Air Mataku Berlinang

14 0 0
                                    

Seorang pemuda berambut ikal duduk menyendiri di atas tumpukan jerami. Pemuda itu memandang lahan kering di depan matanya yang meninggalkan retakan membuat siapa yang melihat terasa jenuh. Berbeda dengan lahan perkebunan di sebelahnya. Daun hijau teh lebih terasa sejuk dipandang. Terlihat truk-truk pengangkut batu bata berhenti di lahan perkebunan teh. Lahan itu tampak lebih hijau dan rindang daripada lahan milik pemuda berambut ikal. Tetapi kehijauan itu hanya sementara.

Seseorang bertopi hitam turun dari truk membawa jerigen minyak dan korek api. Pemuda berambut ikal melihat dari kejauhan gerak-gerik aneh orang itu. Orang bertopi hitam diam-diam menyiramkan minyak tanah dan menyalakan api. Orang itu mencabut nyawa satu persatu tanaman teh tanpa ampun. Dalam sekejap api menyambar tanaman teh. 

****

Di sisi lain, seorang gadis kecil bermata bening melambaikan tangan perpisahan kepada rumahnya. Gadis itu tidak menyangka akan berpisah dengan bangunan tempat tinggal masa kecilnya. Gadis itu hanya bisa memandang dari kejauhan api yang menjalar cepat mengenai atap rumah lalu melahap semua tanpa sisa. Kini bangunan itu hanya tinggal kenangan.

Tiba-tiba datang perempuan berbaju kebaya putih menarik paksa tangan gadis bermata bening. Perempuan itu mengajaknya pergi menjauhi desa. Satu langkah, dua angkah, tiga langkah. Gadis kecil itu menoleh kebelakang. Terkejut. Kobaran api melahap semua rumah di desa tanpa kecuali. Gadis itu terus berlari dan memegang erat tangan perempuan berbaju kebaya sambil menangis tersedu-sedu. 

“Teteh mau kemana?” tanya gadis bermata bening. 

“Duduk saja dan diam disini, teteh mau mencari Abah dan Ambu.” kata teteh Ruswita, perempuan berbaju kebaya putih. 

Ruswita pergi meninggalkan gadis kecil bermata bening sendirian dibawah pohon Matoa di pinggir sungai. Ruswita kembali ke desa untuk mencari ayah dan ibunya. Namun dia hanya melihat sisa abu bercampur dengan puing-puing rumah. Tak ada lagi orang desa yang tinggal. Semua pergi. Dari kejauhan tampak manusia berbaju hijau berkeliling sambil membawa senjata di tangannya. Tanpa disadari manusia berbaju hijau mengamati Ruswita dari kejauhan yang sedang sibuk membongkar puing-puing kayu. Saat Ruswita sedang sibuk mencari, manusia berbaju hijau mengangkat senjata dan mengarahkan kepadanya. 

Duaaarrrr

****

“Teteh Rus. Kapan balik?? Ini sudah seminggu lebih. Naisha rindu.” kata gadis kecil bermata bening sambil melemparkan satu persatu batu ke sungai. 

“Naisha!! Hayu balik ke desa.” ujar perempuan paruh baya yang sedang duduk dipinggir sungai. juga.

Naisha bersama warga desa melangkahkan kaki turun dari gunung. Wajah bahagia terukir jelas di mata Naisha. Dia berharap bertemu dengan kakaknya, Ruswita. Sesampainya di desa semua terlihat berbeda. Rumah-rumah rata dengan tanah. Kantor desa berubah menjadi partikel abu. Lahan pertanian hanya tersisa sedikit kobaran api yang belum padam. Apa ini akibat dari kebakaran yang disengaja? Ya lautan api melahap semua tanpa ampun.

“Teteh Ruswita dimana!!” teriak gadis kecil bermata bening.

“Apakah Abah, Ambu dan Teteh tidak akan pernah kembali? Naisha tidak punya siapa-siapa lagi.” ujar gadis bermata bening dengan rintihan air mata. 

“Tidak Naisha. Naisha masih punya warga desa disini. Naisha juga masih punya desa ini. Desa yang indah akan dibangun disini.” kata perempuan paruh baya menyeka air mata Naisha.

“Naisha hanya ingin desa ini kembali. Naisha tidak ingin peristiwa ini terulang lagi. Cukup sekali dan ini yang terakhir.” ujar gadis kecil bermata bening.

****

Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matanya berlinang 
Mas intan mu terkenang

Pemuda berambut ikal tersentak bingung mendengar nyanyian bersuara merdu. Pemuda itu berjalan mendekati sumber suara. Semakin jelas. Semakin jelas dan semakin dekat. Suara itu mengarah ke dalam gudang penyimpanan hasil panen padi. Pemuda itu membuka pintu dan melihat ada cahaya bersinar terang tepat di belakang tumpukan jerami. Semakin dekat. Semakin dekat dan semakin jelas. Pemuda itu memasukkan tangannya ke dalam kilauan cahaya. Seketika tubuhnya terhisap masuk kedalam cahaya. 

Hutan gunung sawah lautan
Simpanan kekayaan
Kini ibu sedang lara
Merintih dan berdoa

“Bang, abang bangun bang.” kata gadis bermata bening sembari memukul wajah pemuda berambut ikal.

“Hah, aku dimana? kamu siapa? terus aku siapa?” kata pemuda berambut ikal.

“Ihh abang, jangan tidur sini, bajunya kotor terkena abu loh.” kata gadis berambut ikal.

“Lah aku dimana?” kata laki-laki muda bangun dari tidur.

“Ini di desa Dayeuh. Tapi sekarang sudah tidak ada.” jawab gadis berambut ikal.

“Hah tidak ada? Aku juga dari desa itu. Perasaan tadi ada deh. Emang ini tahun berapa sih?” tanya laki-laki muda.

“Seribu sembilan ratus empat puluh enam.” jawan gadis bermata bening.

“Ya ampun, lama sekali. Berarti cahaya tadi mengantarku ke masa lalu. Ini parah .” kata lelaki muda.

“Abang dari masa depan? bagaimana keadaan desa Dayeuh di masa depan bang? Ceritalah.” pinta gadis bermata bening.

“Ya gitu, Hutan ditebang, sawah dibabat habis, perkebunan dibakar. Udah biasalah.” jawab singkat pemuda berambut ikal.

“Apa?!!” reaksi Naisha.

Naisha terkejut sekaligus kecewa berat tentang desanya di masa depan. Dia kembali bersedih. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan. 

“Bang, Naisha mau ikut ke masa depan. Naisha mau liat seperti apa masa depan itu.” ujar Naisha.

****

Cahaya putih muncul secara tiba-tiba. Tanpa pikir panjang Naisha menarik tangan pemuda berambut ikal dengan kuat dan mengajaknya masuk dalam cahaya. Cahaya itu menuju tempat semula pemuda itu masuk dari gudang penyimpanan. Naisha membuka pintu besar gudang. Nasiha terkejut melihat sekelompok orang sedang asyik membakar habis lahan perkebunan teh. Naisha melepas pegangan tangannya dari pemuda berambut ikal dan berlari mendekati sekelompok orang itu. Naisha mengambil topi hitam dari kepala salah satu sekelompok orang itu. Ia melemparkannya keras tinggi ke atas. Sekelompok orang yang melihat merasa kaget dan tidak menyangka. Topi hitam itu melesat jauh ke atas langit dengan sendirinya. Sekelompok orang itu lari pontang-panting meninggalkan area perkebunan teh. Ada salah satu orang yang berteriak hantu!! hantu!!.  Pemuda berambut ikal melihat keheranan tingkah laku Naisha dari kejauhan.

Naisha kembali ke area gudang penyimpanan sesekali mengangkat jempol ke atas kepada pemuda berambut ikal. Pemuda berambut ikal tersenyum berdiri sambil memikirkan apa yang sedang terjadi. 

“Kamu tadi ngapain sih? Kok pada teriak hantu… hantu..” kata pemuda berambut ikal. 

“Abang bisa melihatku tapi orang lain tidak bisa.” jawab singkat gadis kecil bermata bening.

“Apa gimana?” tanya kembali pemuda berambut ikal.

“Abang, Naisha ada satu permintaan. Naisha sudah merasakan pahitnya perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Jaga tanah air ini dari kerusakan. Negara kita ini indah. Sangat indah. Jika abang pandai menjaganya.” pinta terakhir Naisha. 

“Oh iya satu lagi. Naisha kan tidak ada di zaman ini. Hanya abang yang istimewa dapat melihat Naisha.” kata gadis kecil bermata bening sebelum menghilang melesat begitu saja.

Kumpulan Cerpen FiksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang