Page thirteen

24 3 0
                                    

Mulanya Miranda tidak menyadari kehadiran mereka. Tapi mendengar suara langkah kaki Alban membuat Miranda menengok ke arah mereka. Miranda yang tidak mengenal Alban terkejut karena Leona ada di tubuh Alban dan mengira jika Alban bekerjasama dengan Toto untuk menculik Leona.

Tepat setelah Alban dan Leona sampai lebih dulu, Miranda mulai bernyanyi. Amarah Miranda menggebu-gebu. Toto, Alban, dan Leona diam dengan tatapan kosong terduduk di depan Miranda. Setelah dirasa cukup aman, Miranda keluar dari Sungai. Ditutupnya telinga Leona agar tidak mendengar suaranya. Begitu sihir Miranda tak lagi berpengaruh pada Leona, mulutnya ditutup oleh tangan Leona.

Leona menangis. "Aku ... aku ... menang!"

Senyum bahagia terlihat di mata Leona. Alban dan Toto pun ikut tersadar. Toto terbang menjauh dari Leona.

"Aku dan Toto berlomba, siapa yang datang cepat di sini ialah pemenangnya. Dan ini temanku, Alban. Dia telah membantuku kemari. Jika tidak ada dia, aku tak akan bisa menang karena kakiku terkilir," jelas Leona.

Miranda menutup mulutnya. "Maafkan aku, Alban. Aku tadi mengira kau menculik Leona dan bekerja sama dengan naga sialan itu." Miranda membungkuk pada Alban.

"Kau curang, Leona!" tuduh Toto.

Kaki Leona yang tadinya membekas biru lebam akibat terkilir sudah hilang. Ia berdiri dan menghampiri Toto.

"Toto, kau punya empat kaki dan dua sayap. Lihatlah aku yang hanya memiliki dua kaki dan salah satunya terkilir. Kau tau kan kalau aku tidak akan memenangkannya, karena itu kau terbang pelan dan menungguku," ungkap Leona.

Toto berhasil merengek seperti anak kecil dan mendekat pada Leona. Leona pun memeluk Toto. Di samping, Alban dan Miranda saling tatap menatap lalu tersenyum. Tak lama kemudian Miranda kembali terjun ke sungai.

Toto terbang dan mengelilingi Leona, ia ingin memastikan apakah Leona terluka karenanya. "Aku rasa tadi sudah membakarmu, apa kau tidak terluka?" tanya Toto.

Leona tertawa kecil. "Apimu memang panas, tapi ketulusanku lebih membara."

"Leona," panggil Toto. Leona menoleh lalu bertanya, "Ada apa?"

"Aku ini diciptakan oleh Svatya. Aku tidak bisa melawannya. Tapi ... aku juga ingin menjadi temanmu. Apa yang harus kulakukan?" Toto berhenti mengepakkan sayapnya dan bertengger di atas kepala Alban.

"Hei! Tidak ada mahluk yang menciptakan mahluk. Kita ini dilahirkan, entah terlahir dari cangkang ataupun tidak, kita tetap dari rahim seorang ibu," ungkap Alban.

Miranda menambahkan, "Lihat aku, perutku ini isinya telur yang nantinya akan keluar dan menetas."

"Hei, bagaimana caramu mengeluarkan telurmu?" potong Leona.

"Sederhana, kami memuntahkannya. Yah, tapi aku tetap ingin mengalahkan Svatya. Dia telah membunuh sekutu kami yang warnanya mirip dengan naga itu." Miranda menunjuk ke arah Toto.

"Maksudmu aku tidak diciptakan oleh Svatya?"

"Aku rasa begitu, Toto," ungkap Leona.

Tiba-tiba Toto menjerit. "Leona, kepalaku sakit!"

Leona segera berlari ke arah Alban dan menggendong Toto. "A ... apa yang terjadi padamu?"yaPpp

"Entahlah, tapi ini sangat sakit."

"Itulah, kau kualat sama ibumu," ledek Alban.

"Ada-ada saja," ucap Miranda.

Toto mengerang kesakitan. Leona tidak mengerti apa yang harus dilakukannya.

"Hmm ... hmm, rasanya sudah lebih baik," ungkap Toto.

Toto mengepakkan sayapnya dan terbang ke sungai. Ia meminum air di sungai.

Leona mendekatinya. "Toto, apa kau mau mengantarkanku pada Svatya? Aku punya urusan dengannya. Tentu saja bersama dengan Miranda dan Alban."

Tanpa menoleh Toto berkata, "Tentu saja."

Leona mendekat pada Alban. "Pasti banyak pertanyaan di kepalamu?"

"Tentu saja. Tapi, untuk sekarang ini keselamatanmu adalah tanggung jawabku. Karena aku yang sudah membawamu jauh ke dalam dunia ini," ucap Alban.

Leona mengelus kepala Alban. "Terima kasih setia mendampingiku, Alban. Dia adalah Miranda." Leona menunjuk ke arah Miranda yang mengamati dari sungai. "Dia telah menyelamatkan nyawaku saat aku hanyut di sungai."

"Terima kasih, Miranda," ucap Alban pada Miranda.

Miranda tersenyum. "Itu impas untuk kesalahanku."

"Tapi satu yang mengganjal di hatiku, Leona. Bagaimana cara kita menemukan Svatya?" tanya Alban.

"Tenang saja, Hustle. Aku ingat tempat yang sering dikunjungi Svatya. Lagi pula aku di sini untuk membawa Leona menghadap ke Svatya. Kau tidak perlu cemas!" tegas Toto.

Toto menatap ke arah Miranda. "Dan untukmu, Siren, tidak perlu khawatir karena Svatya suka tempat yang memiliki genangan air. Hanya saja, mungkin kau harus menggunakan kakimu untuk menuju ke sana. Sungai ini tidak selalu mengalir ke sana. Kau bisa kan menggunakan kaki lebih lama?"

"Meskipun itu mengurangi nyawaku, kurasa aku bisa." Raut wajah Miranda sedikit murung. Siren sepertinya tidak bisa hidup di darat dengan jangka waktu yang panjang. Hidup memang pilihan, dan Miranda sudah memilih.

Secret Blue Garden |END|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang