Woni, sudah nggak diragukan lagi ya pesonanya. Hanya butuh satu hari untuk menakhlukkan Saka—walaupun tidak seserius kedengarannya karena Saka dan Woni satu spesies yang sama Fuckboy vs Fuckgirl yang suka bermain ketimbang dibawa serius—setidaknya rayuan Woni benar-benar mujarab hingga seonggok Riki berhasil masuk GGS hingga ia sujud syukur dan bersedekah lima ratus ribu ke kotak amal saat shalat jum'at setelah meninggalkannya bertahun-tahun.
"Sementara Joe belum pulang gue boleh duduk sebangku sama lo kan?" Saka menatap Woni penuh harap.
"Boleh, kalau lo mau duduk sambil mangku gue itu yang gak boleh." Jawab Woni seraya menatap Saka dengan senyuman maut.
"Nggak boleh atau belum saatnya?" Ujar Saka sambil mengedipkan sebelah matanya, lalu duduk di samping Woni dengan senyum lebar.
"Baiknya menurut lo gimana?" Bisik Woni di telinga Saka, membuat warna merah menjalar di telinganya.
"Menurut buku yang gue baca, nggak baik menunda-nunda sesuatu." Woni mengangguk-angguk imut. "Buku apa emangnya, kebetulan gue suka baca buku?"
"Kamasutra." Saka menjawab santai diiringi tawanya yang merdu.
"Sialan lo!" Woni memukul lengan Saka pelan.
"Sejak kapan kalian dekat?" Jayendra yang sedari tadi nguping pembicaraan Saka dan Woni tidak bisa menahan diri dari yang namanya kepo.
"Mau tau aja apa mau tau banget?"
Jayendra menatap Saka dengan tatapan najis. "Kuno banget lo, itukan kata-kata yang ngehype pas jaman SD."
"Masalah buat lo?"
Jayendra memutar bola mata, menyerah. "Harusnya gue sadar lo itu ODGJ."
"To the point aja lo juga pengen dekat sama Woni. Gak usah sok jatuhin gue, sportif dong, bro. itukan perjanjian kita."
Woni yang mendengar, mengerti. Tampaknya cowok-cowok sok ini sedang mencoba menjadikannya badut. Tapi, ia bersikap polos seolah tak mengerti.
"Woni, kalau misalnya disuruh milih, lo milih gue apa Jay?" tembak Saka membuat Jayendra bernafsu mencabut bulu keteknya dengan kasar, ia bahkan belum membuat langkah. Sialan, ternyata Saka telah mengambil inisiatif duluan di belakang mereka semua.
"Gue milih Jay, mukanya kayak anime, gue naksir dikit sebesar semut." Jawab Woni jujur dan membuat Jay yang semula canggung dengan Woni tertawa ngakak. Duh, kelemahannya emang yang imut-imut gini.
"Anime apaan si Jay? Nobita?"
Tawa Jay lenyap karena celetukan Saka, untung Woni segera menambahkan, "Jayendra mirip Levi, husbu gue."
"Duh. Lemes gue." Saka kehilangan argumen untuk meroasting Jayendra.
"Kalau Levi husbu, berarti bisa dong gue jadi husband?"
"Waduh smooth like butter, like criminal undercover. Gue lebih ganteng dari Jay, Woni. Bayangin anak kita secakep apa kalau lo nikah sama gue."
"Tapi gue kaya dari Saka, pewaris tunggal, hidup lo dan anak kita pasti terjamin."
Juan yang duduk sebangku dengan Jayendra dan sebenarnya sangat enggan terlibat dalam obrolan menggelikan kedua sahabatnya ditambah ia tidak cukup peduli dengan Woni terpaksa nimbrung dari pada gendang telinganya bermasalah.
"Udah ngomongin anak aja nih bapak-bapak, PR Bahasa Indonesia udah belum?"
Saka dan Jayendra saling berpandangan, "Emang kita ada PR?!" Ujar keduanya serempak.
"Nah loh, hal sekecil itu aja lo berdua masih keteteran, udah sok-sok ngomongin anak."
"Dengerin tuh kata Pak Ketua." Ujar Woni, membuat Juan agak canggung karena kepribadiannya yang introvert susah akrab dengan orang baru. "Lagian tipe gue bukan yang kayak kalian bedua."
Jayendra dan Saka menatap Woni tidak percaya. Bagaimana mungkin ada wanita di dunia ini yang menganggap mereka bukan tipenya? Anomali! Ini sungguh anomali! Mungkin, cewek bernama Woni dengan wujud gemes ini punya kelainan!
"Hah? Kok bisa?" Saka benar-benar shock. Ia tidak pernah mengalami keadaan ini seumur hidupnya sama dengan Jayendra yang kini menutup kedua mulutnya dengan tangan karena speechless.
"Bisalah, tipe gue yang gemes kayak Juan."
Mendengar namanya disebut dalam konteks demikian membuat Juan hampir menjatuhkan rahang.
"HAH?" Jayendra dan Saka benar-benar bak terkena gendam. Mana bisa mereka bersaing dengan Juan yang memang imut secara alami dengan muka baby face seperti bocah PAUD?
"Gue?" Juan yang ikut terkejut menunjuk dirinya sendiri karena tidak menyangka.
"Tuh kan pipinya merah, gemes kayak tomat." Woni tertawa kecil.
"Duh, gue nggak sanggup sih Jay."
"Sama. Kelemahan gue ini mah. Si gemes gemes sama si gemes."
Belum selesai drama gemes-gemesan itu, guru pelajaran bahasa Indonesia—Pak Suga, memasuki kelas. Semua orang mendadak cosplay patung karena beliau ini terkenal galak hingga pemandangan spidol melayang atau penghapus sudah biasa dalam kelasnya, kadang Saka bingung kelas Pak Suga ini mirip kelas sihir pertahanan ilmu hitam di film Harry Potter.
Hari ini praktek pidato, seperti biasa yang terbaik tentu saja Hirawan Nugraha. Kalau Jayendra dan Saka jangan ditanya, karena nggak ngerjain PR buat bikin teks pidato, saat tampil Saka malah membaca proklamasi dan Jayendra membaca arti do'a selamat membuat Pak Suga murka dan mengusir kedua berandal itu dari kelasnya.
"Oh ya, sebelum kelas ini berakhir. Saya mau menginfokan mengenai lomba debat untuk acara 17 agustus nanti, pilihan dari saya yang mewakili kelas ini adalah Hirawan Nugraha. Karena dalam satu kelas hanya ada satu tim yang berisi 3 orang, menurut Hira siapa yang sekiranya cocok jadi rekan satu tim?" tanya Pak Suga.
Semua orang di kelas tau meski lomba yang dimaksud hanyalah lomba seru-seruan untuk merayakan 17 agustus 1945, tapi sebagai kelas yang dianggap unggul tetap menjadi beban. Apalagi Hira telah terpilih oleh guru langsung sebagai anggota tim dan semua orang juga tau betapa pefeksionisnya Hira, membuat semua orang berdo'a semoga namanya tidak disebut Hira.
"Kalau dari saya sih, saya menyarankan Joenathan dan Woni."
Pilihan Hira membuat semua orang lega sekaligus deg-degan kenapa Hira memilih Woni? Kalau Joenathan, sudah jadi rahasia umum, he's Hira favourite, kalau Woni sebagai anak baru, tidak ada yang bisa menebak dan itu membuat khalayak penasaran.
"Joenathan, bukannya masih di Brisbane? Dan siapa itu Woni?"
"Saya, Pak!" Woni dengan percaya diri mengangkat tangan. Pak Suga mengangguk pelan.
"Joe sudah pulang Pak, besok dia akan masuk sekolah seperti biasa."
"Oke. Rundingkan dulu ya dengan teman-teman sekelas dan di jam pulang infokan pada Bapak list daftar fixnya."
"Baik, Pak." Jawab Hira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Blood
Mystery / ThrillerWoni sepupu Riki adalah anak pindahan yang masuk di kelas XI IPA 1, kelas yang diisi para pengendali sekolah yang membentuk paguyuban bernama geng GGS (Ganteng Ganteng Sekali), awalnya Woni dengan hobi flirtynya hanya ingin bermain-main saja. namun...