7.

18 6 1
                                    

"Ada drama apalagi sampai si lampir bibirnya maju kayak curut gitu?" Riki memasuki kamar Woni setelah menendang pintu tanpa beban dengan kedua tangannya membawa nampan berisi minuman soda dan beberapa cemilan.

"Ada akhlak lo begitu?" ujar Woni dengan nada tinggi, kesal karena tindakan Riki barusan berbahaya bagi kesehatan jantung mungilnya.

Riki tidak menjawab, hanya menggerutu lirih meniru perkataan Woni, meletakkan nampan malang itu di atas nakas secara brutal kemudian menghambur ke ranjang Woni berbaring di samping Shion membuat Woni sakit kepala.

"Riki... lo duduk di bangku atau di lantai..! lo pasti belum mandi setelah ngereog di sekolah!" Woni berusaha mendorong badan titan Riki meskipun percuma karena tidak berhasil membuat tubuh Riki bergerak sedikitpun.

"Enak aja lo! Gue udah mandi tau, gue harumkan Shion?" Riki menyodorkan keteknya ke wajah Shion membuatnya refleks mendorong Riki.

"Ya, ya, lo wangi! tapi nggak nyodorin ketek juga kaliiii.." teriak Shion panik menjauhi Riki akibat tindakan di luar prediksi NASA yang dilakukannya.

"Maaf ya, Shion. Riki iqnya memang di bawah rata-rata, kurang lebih sipanse." Woni tulus meminta maaf pada Shion, namun tatapannya berubah tajam saat melihat Riki. "Keluar. Sekarang." Titah Woni penuh penekanan.

"Nggak mau! Gue mau di sini. Inikan rumah gue.." ujar Riki mulai mengeluarkan kartu sang pemilik rumahnya. intonasi Riki merengek seperti bayi membuat Woni muak.

"Siapa yang tadi maksa gue ke sini padahal gue lagi push rank hah?"

Hmmm, padahal tadi Woni memaksa Riki untuk ke kamarnya sebagai akal-akalan agar Riki bisa dimanfaatkan mengambil soda dan cemilan untuk menemani Woni dan Shion main detektif-detektifan karena ia terlalu malas melakukannya, karena tau kelemahan Riki adalah permainan gunting-batu-kertas, Woni memperalatnya dengan cara mengajak Riki bermain dan kemudian mengeksekusi akal busuknya, sekarang Woni tidak butuh Riki lagi namun melihat keadaannya sekarang sebelum Riki mulai rewel dan melakukan hal-hal di laur nalar Einstein, Woni lemah.

"Oke, lo boleh di sini dengan satu syarat lo harus mengunci mulut dan apa yang lo dengar harus lo lupain." Woni memberi peringatan.

"Gaya lo, Woni. Paling lo lagi ngerencanain ide gila kan? Gak kapok lo hampir di keluarkan dari sekolah yang lama?" tuhkan, makanya Woni paling malas berada di suatu keadaan bersama Riki dan mulut besarnya yang ingin Woni amankan ke Palung Mariana.

"Emang iya, Woni? Apa yang lo lakuin?" Shion menanggapi, suatu fakta yang tidak pernah Woni singgung sebelumnya. Woni tidak berniat membahas masalah itu, ia mengambil alih keadaan dengan wajah poker face andalannya saat terpojok, melempar Riki dengan guling tepat di wajahnya.

"Gak usah dengerin, Riki.. Shion, percaya sama dia sama aja menduakan Tuhan hukumnya."

"Tapi kan—" Riki kembali akan melanjutkan membeberkan aib Woni jika sebuah biskuit tidak menyumpal mulutnya hingga ia terbatuk-batuk karena tersedak, Woni tertawa puas melihat Riki tersiksa dengan wajah yang memerah.

"Anggap aja Riki.. Limbad. Sekarang yang terpenting siapa yang ngirimin surat-surat menjijikan itu.." Woni kembali mencoba mengendalikan keadaan dengan membimbing Shion fokus ke topik awal yang menjadi alasan mereka berkumpul sore ini.

Riki bukan Riki jika bisa berhenti menyebalkan selama lima menit. "Surat itu lagi? Udah gue bilang itu cuma orang gabut Woni.."

Woni menghela nafas lelah, "Lo tau apa, hah? Sekarang udah ada tujuh surat, nyet.. dan makin hari isinya makin nyeleneh dan orang yang ngirimin itu psikopat gila.. surat pertama, dia tau gue ganti jenis lipstik. surat kedua, dia nebak dalaman gue warna apa dan bilang ngeliat gue ganti pas pelajaran olahraga. surat ketiga, dia tau gue tidur jam berapa terus dia punya foto gue pas tidur DI KAMAR INI. Surat keempat, dia ngeliat ada junior yang ngasi gue boneka teddy bear, dan lo tau? Boneka teddy bear itu dicabik-cabik dengan darah binatang di atasnya. surat kelima, dia bisa tau kalau gue dendam sama Pak Kiming—Guru olahraga gatal yang sengaja megang bokong gue dengan embel-embel membetulkan postur pas mau start praktek lari, besoknya apa? Pak Kiming tangannya patah dan di surat itu dia ngaku kalau dia pelakunya. surat keenam, dia ngaku kalau dibalik botaknya Karina karena penyerangan tiba-tiba tanpa diketahui motifnya itu karena gue, ki.. karena katanya Karina mau jebak gue sebagai pencuri kalungnya. Surat ketujuh hari ini, kayaknya udah nggak bisa dibiarin, dia ngebunuh gurumi, kucing liar yang biasanya gue kasi makan di sekolah, kepala gurumi dia masukkin ke loker gue, mau tau alasannya apa? Karena katanya gue nggak boleh sayang sama sesuatu selain dia. gila kan?"

Riki hampir tidak bisa berkata-kata. Ia menatap Shion yang juga menatapnya dengan mengangguk mengisyaratkan semua perkataan Woni benar adanya.

"Terus rencana lo apa? Mau laporin ke polisi?" tanya Riki serius. Ia tidak tau ternyata keadaan yang dihadapi Woni dan surat-surat anehnya itu saat ini sudah masuk fase kriminal, bukan surat kaleng biasa.

Woni menggeleng. "Gue nggak ada bukti yang kuat, Rik. Bisa-bisa gue yang tertuduh tersangka. Orang itu kayak hantu, dia ada di mana-mana. Bisa juga tujuannya emang pengen ngejebak gue kan biar gue jadi tersangka. Gue juga nggak sepenuhnya yakin dia yang ngelakuin semua itu. Bisa jadi hanya gertakan, yang kalau gue salah langkah, gue yang hancur."

"Lo dapat surat itu setiap pagi kan Woni?" Shion mulai menganalisis. Woni mengangguk.

Selama beberapa hari ini Woni menyimpan semuanya sendiri, baru tadi pagi ketika menemukan kepala gurumi yang terpenggal di lokernya, Woni memberanikan diri menceritakan semua itu pada Shion, karena Shion tau hanya sebatas surat pertama tidak tau ternyata surat anonim itu terus berlanjut bahkan dengan isi yang semakin aneh dan brutal.

"Selama ini gue mengamati orang-orang di kelas dan gue curiga sama orang-orang ini. Pertama, Juan. Dia kan selalu jadi orang pertama yang datang ke kelas terus belajar, dia juga nggak pernah jajan ke kantin karena Ibunya membekalinya makanan sehat buatan sendiri. Pulang juga paling sore karena sering rapat OSIS saat pulang sekolah dan dia ngecek seisi sekolah dulu sama satpam sebelum pulang, artinya dia siswa terakhir yang berada di sekolah sekaligus orang yang paling tau seluk beluk sekolah serta punya akses lebih banyak. Kedua, Jayendra. Secara dia kan berkuasa, dia bisa melakukan apapun dengan uang orang tuanya, apalagi keluarganya berpengaruh di sekolah, sehingga semua kelakuannya dimaklumi semua orang tanpa bisa bersuara."

Woni dan Riki menyimak perkataan Shion dengan seksama. Lalu, kemudian Riki menyadari sesuatu.

"Gue baru ingat.." Ujar Riki memecah keheningan saat semua orang sibuk dengan pikiran masing-masing yang berkecamuk penuh praduga. "Sekitar dua minggu yang lalu gue pas jogging di sekitar kompleks, gue ketemu Juan lagi ngajak anjingnya jalan-jalan, gue awalnya agak terkejut karena anak-anak GGS gak pernah bahas kalau Juan pindah ke sini, padahal katanya dia pindah ke kompleks ini sekitar tiga minggu yang lalu."

Shion dan Woni saling berpandangan. "Kok lo baru ngomong sekarang?"

Riki memutar bola mata sebal, "Yeeee.. lo nggak nanya." Jawaban Riki membuat Woni pusing, Riki benar tapi salah juga, tau ah.. Woni pusing dan sedikit marah karena ternyata ada orang yang lebih hebat darinya soal memainkan pikiran orang lain. kejadian ini tidak membuat Woni takut melainkan tertantang. "Dan asal lo berdua tau, dia pindah di sebelah rumah ini. Tetanggaan sama kita, Woni!"

"WHAT THE HELL?!!!!!" Woni sungguh tidak percaya seorang jenius sepertinya bisa kecolongan, ia makin curiga pada Juan Sangkara, apa ada jiwa psikopat dibalik wajah imutnya itu?

Dark BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang