BAGIAN SEPULUH

44 5 0
                                    

Haruna bertemu dengan Aksara pagi harinya, lelaki itu berdiri di dekar lift apartment. Ia tak bisa untuk tidak mengenal lelaki yang kini menatapnya. Dirinya melewati lift tersebut dan memilih untuk menggunakan tangga darurat.

Aksara yang melihat Haruna memilih tangga darurat hanya terkekeh pelan, kesal karena gadis itu benar-benar tidak berbicara apapun dengannya. Ia kira setelah kemarin—dimana dirinya memberikannya surat, novel, dan sandwich mereka akan baik-baik saja—dirinya dan Haruna akan kembali seperti sebelumnya. Nyatanya gadis itu semakin menghindarinya, bahkan terang-terangan gadis itu tidak ingin berbicara dengannya—jangankan berbicara bahkan menatapnya saja tidak.

Mau tak mau Aksara mengikuti Haruna dengan ikut menggunakan tanggal darurat. Aksara mengikutinya dengan pelan dan santai. Saat sudah di lobby apartment barulah Aksara hanya bisa menatap kepergian Haruna yang memilih menggunakan taxi.

Lelaki itu menuju mobilnya, cuaca hari ini agak mendung, jadi tidak ada salahnya memilih menggunakan mobilnya.

Di dalam taxi Haruna melihatnya—Aksara yang pergi menuju tempat lelaki itu biasanya memarkirkan kendaraannya. Haruna menghela nafasnya, Aksara pasti membacanya—lelaki itu pasti menerjemahkan apa yang ia tulis menggunakan tulisan jepang.

Haruna mendadak menyesal telah menuliskan kalimat itu, harusnya dirinya hanya mengucapkan terima kasih saja tidak ada kalimat pendukung lainnya, ia jadi terbawa perasaan saat membaca surat yang ditulis Aksara.

***

"Kita bakalan nggak belajar kalau ada festival sekolah, jadi setelah dari sekolah kita bisa nongkrong dulu. Lo ikut yuk, Na?" Ajak Luna. Wali kelas mereka baru saja memberitahukan bahwa mulai minggu ini sampai minggu depan mereka tidak akan ada pembelajaran karena ada kegiatan tahunan kelas tiga sebelum mereka melakukan ujian sekaligus ulang tahun sekolah.

Haruna mengangguk, "Boleh. Mau kemana?" Tanyanya.

"Palingan ngemall atau nggak nongkrong di cafe. Lagian kayaknya lo semenjak di Indonesia belum ada kemana-mana kan? Jadi sekarang kita jadi guide lo deh," Kata Caca semangat. Luna dan Elina hanya menggeleng pelan melihat bagaiman semangatnya Caca saat mereka akan pergi bersama.

Haruna tersenyum, "Iya, paling jauh sih ngemall untuk beli bahan makanan."

"Kalau lo emang mau keluar atau kemana gitu, lo bisa kok hubungin kita, biar lo nggak sendirian." Kata Elina ramah. Haruna mengangguk dan tersenyum, "Oke, nanti aku bakalan hubungin kalian deh."

Caca tersenyun kecil, "Lo bisa minta tolong juga sama Aksara, lo satu apartment kan sama dia?" Kata gadis itu menggoda temannya.

Haruna yang baru saja meminum jus jeruknya langsung tersedak mendengar ungkapan itu. "Ak–aku nggak sedeket itu sama dia." Kata gadis itu canggunng.

"Hahaha, santai, Na. Gue bercanda kok, tapi kalau emang lo deket juga nggak masalah, Aksara nggak buruk banget kok." Sahut Caca.

"Udah deh, Ca. Nggak usah dilanjut." Kata Elina tegas.

"Iya, jangan ditanggepin omongan Caca, Na." Kata Luna dengan matanya yang menatap kesel Caca—dan wanita yang ditatap itu hanya menjulurkan lidahnya-mengejek Luna.

Haruna menggeleng, "Nggak, kok. Nggak apa, lagian aku ngerti Caca bercanda."

"Tuh, Haruna aja ngerti. Lo berdua aja yang sensi kalau ngomongin Aksara. Lagian tentang kejadian itu bukan Aksara yang salah, jadi stop deh mikirin yang jelek tentang Aksara." Kata Caca santai dan tenang. Berbeda dengan Luna dan Elina yang mendadak diam dan tidak berbicara lagi. Haruna hanya menatap ketiganya bingung tentang apa maksud daru ucapan Caca.

Haruna memecahkan suasana aneh itu, "Aku mau ke toilet dulu ya, kalian langsung ke kelas aja." Kata gadis itu.

"Mau gue anter, Na?" Tanya Elina pelan.

Haruna menggeleng, "Nggak usah, aku sendiri aja. Jamnya juga udah mau habis kalian duluan aja." Kata gadis itu ramah.

Haruna meninggalkan kantin untuk toilet, ia memilih toilet dekat kantin yang tak jauh dari kelasnya. Matanya tak sengaja menatap mata lelaki yang sedang ia hindari—dan sialnya lelaki itu sedang menatapnya, dengan cepat dirinya mengalihkan tatapannya serta berlari kecil untuk masuk ke dalam toilet.

"Tch, kenapa harus ada adegan nggak sengaja tatapan kaya gitu sih." Gumamnya pelan.

"Lagian aneh banget, kerasa banget canggungnya sekarang." Gumamnya lagi.

Haruna keluar dari toilet tidak lama setelah bel masuk kelas berbunyi, gadis itu melangkah dengan cepat sebelum dirinya tak sengaja menabrak punggung seseorang yang baru saja keluar dari kelas lain dan membuat dirinya terjatuh—tentu bukan dirinya yang salah karena seseorang ini yang tidak melihatnya dan berjalan mundur keluar dari kelasnya—dari sana sudah terlihat bahwa seseorang itu yang salah dan aneh.

"Sorry," Kata seseorang itu.

"Oh, ya. Nggak apa," Kata Haruna sedikit kesal dan meringis. Seseorang itu langsung mengulurkan tangannya untuk membantu dirinya berdiri—untungnya lorong kelas sudah sepi karena sudah waktunya untuk memulai pelajaran selanjutnya.

"Lo beneran nggak apa?"

"Iya, nggak apa kok."

Seseorang itu penatapnya sebentar. "Lo murid pertukarang pelajar?" Tanyanya.

Haruna mengangguk. "Iya. Aku permisi dulu ya, udah jam pelajaran." Kata gadis itu cepat dan ingin melarikan diri dari sosok lelaki yang kini berada di hadapannya.

"Oh iya, lagi sekali maaf ya." Kata lelaki itu ramah. Haruna hanya mengangguk dan meninggalkan lelaki itu.

Haruna sampai di kelasnya bersamaan dengan wali kelasnya. "Dari mana Haruna?" Tanya Bu Suci.

"Dari toilet, Bu."

"Oh ya sudah, kamu duduk di bangkumu."

Haruna mengangguk dan langsung berjalan kearah bangkunya. "Kok lama?" Tanya Elina berbisik.

Haruna mengangguk dengan wajah cemberutnya. "Iya tadi nggak sengajak nabrak orang, terus akunya jatuh." Kata gadis itu mengeluh seperti anak kecil.

"Terus lo nggak kenapa?" Tanya Elina khawatir.

Haruna menggeleng, "Nggak apa, cuman masih agak ngilu itunya."

Elina tersenyum kecil, ia tahu maksudnya. "Nabrak siapa?" Tanya Elina lagi.

Haruna mengedikan bahunya, "Nggak tahu, aku kan nggak tahu siapa, Na." Kata gadis itu polos.

Kini Elina yang merasa bersalah mendengar itu, "Lewat kelas Bahasa tadi?"

"Heemm,, nggak lewat kelas Sosial."

"Sosial depan lapangan?"

Haruna mengangguk, "Iya, pintunya yang beda sendiri."

"Sosial-2 berarti. Yang lo tabrak badannya tinggi nggak? Se-Aksara?"

"Kayaknya iya, aku nggak memperhatiin."

"Tch, lo selalu berurusan sama orang yang nggak seharusnya lo berurusan sama dia." Kata Elina pelan.

Haruna menatap Elina bingung, "Err,, lagian ini cuman nggak sengaja nyenggol kok dan jugaan nggak bakalan ketemu lagi."

Elina menghembuskan nafasnya pelan, "Iya, semoga satu tahun lo ini bener-bener nggak ribet ya, Na."

THE END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang