LIBURAN : 3

835 84 15
                                    

Pemandangan pantai mengulir indah pada netra ketujuhnya. Benar, si tertua mengajak berjalan-jalan di tepi pantai yang bisa dibilang cukup ramai untuk hari itu. Walaupun hanya sekedar bercengkrama ringan, Heeseung merasa sangat tenang dan hangat. Apa karena sunrise yang sangat cantik baru saja muncul? Atau karena ia dikelilingi orang-orang tersayangnya? Entahlah mungkin saja keduanya.

"Gue ke toilet dulu, mules." sela Jay.

"Yaelah baru juga sampe. Perut lo alergi pantai kah?" sahut Jake bercanda.

"Iya kali." Jawab Jay singkat sebelum pergi.

Jay berlari kecil menjauh dari saudaranya Namun sebenarnya ia tak benar-benar sakit perut. Ia pergi ke toilet agar bisa menjawab panggilan masuk dari maminya.

"Halo mi?"

"Bagaimana sayang kamu sudah ambil keputusan?"

"Jay masih bingung."

"Tak apa kalau begitu. Itu pilihan kamu, mami ngga bisa paksa kamu buat ikut mami ke US. Tapi seperti yang kamu tahu, mami dan papi akan segera berpisah. Kamu mau ikut mami atau papi itu terserah kamu Jay."

"Mi apa ngga bisa diperbaiki lagi? Apa ini jalan satu-satunya? Setelah apa yang pernah mami janjiin ke Jay selama ini? Mami bilang kalau mami sudah tidak sibuk mami bakal pulang agar kita bisa kumpul bareng sama papi kan? Mami ngga lupa sama janji itu kan mi?"

"Maaf sayang, mami ngga bisa lagi. Mami udah ngga punya perasaan lagi buat papimu."

"Benar karena mami sudah ngga cinta atau karena mami sudah tidak butuh papi lagi?"

"Apa yang kamu bicarakan Jay?"

"Jay tau, mami sangat cinta dengan perusahaan mami disana. Jay memang bangga sama mami karena bisa mandiri ah bukan. Maksud Jay, Jay bangga mami bisa sukses di US. Tapi mi, bukan berarti dengan mami sukses disana mami bisa lupain jasa papi."

"Jay... mami tidak butuh sosok lelaki lain selain kamu sayang. Kamu tau, bagaimana sakitnya hati mami selama ini melihat papimu berbagi kasih dengan wanita lain?"

Jay menutup telepon secara sepihak. Padahal ia hanya ingin menagih janji orang tuanya. Sepuluh tahun, bayangkan saja sepuluh tahun ia hidup terpisah dari sang ibu. Sepuluh tahun juga ia berdiri sendiri tanpa didampingi orangtuanya. Jay sampai bosan dengan alasan 'sibuk' yang sering orangtuanya itu katakan sedari ia kecil sampai ia menginjak remaja seperti sekarang. Semuanya palsu. Bahkan janji-janji yang sangat ia dambakan pun pada akhirnya hanya berakhir mengecewakan seperti ini.

"Terus hidup gue gimana? Argh kacau." ucap Jay lalu meninggalkan toilet dan kembali berkumpul dengan yang lain.

Sunghoon yang melihat Jay datang langsung menyahut,"Kok cepet?" sahutnya.

"Ya orang gue buang tai bukan batu." jawab Jay konyol.

"Bang Hee, Jay jorok banget bilang tai tai an." adu Jake.

"Eh iya sorry, bercanda gue."

"Cemas kau dek." ledek Sunghoon sambil cekikikan.

Heeseung tidak marah, dia bahkan tertawa melihat tingkah adik-adiknya. Menurutnya momen seperti inilah yang paling berharga, momen yang bakal ia rindukan suatu hari nanti.

_;_

Setelah puas berjalan-jalan, kakak beradik bermarga Hwang itu kembali ke penginapan. Semuanya kembali ke kamar mereka masing-masing untuk mandi dan bersiap karena tujuan mereka selanjutnya adalah pusat perbelanjaan. Benar untuk apalagi selain mencari oleh-oleh.

Di kamar lantai bawah, Jay selesai bersiap. Ia duduk santai di atas kasur sambil bermain ponsel selagi menunggu yang lain selesai bersiap. Namun tiba-tiba saja bulu kuduknya berdiri, hawa-hawa dingin juga mulai terasa.

"Gue lagi ngga mood di ganggu!" ucap Jay lantang pada kosongnya udara.

Bukannya berhenti gangguan itu justru semakin bermunculan. Dari saklar lampu yang dimainkan, horden terhembus kencang hingga benda-benda bergerak tak beraturan. Jay tidak tahan, di ambilnya vas yang bergerak diatas nakas kecil yang berada tepat di samping ranjang yang sedang ia duduki lalu ia banting ke lantai sampai vas itu pecah berkeping-keping.

"Gue bilang jangan ganggu!" teriak Jay kesal.

Mendengar keributan yang terjadi, Sunoo datang menghampiri sang kakak.

"Bang ada apa?!" tanya Sunoo panik.

"Nggapapa cuma gangguan kecil aja tadi." jawab Jay.

Sang adik menatap sekitar. Vas pecah, barang-barang berserakan, kain horden terlepas. Kacau, apakah benar hanya gangguan kecil saja? Siapapun yang melihat pasti tak akan percaya, begitu juga dengan Sunoo.

"Mahluk apa yang ganggu?"

Jay sedikit terkejut. Bagaimana Sunoo bisa tahu bahwa semua ini adalah ulah sosok tak kasat mata. Ah benar adiknya yang satu inikan, istimewa.

"Ngga tau, dia ngga nampakin diri." jawab Jay dengan jujur.

Sunoo terdiam sejenak. Lalu dengan cepat, diraihnya tangan sang kakak keluar dari kamar.

"Perasaan gue ngga enak." ucap Sunoo.

"Tunggu gue beresin koper lo, abis ini kita pindah ke kamar gue ya?"

"Emangnya ada apa di kamar gue?" tanya Jay penasaran.

"Nanti gue kasih tau, sekarang gue harus beresin barang lo secepatnya."

Alis Jay mengernyit bingung sambil menatap Sunoo masuk ke dalam kamarnya yang berantakan itu. Ia ingin ikut tapi tidak diperbolehkan oleh sang adik.




































Haloo readers, good morning!!!
Author kembali, adakah yang ingat author?
Miss u guys. Lama banget ya author restnya? Udah hampir setahun?
Author minta maaf kalau ceritanya agak kurang karena jujur author ga begitu ingat jelas gimana alur cerita ini. Karena saking lamanya author rest 😂
Sorry for typo n see u next chapter 👋👋👋



HEY BROTHER!  [ ENHYPEN ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang