Cinta Semanis Topi Boni

154 1 1
                                    

Priiit..

priiiit..

priiiit...

priittt...

"Itu tanda suruh berkumpul, ayo, ayo cepat!!!!"

Seruan seorang gadis memakai topi boni dan membawa tongkat kayu di tangan kanannya.

Di lapangan yang sederhana beralaskan rumput hijau nan rata. Kelompok ekstrakurikuler wajib pramuka sedang membuat tandu pertolongan.

Berbahan dasar tongkat kayu dan tali tambang marlon, mereka lihai membuat ikatan yang sempurna.

Tiba-tiba pekerjaan mereka terhenti karena mendengar suara peluit.

Mereka semua berkumpul di tengah lapangan membuat barisan lurus sesuai regu masing-masing.

"Pelajaran hari ini sudah selesai. Sebelum kalian pulang, mari berdoa bersama. Berdoa mulai." Kata kakak pembina pramuka yang tinggi semampai.

Kakak pembina yang terkenal paling galak diantara guru-guru sekolah. Wajahnya datar tanpa ekspresi membuat disekitarnya merasa takut, termasuk aku.

"Berdoa selesai. Tepuk pramuka!!"

prok prok prok..
prok prok prok...
prok-prok prok-prok..
prok prok prok...

Seketika semua bubar diakhiri dengan langkah balik kanan.

Matahari mulai condong ke arah barat hampir tenggelam.

Semua manusia berseragam cokelat kembali kedalam kelas mengambil tas mereka dan pergi meninggalkan sekolah.

Ada beberapa yang masih tinggal sebentar di dalam kelas untuk menyelesaikan tugas piket.

Aku termasuk anak yang mendapatkan tugas piket di hari Jumat, bertepatan dengan ekskul pramuka.

"Hei Amara aku pulang dulu ya. Aku dah piket hapus papan loh." ujar Dendro, anak nakal yang selalu piket menghapus papan.

"Duluan yah Amara, aku dah piket rapiin meja guru." ujar Centil , anak paling suka merapikan meja guru.

Yah begitulah teman-temanku jika piket di hari Jum'at. Tinggallah aku seorang diri menyapu dari belakang sampai depan kelas.

Jam diding di kelasku berhenti tepat di angka lima. Ini tandanya aku harus segera pulang sebelum kakak pembina pramuka marah.

Kibasan sapu terakhir tepat mengenai cikrak di depan kelas.

"Akhirnya selesai juga. Eh topi siapa itu??" kataku sembari melihat topi boni cokelat.

Topi boni cokelat tergeletak di atas bangku taman depan kelas sebelahku. Aku mengambilnya dan kebetulan seorang anak laki-laki keluar dari kelasnya.

"Hei Amir!! Apakah ini topi temanmu? Aku menemukannya di atas bangku depan kelasmu." tanyaku sembari berjalan mendekati anak itu.

"Aku nggak tau." kata anak lelaki itu.

"Ya sudah. Aku taruh topinya ke kakak pembina ya. Nanti kalau ada yang cari ke kakaknya aja." kataku dengan polos.

Sebenarnya aku tau resiko yang akan terjadi jika bertemu dengan kakak pembina. Tapi ya mau bagaimana lagi, topi ini butuh perhatian. Jika dibiarkan kemungkinan bisa hilang begitu saja.

Aku berjalan memberanikan diri ke ruang guru. Namun sia-sia. Tidak ada seorangpun di ruangan itu.

Tanpa pikir panjang, aku menaruh topi itu tepat di atas meja dekat pintu masuk ruang guru. Berharap ada guru maupun kakak pembina melihat dan menjaganya.

Aku berjalan santai menuju pintu gerbang sekolah sambil menunggu jemputan.

Dua menit berlalu. Dari kejauhan nampak lelaki yang tadi ku tanyai tentang topi mendadak lewat ruang guru dan mengambil topi itu.

Apa yang sedang dia pikirkan sebenarnya?? Harusnya yang aku lakukan sudah benar menaruh topi itu di atas meja dekat ruang guru. Mau dibawa kemana topi boni itu.

Aku tetap memperhatikannya. Dia membawa topi itu di tangan kanannya dan berjalan kembali menuju kelas.

Lima menit setelah itu. Aku tak kunjung dijemput. Anak lelaki itu berjalan melewati ku. Ternyata dia sudah pulang duluan daripada aku. Pikiranku masih memikirkan topi boni itu.

Bergegas aku kembali ke kelas anak lelaki itu dan mendapati bahwa topi boni itu berada di atas meja guru.

Apa yang dia pikirkan sebenarnya???

Aku membawa topi itu kembali ke ruang guru. Namun tetap saja kakak pembina maupun guru tidak ada.

Oh iya aku baru ingat jika kakak pembina beserta para dewan pramuka sedang berada di lapangan dekat pintu gerbang.

Dengan percaya diri aku mendekati kakak pembina dan memberi topi boni itu.

"Permisi kak, saya menemukan topi ini di depan kelas." ujarku singkat.

"Baik nanti saya simpan." Jawab kakak pembina lebih singkat.

Fyuhh melelahkan juga. Akhirnya aku bisa tidur tenang tanpa memikirkan topi boni itu.

****

Di pagi hari yang cerah menyambut matahari dunia. Aku sudah siap menerima pelajaran sekolah hari ini.

Tiba-tiba teman sekelas ku, Fania datang mendekatiku.

"Amara, kamu kemarin lihat nggak topi boni yang ada di atas bangku taman kelas sebelah???" tanya Fania dengan polos.

Deghhh

Seketika otakku berputar teringat peristiwa kemarin sore.

"Hmmm itu, topinya di simpan kakak pembina. Aku kasihkan kakak pembina kemarin." kataku sembari melihat wajah Fania yang sedikit ragu untuk mengambil topinya.

Aku tau raut wajah Fania mungkin sedikit takut jika bertemu kakak pembina itu. Tapi mau bagaimana lagi.

Sejak peritiwa itu aku tidak pernah menyesal. Justru aku tersenyum sendiri mengingat perilaku Amir.

Amir... Amir.... Manusia yang sulit ditebak.

Kumpulan Cerpen FiksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang