Klise, kisah Hyunjin sangat Klise seperti alur-alur novel yang sering Jisung baca. Hyunjin benar-benar stress menghadapi tuntutan hidupnya sendiri yang tak ada akhirnya.
Membiarkan Felix menghadapi tekanan soal penolakan pertunangan mereka sendirian bukanlah ide yang bagus jadi Hyunjin lebih sering menghabiskan waktu di apartemen Felix meski pemuda manis itu seringkali tak segan menendang pantat nya untuk pulang dari apartemennya.
Seperti saat ini, Hyunjin yang baru memarkirkan motor sportnya di area parkiran apartemen nampak menghela nafas lelah. Ia masih muda untuk menjadi seorang pemimpin baik untuk Felix atau perusahaan namun kenyataan tak bisa di elak olehnya, alur takdirnya sendari awal memang telah di atur oleh dunia dan orang tua nya.
Menuruni motor dan melangkah memasuki lobi untuk berjalan kearah lift, wajah Hyunjin penuh oleh guratan tegang pertanda tengah depresi dan ada sebuah ke kalutan yang otaknya sendiri tak mampu memikirkan jalan keluar. Dihadapkan kehilangan Jisung membuatnya jadi lebih Labil dalam menentukan keputusan.
Kadang ia masih ingin merengkuh Jisung, mengecup setiap inci wajah dan tubuhnya, mengklaimnya disetiap percumbuan mereka namun sial semuanya hanya alur kosong dalam isi fikiran nya. Alur yang tak akan pernah terjadi di kisah hidupnya, Hyunjin yang payah tidak punya aksi dan alasan karena memang dirinya tak punya pilihan.
Ia tak seberani Felix apalagi jika di hadapkan dengan jeritan sang ibu yang selalu menangis dramatis jika ia menolak kemauan nya ataupun tangan ringan sang ayah beserta vas bunga yang selalu dilemparkan kearahnya jika ia tidak menurut.
Bohong jika Hyunjin tidak ingin bersama Jisung, namun Hyunjin hanyalah remaja yang tidak mampu membuat keputusan ataupun pembelaan karena sebuah trauma dari sikap kedua orang tua nya sendiri.
Ia harus mulai teguh untuk memberikan jarak pada Jisung. Hyunjin menghembuskan nafas lalu dengan mantap langkahnya dibawa keluar dari lift menuju apartemen dan dikala ia membuka pintu ia langsung disambut tv yang menyala dan tubuh Jisung yang tertidur di sofa.
Makanan mulai dingin di meja makan tanpa sekat sehingga Hyunjin mampu melemparkan pandangan kearah sana, Jisung lagi-lagi menunggu nya pulang dan memasakan makanan.
Baru saja Hyunjin menyuruh dirinya untuk teguh namun dihadapkan situasi seperti ini saja mata Hyunjin sudah berair dan siap untuk tumpah kapan saja.
Menutup pintu dengan perlahan, Hyunjin memutuskan untuk mendekati tubuh Jisung untuk ia tatap wajah manisnya. Pipi gembulnya sedikit lebih kurus dengan mata yang mulai memiliki kantung.
Tuhan apakah ini karena Jisung sering menunggu Hyunjin hingga larut malam?
Hyunjin mematikan televisi, ia mengangkat tubuh Jisung dengan mudah seperti seorang pengantin untuk dibawa nya kedalam kamar. Ia menurunkan halus tubuh Jisung namun pergerakan itu ternyata mengganggu tidur Jisung.
Pemuda itu terusik dan dengan sebuah kernyitan halus sebagai pertanda, kedua mata itu terbuka dan langsung bertemu pandang dengan mata Hyunjin yang berkaca-kaca. Kilaunya terpantul lampu yang menyala di ruang tengah.
"Hyun? Kau menangis?" Jisung nampak panik, sebelum Hyunjin mampu menjauhkan wajahnya Jisung langsung merengkuh kepala itu menuju dadanya. Menyadarkan kepala Hyunjin disana yang membuat tubuh yang membungkuk itu menegang.
Hangat, ini hangat. Hyunjin merindukan pelukan Jisung.
Hyunjin menaiki kasur, menimpa sebagian tubuh Jisung dengan tubuh bongsornya untuk tetap menyandarkan kepalanya pada dada Jisung.
"Ji, maaf" Hyunjin tak bisa menahan air mata nya lagi, merengkuh Jisung erat membuat pemuda tupai itu kebingungan.
Hyunjin bukan tipe yang seperti ini, bukan. Atau memang inilah Hyunjin yang tak pernah di tunjukan kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAR OF HEART (Hyunsung) [✔️]
FanfictionHan Jisung selalu bertanya-tanya seberapa kuat Guci hatinya hingga saat Hwang Hyunjin menjatuhkan nya berkali-kali bahkan sudah retak dimana-mana. Hatinya masih rapat enggan pecah dan hancur. Hwang Hyunjin fikir siapa dirinya hingga dapat dengan be...