Liu Haikuan mendapati kedua bersaudara yang menjadi atasannya tengah duduk di salah satu sofa. Keduanya tampak tidak saling berbicara. Shixun sibuk dengan gawainya sementara Yibo hanya duduk berpangku tangan menatap ke arah pintu.
"Aku sudah selesai memeriksa Tuan Muda Xiao," lapor Haikuan.
"Tidak ada yang mengkhawatirkan?" tebak Shixun.
Haikuan sempat terdiam sebelum menjawab, "Tidak ada, Yang Mulia. Namun, akan lebih baik kalau kita berdiskusi dengan Pangeran Jung perihal ini. Apalagi hal ini menyangkut rencana kebangkitan kembali suku Panthera."
"Kau tidak perlu memberitahuku soal itu. Aku sudah memintanya untuk bertemu."
Yibo bangkit dari duduknya dan segera beranjak menuju kamar. Ia tidak pernah peduli dengan segala rencana yang dilakukan oleh kakaknya. Satu-satunya hal yang ada dalam pikirannya adalah kesehatan Xiao Zhan dan bagaimana mengatakan tentang jati dirinya.
Ketika ia berpapasan dengan Haikuan, pria itu sempat memegang lengan Yibo. "Kau harus menghargai apa pun keputusan yang dia ambil," ujarnya.
Yibo tidak sempat mempertanyakan maksud perkataan Haikuan karena pria tersebut lalu membisikkan sesuatu kepada Shixun. Keduanya lalu pergi meninggalkan apartemen Yibo tanpa berpamitan atau berkata apapun lagi.
Ketika Yibo membuka pintu kamar, Xiao Zhan tengah duduk bersandar di ranjang. Ia hanya memandang ke arah jendela dengan wajah sendu. Kedua matanya sembab menandakan bahwa ia baru saja menangis. Ada sebuah perasaan sedih yang menyelinap dalam hati Yibo. Ia tidak tahu apa yang dikatakan Haikuan sampai membuat Xiao Zhan bersedih seperti itu. Yibo hanya pernah melihat Xiao Zhan menangis, saat pemuda itu memutuskan untuk berpisah dengannya waktu mereka awal bertemu. Tentu saja, tangisan Xiao Zhan saat mereka bercinta tidak termasuk dalam hitungan.
"Zhan Ge," panggilnya perlahan. Yibo berjalan dan duduk di pinggir tempat tidur. "Kau kenapa?"
Xiao Zhan tidak menjawab. Ia bahkan tidak menatap Yibo. Kali ini pandangannya tertunduk. Yibo meraih tangan Xiao Zhan dan berusaha menggenggamnya, tetapi pemuda itu malah menarik tangannya. Kembali rasa sakit terasa di hati Yibo.
"Kuan Ge sudah menceritakan semuanya padamu?" tanyanya berusaha menyembunyikan kegetiran dalam nada suaranya.
Xiao Zhan masih tidak menjawab.
"Zhan Ge, kalau hal ini membuatmu meragukan perasaanku, kau salah. Statusku tidak ada hubungannya dengan perasaanku. Justru aku menyembunyikan semuanya karena takut kau akan pergi setelah mengetahui siapa aku."
Yibo memegang bahu pemuda yang ada di hadapannya. Ia harus menyakinkan Xiao Zhan bahwa posisinya sebagai anggota kerajaan suku Panthera tidak akan mengubah apapun di antara mereka.
"Zhan Ge, aku menyukaimu. Aku mencintaimu sebagai Wang Yibo. Bukan sebagai pangeran kedua suku Panthera. Kalau kau mau, aku bahkan rela melepaskan statusku untukmu. Percaya padaku, Ge."
Xiao Zhan mengangkat wajahnya. Kedua netra indahnya nampak berkaca-kaca. Bibirnya gemetar menahan emosi yang memuncak dalam dirinya. Pemuda itu menggeleng perlahan. "Tidak semudah itu, Yibo," ujarnya lirih.
"Kenapa tidak?" tanyanya.
Xiao Zhan menatap ke arah pemuda yang ia yakini sebagai pemilik hati, jiwa dan tubuhnya. Ia bisa melihat tekad kuat Yibo, sungguh, Xiao Zhan yakin bahwa Yibo akan melakukan segalanya bahkan meninggalkan kerajaan yang seharusnya menjadi milik pemuda itu.
Ah, andai saja semua semudah itu.
"Apa kau tidak tahu sejarah antara suku kita, Yibo?" Suara Xiao Zhan kembali terdengar, kali ini lebih pelan dan lebih lirih.
"Apa kau tahu, kalau suku Panthera dibantai habis oleh beberapa suku yang ingin mengambil alih kepemimpinan ayahmu? Salah satunya …." Xiao Zhan sempat terdiam sebelum kembali melanjutkan. "... Salah satunya adalah sukuku. Bahkan kakekku termasuk yang langsung menyerbu ke istana." Air matanya mulai menetes saat Xiao Zhan kembali mengingat kisah yang seringkali diceritakan para tetua ketika ada perayaan. Tentang bagaimana mereka dengan gemilang mampu menjatuhkan pertahanan suku Panthera serta mengeksekusi anggota kerajaan mereka.
Tanpa berkata apa-apa, Yibo langsung memeluk Xiao Zhan. Ia bersungguh-sungguh dengan ucapannya tadi, bahwa dirinya tidak peduli dengan masa lalu atau status yang kini pemuda itu sandang. Baginya kebahagiaan Xiao Zhan jauh lebih pentIng dari segalanya.
"Aku tidak peduli, Ge. Aku bersungguh-sungguh dengan perkataanku sebelumnya. Kita bahkan bisa pergi ke tempat di mana tidak ada seorang pun yang tahu. Hanya kita berdua." Yibo kembali menyatakan perasaannya.
Xiao Zhan memeluk erat kekasihnya. Membiarkan aroma feromon Yibo menenangkan dirinya. Kekasihnya itu juga tidak berkata apa-apa. Setelah beberapa saat berlalu, Xiao Zhan akhirnya berkata, "Biarkan aku kembali ke desaku, Yibo."
Yibo melepaskan pelukannya. Ia menatap wajah kekasihnya dengan pandangan tidak percaya.
"Kau akan meninggalkanku, Ge?"
Xiao Zhan menggeleng. Ia menangkup wajah Yibo dengan kedua tangannya. "Ada banyak yang harus kuselesaikan, Yibo. Kalau kau memang serius dengan ucapanmu, kau pasti bersedia menunggu, 'kan?"
"Tapi untuk berapa lama?"
"Entahlah. Aku juga tidak akan menyalahkanmu kalau kau menemukan orang lain ketika aku pergi," ujar Xiao Zhan. Nadanya terdengar tenang, tetapi Yibo bisa melihat kesedihan di netra indah kekasihnya.
"Aku berjanji, kalau aku tidak akan mencari penggantimu, Zhan Ge. Kalau sampai hal itu terjadi, biarlah aku mati menderita di dunia ini," tegasnya.
Xiao Zhan meletakkan jarinya di bibir Yibo. "Jangan berkata seperti itu. Aku tidak akan membiarkanmu."
Yibo menggenggam tangan Xiao Zhan dan mengecupnya. "Tidak adakah cara lain selain kita berpisah?" tanya Yibo.
Xiao Zhan tersenyum. Bukan senyuman manis yang biasa ia berikan pada Yibo, tapi sebuah senyuman yang menyimpan banyak kesedihan di dalamnya. "Ini yang terbaik, Yibo. Aku berjanji setelah semuanya selesai, kita akan bertemu lagi. Jadi, biarkan aku kembali ke desaku bersama Jingyu."
Yibo mengembuskan napas perlahan. Ia tidak ingin berpisah dengan Xiao Zhan. Namun, ia juga mengetahui kalau dendam antara kedua suku mereka akan menghalangi kisah cinta keduanya. Xiao Zhan dan dirinya mempunyai jabatan yang penting di suku mereka dan kalau ingin memperjuangkan cinta mereka, ada banyak hal yang harus keduanya selesaikan.
"Aku akan merindukanmu, Ge," ujar Yibo kemudian.
Mendengar perkataan itu, air mata kembali mengalir di wajah Xiao Zhan.
Kenapa aku emosional begini? Apa ini bagian dari hormon kehamilan?
Yibo menghapus air mata di wajah Xiao Zhan dengan tangannya. Melihat bagaimana pandangan berkaca-kaca kekasihnya, membuat Yibo ingin menghapus setiap kesedihan yang ada dalam diri Xiao Zhan. Ia mencium perlahan bibir lembut kekasihnya, berusaha memberikan kenyamanan untuk terakhir kalinya.
Tidak butuh waktu lama bagi keduanya untuk mulai menanggalkan pakaian dan melampiaskan perasaan mereka. Kali ini sesi bercinta mereka dipenuhi dengan kelembutan sekaligus kepedihan. Xiao Zhan bahkan enggan melepaskan pelukannya saat Yibo kembali membawa dirinya ke puncak kenikmatan, seolah ia takut jika kali ini mereka terpisah, maka keduanya tidak akan bertemu lagi.
"Kita pasti akan bertemu lagi, Ge," ujar Yibo setelah berhasil mengatur napasnya. Pemuda itu membaringkan tubuhnya di dada Xiao Zhan. "Aku berjanji, aku akan menemuimu di sana. Kau hanya perlu menungguku."
"Aku akan menunggumu," jawab Xiao Zhan dengan sedikit terisak. "Aku janji."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cat and I
FanfictionKetika Wang Yibo menemukan seekor kucing hitam yang tengah kedinginan, ia tidak berpikir dua kali untuk merawatnya. Namun apa yang terjadi kalau ternyata kucing dengan liontin bertuliskan Zhanzhan ternyata berubah menjadi pria cantik di tempat tidur...