"Dia harus menikahi Pangeran Carme, kalau tidak ...."
"Putri kecil kita masih berumur enam belas tahun, aku tidak setuju!"
Perdebatan antara Raja Edelion dan Ratu Athaya tak kunjung membuahkan hasil. Sudah 5 hari mereka berdebat mengenai pernikahan putrinya dengan pangeran dari kerajaan Almathea.
Di negri Ophelon, kerajaan pusatnya adalah kerajaan Almathea yang sedang kacau pemerintahnya. Sang Raja meninggal karena penyakit yang tak dapat disembuhkan, sedangkan penerusnya enggan menerima jabatan karena belum menikah. Ratunya sudah meninggal sejak melahirkan anak pertamanya, yakni pangeran Carme.
"Tapi masalahnya, apakah dia mau?" tanya Ratu.
"Kita bisa bicarakan itu baik-baik," titah Raja.
"Bukankah ada banyak sekali gadis cantik di negri ini, mengapa harus Leona?"
Dalam ruangan pribadi itu hanya terdengar isak tangis Ratu.
Tiba-tiba keheningan malam itu pecah karena teriakan melengking dari putri Leona. Raja dan Ratu berlari menuju sumber suara.
Brakkk!!
Pintu dibuka oleh Raja diiringi tangisan pilu dari putri Leona. Ratu terduduk lemas ketika melihat putrinya yang cantik kini menjadi buruk rupa. Entah bagaimana caranya, tapi wajah putri Leona kini menjadi lebih tua dan ditumbuhi banyak jerawat.
"Hal buruk apalagi ini? Mengapa kutukan selalu datang pada kerajaan ini?" tanya Raja.
"Ayah, Ibu, apa yang terjadi pada wajahku?" tanya Leona yang memelas.
Karena tak sanggup melihat wajah putrinya, Raja menuntun Ratu pergi tanpa menjawab pertanyaan Leona.
Merasa diacuhkan oleh orangtuanya, Leona semakin hancur. Bahkan pelayan dan penjaga tak berani menemani Leona. Di sisi lain, Raja memerintahkan pada seluruh penghuni kerajaan untuk tidak menyebarluaskan keadaan Leona saat ini.
Malam itu bulan dan bintang tertutup awan, seperti keadaan Leona saat ini. Di kamarnya, ia menangis sejadi-jadinya. Matanya sudah bengkak, hidungnya memerah. Tangannya basah karena menggenggam air matanya. Sesekali ia menengok cermin dan tetap saja mendapati wajahnya yang rusak.
"Apa yang terjadi padaku wahai bulan dan bintang?" rengeknya di atas ranjang.
Awan hitam sudah pergi, malam semakin larut. Melihat keadaan di luar istana yang sudah sepi, Leona pergi ke balkon untuk menghirup udara segar. Malam itu bintang banyak yang tak nampak.
"Bahkan bintang enggan melihatku."
Leona kembali ke kamar. Tak sengaja ia tersandung karpet yang kebetulan terlipat. Ia jatuh tersungkur menghadap ke arah bawah ranjang tidurnya. Ia melihat secercah cahaya biru. Karena penasaran, ia mencoba mendorong ranjangnya.
Susah payah Leona mendorong, justru dia sendiri yang terdorong mundur. Leona masih lemas karena energinya terkuras habis untuk menangis tadi. Karena rasa penasarannya, ia tetap berusaha. Sayangnya, ia memilih untuk menunda dan mencari makan di dapur istana. Di luar kamarnya, Leona tak melihat satu orang penjaga maupun pelayan.
"Apa mungkin mereka takut melihatku?" gumamnya.
Leona kembali ke kamar dan mengambil jubah berwarna kuning kecoklatan guna menutupi wajahnya. Beberapa pelayan masih berlalu-lalang dan menjauhi Leona. Leona hanya menundukkan wajahnya sembari melangkah mencari makanan.
Di dapur, hanya ada beberapa pelayan yang sedang menghitung jumlah persediaan makanan. Di meja besar untuk mengolah sayur dan buah, ada selembar roti, beberapa kacang rebus, dan sepotong apel. Leona membawa makanan itu ke kamarnya. Tak lupa di dapur ia langsung meneguk beberapa cawan air.
Para pelayan enggan untuk menyapa Leona, bahkan mereka acuh terhadap kehadiran Leona. Tapi Leona tidak peduli dan segera masuk ke kamarnya. Setelah memakan makanannya, ia merasa lebih bertenaga dan dengan percaya diri ia mencoba untuk mendorong ranjangnya.
"Wah, buku apa ini?" gumamnya.
Ia melihat buku yang besar berada tepat di bawah ranjangnya. Di sampul buku itu ada sebuah berlian berwarna biru yang indah. Leona mencoba untuk membuka halaman buku dan membacanya.
"Buku ini besar, tapi hanya berisi lima halaman. Sebagian besar hanya sebuah lukisan abstrak tentang bunga. Buku ini hanya mendeskripsikan tentang tempat yang berwarna biru. Menarik," ucap Leona.
"Huam ..., aku jadi mengantuk," gumam Leona.
Leona menutup kembali buku itu. Tak sengaja ia menekan berlian biru di sampul itu. Memang tidak terjadi apa-apa padanya. Ia memutuskan untuk segera mengembalikan ranjangnya dan tidur.
Di bawah ranjang yang gelap, cahaya biru dari berlian tadi semakin terang. Cahaya itu perlahan berubah menjadi kabut dan disertai dengan debu berlian yang indah. Kabut ajaib itu mengelilingi ranjang Leona dan lama-lama Leona menghilang. Bulan menjadi saksi bisu menghilangnya Leona.
Sementara di sisi lain, Ratu Athaya berencana untuk menengok putrinya lagi. Sayangnya, kini putri Leona tidak ada di kamarnya lagi. Ratu panik dan berteriak mencari para penjaga.
"Leona! Di mana kau Leona!" pekik Ratu.
Beberapa penjaga yang kebetulan lewat kamar putri Leona mendengar teriakan Ratu dan segera menengok keadaan.
"Ada apa yang mulia, Ratu Athaya?" tanya salah seorang penjaga yang melihat Ratu sudah terduduk lemas.
"Perintahkan segala penjaga untuk mencari Leona!" bentak Ratu.
Dengan sigap para penjaga segera berpencar mencari sang putri. Ratu sangat sedih.
"Bagaimana jika Leona tidak kunjung kembali, apa yang akan kami katakan pada pangeran Carme, wahai bulan dan bintang? Apabila kami menolak maka peperangan akan terjadi. Aku tidak rela," risau Ratu Athaya.
"Apa yang terjadi, Athaya?" tanya Raja Edelion yang sudah sampai di kamar Leona karena diberitahu oleh penjaga.
"Leona menghilang!" tegas Ratu.
\\//
\/
.\ Thanks for reading /
****************************************Senin, 12 Juni 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Blue Garden |END|
خيال (فانتازيا)Di Negeri Ophelon tidak ada satupun gadis yang cantiknya melebihi Princess Leona. Si Gadis Perak, julukan putri dari kerajaan Oberon itu. Tiba-tiba saja putri Leona menghilang dan tidak ada satupun yang tahu dimana ia berada. Di sisi lain putri Leon...