"Enak banget ya bisa masuk IPA tanpa tes.." Karina beserta gengnya mulai menyenggol Woni dengan sindiran, karena setelah berurusan masalah data di ruang guru bersama wali kelas, Woni diputuskan masuk kelas XI IPA 1.
Gimana Karina dan yang lain nggak kesal coba, dulu mereka sampai mimisan belajar untuk tes agar masuk IPA, eh kini ada anak baru pindah dan langsung loncat ke kelas IPA 1.
"Woni, ke kantin yuk?" Shion menjadi orang pertama yang menyapa Woni semenjak masuk kelas, sumpah ya ekspresi orang di kelas itu tampak suram dan menatapnya seperti seseorang yang punya penyakit menular, aura persaingan tampaknya begitu pekat. Hanya Shion yang bak bunga matahari di tengah bunga bangkai. Maka, Woni mengangguk saat Shion mengajaknya ke kantin.
"Makasih ya, Shion. Lo udah ngajak gue ke kantin." Woni berterimakasih dengan tulus.
"Sama-sama. Gue paham kok yang lo rasain, gue pernah di posisi lo." Jawab Shion penuh pengertian.
"Lo anak pindahan juga?"
Shion menggeleng. "Di sekolah ini tiap semester itu di acak random tiap kelas dan penempatannya sesuai nilai, misalnya kalau lo masuk IPA dan nilai rata-rata lo termasuk jajaran 20 tertinggi diantara anak IPA lainnya di 5 kelas seangkatan, lo bakal masuk kelas IPA 1. Gue dulunya IPA 5 pas kelas X dan sekarang berhasil loncat ke IPA 1, karena itu otomatis anak IPA 1 yang nilainya lebih rendah dari gue harus keluar dong. Itu yang bikin mereka kurang suka sama gue, karena selain gue, mereka semua berhasil bertahan di IPA 1 sampai kelas XI ini dengan formasi dari awal masuk SMA."
Woni tidak pernah tau tentang hal itu sebelumnya, jika ada sistem seperti itu dapat dimaklumi kenapa suasana kelas IPA 1 seperti kuburan saking horrornya, ternyata penghuninya menganggap kelas dan sekolah sebagai zona perang.
"Gue nggak tau ada sistem kayak gini di sekolah ini, Shion. Gue jadi nggak enakan sempat milih kelas IPA, artinya ada yang keluar dong gara-gara gue masuk kelas itu?"
"Ada, temannya Karina yang tadi nyindir lo—Winter. Lo jangan ambil hati ya, abaikan aja sikap dia. It's not your fault, fakta lo ditempatkan wali kelas di IPA 1 sekarang berarti karena lo emang pantas dari nilai lo." Shion tersenyum, sambil menepuk bahu Woni. Keramahan Shion dan cara comfortingnya yang baik membuat Woni merasa aman dan tenang.
"Lo mau pesan apa? Gue pesenin." tambah Shion saat mereka berdua telah tiba di kantin dan memilih tempat duduk.
"Nasi goreng ajalah, tapi jangan yang ada seafoodnya sedikit pun, gue alergi."
"Nasi goreng ampela, mau?"
"Boleh. Minumnya jus timun."
Shion memberikan isyarat oke dengan jemarinya lalu menuju mbak-mbak kantin untuk memesan dan beberapa menit kemudian Shion kembali menghampiri Woni.
"Oh ya, terus-terus gimana Shion cara lo bertahan selama sebulan ini?"
"Gampang, asal lo punya strategi dan bisa membaca karakter anak-anak kelas. Lagian nggak semua kok yang menyebalkan di kelas XI IPA 1, separuh kelas isinya kaum introvert dan ikut-ikut aja. Mereka fokus belajar ketimbang nyenggol yang lain. tapi, emang ada beberapa oknum yang bisa dibilang 'alpha'nya kelas yang berpengaruh dan lebih baik jangan bersinggungan dengan mereka."
Woni rasa sekolah barunya ini cukup menarik dari cerita Shion. Tidak apa-apa, Woni suka persaingan.
"Siapa aja?"
"Pertama, tentu aja si ketua kelas merangkap ketua OSIS, Juan Sangkara. Dia terpilih sebagai ketua OSIS dengan pilihan all in Juan sampai satu sekolah, artinya pengaruh dan leadership dia nggak main-main sampai di dukung satu sekolah secara bulat. Dia juga juara 3 paralel."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Blood
Mistero / ThrillerWoni sepupu Riki adalah anak pindahan yang masuk di kelas XI IPA 1, kelas yang diisi para pengendali sekolah yang membentuk paguyuban bernama geng GGS (Ganteng Ganteng Sekali), awalnya Woni dengan hobi flirtynya hanya ingin bermain-main saja. namun...