Chapter 7

20 4 0
                                    

"Haduh," Estefania mengaduh saat kepalanya terantuk di meja belajar. Ia mengelus pelan dahinya yang terasa perih. Jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi tetapi gadis itu masih berkutat dengan buku-buku pelajaran yang nampak berhamburan di atas meja belajarnya. Estefania bergerak merapikan buku-buku itu sambil menguap dan berjalan menuju ranjang. Ia berjalan tertatih dengan mata seberat lima wat dan sedetik kemudian ia terkapar di atas ranjang.

***

Estefania menguap beberapa kali tangannya membalik halaman buku, Erlita yang duduk disampingnya menyenggol Estefania dengan ujung sikunya, "emang kemarin malam kamu tidur jam berapa sampe keliatan ngantuk gitu," tanya Erlita dengan suara kecil.

"Jam tiga subuh." Sahut Estefania singkat tanpa menoleh.

"Eh buset kamu ngapain aja sampe bisa jam tiga subuh baru tidur?" Erlita berdecak sambil menggeleng pelan tak habis pikir.

"Belajar."

"Emang benar-benar suhu." Erlita heran dengan teman satunya ini. Saking ambisiusnya sampai rela belajar hingga menguras energi, Erlita menaikkan dua jempolnya sebagai pujian untuk Estefania.

"Heh, Erlita kamu bisa diem ngga kalo sampe kedengaran Mrs. Bela kamu rumpi pas belajar bisa-bisa kamu di hukum." Dizta menoleh lengan Erlita menggunakan ujung pulpennya untuk memperingati Erlita.

"Ehem, siapa yang bisik-bisik itu? Kalo kalian bosan dengan pembelajaran yang saya kasih silakan keluar kelas." Bela berdehem menaikkan kaca matanya dan masih sibuk menulis di papan tulis.

"Tuh kan Dizta ni gara-gara kamu sih." Erlita menyalahkan Dizta dengan suara berbisik.

"Enak aja kok aku, kamu tuh yang ada." Kilah Dizta tidak mau disalahkan.

"Yaelah Miss mana ada yang bisik-bisik, Mrs. Bela salah denger kali. Palingan itu suara lalet kejebak di dalem AC." Tiba-tiba saja Kenzie nyeletuk hingga membuat Bela membalikkan badannya dan mengembuskan napas.

"Emang gimana suara lalet kejebak AC Ken?" Ershan mulai memancing keributan dengan menanyakan pertanyaan anehnya.

"Abzckzkjzfsttttzzz ...." Sahut Kenzie terpingkal diikuti semua siswa hingga membuat ruang kelas itu menjadi riuh.

"Kenzie, Ershan kalo kalian masih ribut silakan keluar sekarang!" Bela mengetuk meja menggunakan penggaris panjang hingga membuat semua siswa terdiam. 

"Eh eh Miss jangan gitu Miss, kalo Mrs. Bela ngusir kita dari kelas ini ntar kalo kita kangen sama Miss gimana?"

"Kenzie!"

"Eh iya, iya Miss becanda Miss maaf Miss sekarang saya akan diam." Kenzie memperagakan gerakan mulut di kunci menggunakan jemarinya.

"Mrs. Bela jangan galak-galak Miss ntar keriputnya nambah kan bahaya."

"Ershan kamu juga kamu saya keluarin sekarang juga!"

"Eh eh ampun Miss ampun saya becanda."

"Kalian berdua ini ya becanda aja, cepet selesaikan mencatat apa yang sudah saya catat di papan tulis." Bela mendelik dan berkacak pinggang kemudian kembali menyelesaikan pembelajaran.

"Siap Miss." Sahut Kenzie dan Ershan bersamaan dan suasana kelas kembali hening.

***

Gedebug ....

Terdengar suara debuman keras di anak tangga, semua siswa yang tadinya lalu lalang terhenti saat seseorang terlihat terjatuh di sana. Estefania mengangkat tubuhnya yang terjerembab di lantai dengan meringis menahan sakit. Lututnya berdarah akibat terpeleset saat menuruni tangga dan semua pasang mata kini memerhatikan dirinya. Sebagian dari mereka terkikik melihat bagaimana cara Estefania jatuh tadi.

Sial! Ia bisa menahan rasa sakit pada lututnya yang terluka tetapi sangat sulit untuk menahan malu saat ia terjatuh tadi. Mungkin karena dirinya sedikit mengantuk jadi ia tidak melihat jalan dengan benar tadi hingga ia terpeleset. Oke katakan lah hari ini hari sialnya, Estefania mengembuskan napas keras dan berdiri dengan pelan tetapi tiba-tiba saja tubuhnya terasa terhuyung dan menghantam dada bidang yang terasa kokoh.

"Noah," Pekik Estefania kaget mendapati dirinya sudah berada di gendongan lelaki itu, "kamu ngapain? Cepet turunin aku," lanjutnya kembali dengan sedikit meronta.

"Kaki kamu luka biar aku anterin ke UKS."

"Aku bisa sendiri cepet turunin aku." Estefania masih meronta. Ia menutup wajahnya dengan telapak tangan karena semua memperhatikan dirinya dan Noah. Sungguh kali ini Estefania merasa malu. Tetapi lelaki yang menggendongnya ini nampak biasa-biasa saja malah Noah menunjukkan tampang sok coolnya itu lagi yang membuat Estefania ingin muntah saja rasanya.

"Udah deh kamu diem aja." Ucap Noah final sembari memperbaiki posisi Estefania dalam gendongannya.

"Eh Eh Clarina lihat tuh." Gisa yang sedang menyeruput boba menepuk bahu Clarina dengan kencangnya.

"Duh apaan sih?!" Protes Clarina menepis tangan Gisa dari bahunya tanpa menoleh.

"Tuh liat ngapain si es the dingin di gendong sama Noah." Ucap Gisa dengan nada syok dan membuang minuman bobanya begitu saja ke tong sampah. Benar-benar pemandangan yang tak disangka-sangka! Clarina yang tadinya sibuk dengan ponsel di tangannya kini mendongak dan menatap marah pada mereka. Clarina meremas erat ponsel itu hingga jemarinya memutih.

"Hah, OMG bisa-bisanya si es teh dingin nyari perhatian Noah sampe kayak gitu." Jane ikut terperangah menangkap kejadian itu sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan.

"Shit!! Aku harus buat perhitungan sama tuh cewek kuper." Tanpa ba bi bu Clarina berjalan cepat mengikuti langkah Noah. Kali ini ia harus membereskan Estefania karena sudah berani mengambil miliknya.

"Clarina kamu mau kemana tungguin kita." Gisa dan Jane berteriak bersamaan dan berlari menyusul Clarina yang masih marah seperti banteng mengamuk.

"Cepet turunin aku!"

"Ternyata kamu orangnya ngga sabaran juga ya, nih aku turunin." Noah menurunkan tubuh Estefania dengan pelan di atas ranjang UKS. Ia berdiri masih menatap Estefania dalam diam. Estefania mengerutkan kedua alisnya menatap wajah Noah. Lama mereka saling menatap tanpa ada satupun yang ingin memulai percakapan. Keadaan menjadi begitu hening hingga beberapa menit kemudian Estefania mengalah dan mengeluarkan suaranya.

"Kamu ngapain masih di sini?" Tanya Estefania menaikkan kedua alisnya tetapi Noah tidak meresponnya. Lelaki itu malah sibuk mondar mandir mengambil sesuatu setelahnya Noah menarik kursi dan duduk di sisi ranjang.

"Siniin kaki kamu."

"Hah,"

"Sini aku obatin kaki kamu."

"Ngga usah." Tolak Estefania tetapi lelaki itu menarik satu kaki Estefania yang terluka dan melepaskan sepatunya kemudian meletakkan kaki Estefania di atas pahanya. Estefania berusaha menarik kakinya tetapi Noah mendelik dan memberikan tatapan memperingatkan hingga membuat Estefania mengurungkan niatnya.

Noah mulai membersihkan luka di lutut Estefania dan mengobati luka itu dengan pelan. Noah melakukan pekerjaannya dalam diam begitu pula Estefania tidak berniat membuka suara saat lelaki itu membalut lukanya.

Estefania malah menikmati pemandangan itu dengan fokus. Entahlah, Estefania merasa nyaman menatap wajah Noah dari jarak sedekat ini. Ternyata lelaki itu terlihat tampan juga saking fokusnya ia menatap wajah tampan Noah sampai-sampai Estefania lupa jika lututnya cidera.

"Gimana sudah puas ngeliat wajah aku." Noah selesai membalut luka Estefania dan balik menatap kedua manik Estefania.

Estefania yang ditatap seintens itu oleh Noah hanya menyengir memeperlihatkan deretan giginya yang rapi. Noah terdiam sebentar rasa, rasanya baru kali ini ia melihat ekapresi berbeda dari Estefania. Pertama gadis itu memperlihatkan ekspresinya ketika mereka meloncati tembok sekolah dan hari ini Noah iuga bisa melihat bagaimana Estefania meringis kesakitan karena terjatuh. Bahkan Noah mendapatkan bonus melihat raut malu-malu dari Estefania.

Biasanya gadis di hadapannya ini hanya menampilkan ekspresi dinginnya, bahkan tak jarang Estefania menampilkan wajah tanpa ekpresi sedikit pun. Tanpa sadar Noah ikut tersenyum melihat Estefania menyengir dan tangannya yang bebas bergerak mengelus puncak kepala gadis itu.

Primavera
Senin, 3 July 2023 🍀🌹





LOVE THE ICE QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang