dan melihat interior kamar Jeongin untuk pertama kali nya, tidak ada yang special dari isi kamar Jeongin bahkan isi nya hampir sama dengan milik Chris, kecuali banyak figuran foto diatas nakas dimana salah satu nya terdapat satu foto yang tak asing untuk Chris.
"Han Jisung eh?" Chris mendekat kearah nakas dengan figura foto Jisung sebagai penghias kamar, melihat hal itu Jeongin segera berlari menarik figura itu sebelah Chris sempat mengambilnya.
"Hei apa yang salah? Dia kan sahabat ku" Gumam Jeongin mengalihkan pandangan dengan bibir mengerucut menggemaskan.
"Kau tahu kan jika Han Jisung itu submisif?" Gumam Chris bersidekap tangan didepan dada lalu memandang Jeongin dengan alis naik.
"Memang aku pernah bilang jika aku seorang submisif?" Jeongin bertanya balik, membungkam pertanyaan Chris sebelumnya. Chris bukan tipikal orang yang mempermasalahkan sikap seseorang dan menyangkut pautkan nya dengan posisi namun ini Yang Jeongin.
Bocah rubah yang sangat rewel dan cengeng, bersikap sangat bayi dan manja. Bagaimana mungkin bisa berstatus sebagai seorang dominan?
"Hyung, bisa kau membantuku?" Tanya Jeongin memecah keheningan kala Chris terlalu sibuk dengan isi fikiran nya sendiri.
Chris duduk dengan serius di atas kasur, lantas menatap termuda dengan dahi berkerut halus. "Apa?"
Dan senyuman Jeongin, seolah menjadi pertanda buruk untuk Chris bahkan sebelum belahan bibir itu terbuka untuk mengatakan sepatah dua patah kata.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Senja, satu kata untuk sebuah lukisan indah yang akan kau temui kala matahari hendak turun ke tempat seharusnya ia beristirahat, namun part terbaik yang dapat kau lihat dari senja adalah pemandangan apik dari sinar oranye yang tengah mempertontonkan pertunjukan cantik yang selalu Jisung tonton dari balkon apartemen nya.
Hwang Hyunjin dulu selalu menemani nya dengan sebuah pelukan dan juga coklat hangat, namun sekarang yang tersisa hanya dirinya dan senja itu sendiri. Tanpa coklat hangat atau pun Hwang Hyunjin.
Perubahan sikap Hyunjin setiap waktu membingungkan Jisung, seolah menariknya dalam kesempatan lalu mendorongnya hinga jatuh dari seluruh ekspektasi nya sendiri.
Ingin sekali ia minta dimengerti oleh Hyunjin namun terkadang ia selalu mengingat jika ia tidak begitu penting untuk Hwang Hyunjin fikirkan, perdulikan atau bahkan hanya untuk sekedar di mengerti.
"Hei senja, mengapa kau meninggalkan langit sendirian bersama bulan?" Gumam Jisung memandang senja dengan pandangan sendu. "Padahal kau akan tetap kembali pada langit sebagai matahari terbit"
"Kau menyakiti bulan" Bibir Jisung yang terpoles apik oleh liptint itu seketika di gigit si empunya. "Bulan sudah jatuh cinta kepada langit namun saat matahari muncul, bulan hanya sebuah kehampaan yang tidak langit anggap"
Jisung merasa dirinya sama seperti bulan yang menghitung maju waktu, kesempurnaan nya akan hilang bersamaan dengan bentuknya yang harus merangkak kembali untuk sempurna seperti dulu.
"Itu bukan salah matahari"
Tidak, itu bukan suara Jisung!
Pemuda dengan marga Han itu nampak menoleh dengan cepat kebelakang, hanya untuk menemukan sosok Hwang Hyunjin tersenyum kepadanya dengan membawa sebuah kantung kresek yang Jisung kenali.
"Matahari tidaklah bersalah Sung, yang salah adalah langit" Hyunjin melangkahkan kaki nya mendekati Jisung, menaruh kresek bawaanya di atas meja yang ada di balkon apartement. Area kesukaan Jisung di apartemen ini merupakan balkon, dan Jisung selalu suka memandang langit dari atas balkon.
Sebuah kegiatan yang tak terkikis waktu meski hubungan keduanya mulai terkikis seiring berjalan waktu.
"Langit tidak bisa memilih namun dia berusaha mengutamakan keduanya, langit membutuhkan bulan untuk malam hari dan di siang hari dirinya membutuhkan matahari" Jelas Hyunjin membuka isi dari kantung kresek yang di bawa nya.
Jisung hanya diam mendengar ucapan itu, ia ingin mengatakan sebuah argumen baru namun ia malah jadi enggan memperpanjang perdebatan karena.
Hyunjin yang membela langit tak akan mengalah pada penderitaan bulan, tidak akan mengerti pada penderitaan sang bulan.
"Duduk lah Sung, aku membelikan Cheesecake" Hyunjin duduk di kursi yang ada di balkon, menepuk permukaan kursi disampingnya memberikan kode untuk Jisung untuk mendekat.
"Aku sedang diet, terima kasih " Jisung mengatakan itu dengan nada tidak bersemangat, pemuda manis itu lebih memilih berbalik masuk kedalam apartement dan meninggalkan Hyunjin yang terdiam sendirian.
Cheesecake merupakan makanan favorit Jisung, dan tiba-tiba saja Jisung menolak sembari meninggalkan Senja yang belum terbenam. Menghela nafas lelah Hyunjin pun menyandarkan diri di kursi balkon.
Hyunjin benar-benar merindukan waktu berdua bersama Jisung namun kenapa pemuda itu malah terlihat menjauhi nya? Harusnya Hyunjin sadar diri jika Jisung berusaha untuk tidak sakit di sampingnya.
Namun tidak bohong, Hyunjin sangat merindukan Han Jisung nya kini.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAR OF HEART (Hyunsung) [✔️]
FanfictionHan Jisung selalu bertanya-tanya seberapa kuat Guci hatinya hingga saat Hwang Hyunjin menjatuhkan nya berkali-kali bahkan sudah retak dimana-mana. Hatinya masih rapat enggan pecah dan hancur. Hwang Hyunjin fikir siapa dirinya hingga dapat dengan be...