5. Sadar

1K 93 0
                                    

Saat Jiwoong membuka mata, hal yang pertama disadarinya adalah kepalanya masih pening.

Baru setelahnya Jiwoong menyadari dia terbangun di rumah sakit--dia tahu dari aroma disinfektan yang kuat.

"Hyung! Hyung sadar?"

Jiwoong mendengar suara Gunwook lebih dulu, baru kemudian wajah lelahnya terlihat.

"Kau baik-baik saja?"

Gunwook menggigit bibir menahan air mata yang mendesak keluar.

"Hyung yang terbaring di sana, kenapa malah menanyakan keadaanku?" ujar Gunwook dengan nada kesal, padahal jelas-jelas dia khawatir.

Jiwoong tertawa kecil, lantas menyesal karena pinggangnya agak sakit.

"Semua orang mengkhawatirkan Hyung dan ingin berada di sini menemani Hyung, tapi itu tidak mungkin. Hyung mengerti, kan? Jadi jangan kecewa karena hanya ada aku di sini."

"Terima kasih sudah menemani Hyung. Kau belum tidur ya? Lelah sekali kelihatannya."

"Bagaimana aku bisa tidur? Aku merasa sangat bersalah. Padahal aku tepat di depan Hyung tapi aku bahkan tidak sadar kalau Hyung jatuh."

"Hei, itu bukan salahmu."

"Seharusnya aku memegang tanganmu erat-erat, Hyung."

"Gunwook-ah, kau tahu Hyung tidak menyalahkanmu. Jadi jangan berani menyalahkan diri sendiri."

Hari itu Gunwook merasa jauh lebih dekat lagi dengan Jiwoong.

Karena terlalu senang Jiwoong sadar, Gunwook jadi lupa untuk memberi kabar pada teman-temannya. Padahal dia janji untuk langsung menelepon begitu ada kabar tentang Jiwoong.

Jadi begitu dia ingat, Gunwook langsung menelepon Hanbin.

"Hanbin Hyung bilang kalau diberi izin besok pagi mereka ke sini."

"Semua baik-baik saja, kan?"

"Kaki Yujin sempat keram tapi dia juga sudah dapat penanganan dari dokter. Selain itu, semua baik-baik saja."

"Syukurlah kalau begitu."

Kemudian pintu kamar rawat Jiwoong dibuka, seorang staff perempuan membawa makanan, snack dan juga minuman untuk Gunwook.

Melihat Jiwoong sudah sadar, staff itu juga menarik napas lega.

"Kalau kalian perlu sesuatu bilang saja. Kami ada di lobby."

Jiwoong dan Gunwook mengucapkan terima kasih lalu mereka kembali ditinggal berdua.

"Gunwook-ah, makan makananmu lalu tidur. Kau pasti sangat lelah."

"Hyung, aku akan tidur kalau aku mau. Sebenarnya yang sakit aku atau Hyung? Kenapa Hyung lebih cerewet?"

Jiwoong berdecak, tangannya terulur siap memukul lengan Gunwook.

Tentu saja Gunwook menghindar dan Jiwoong tidak bisa apa-apa karena terbaring di ranjang pesakitan.

Malam itu akhirnya malah Jiwoong yang tidur lebih dulu. Sebenarnya mungkin dia yang lebih lelah.

Karena tidak mendapat izin menjemput Jiwoong, anak-anak menunggu dengan sabar di asrama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karena tidak mendapat izin menjemput Jiwoong, anak-anak menunggu dengan sabar di asrama.

Sekitar jam 10 pagi, Jiwoong akhirnya sampai di asrama bersama Gunwook dan manager utama ZB1, Rieul.

Pintu dibuka dan Jiwoong diserbu oleh pelukan hangat. Kalau boleh jujur pinggang dan dadanya sakit.

Jiwoong tidak bilang, dia biarkan saja adik-adiknya ini memeluknya lalu menyeretnya ke sofa di ruang tengah. Dia paham mereka pasti khawatir.

Mereka mereview kembali pengalaman tak terlupakan kemarin, bertanya apa yang terjadi pada Jiwoong.

"Yujin menangis paling keras," adu Gyuvin.

"Bohong!"

Yujin menolak jadi bahan ledekan padahal semua orang sudah lihat sendiri bagaimana dia menangis tersedu-sedu kemarin.

Pipi Yujin memerah, bahkan telinganya juga, semua orang tertawa. Semua kecuali Matthew yang senyumnya tampak tidak lepas seperti biasa.

"Matthew? Kenapa diam saja?"

Pertanyaan Jiwoong membuat semua mata tertuju pada Matthew. Diam sendirian di ujung sofa.

Tidak ada yang tahu. Sebenarnya dia juga memendam rasa bersalah sebab saat teman-temannya kesulitan dan bahkan Jiwoong juga Yujin harus dibawa ke rumah sakit, dirinya tidak menghadapi banyak kesulitan, dialah yang paling pertama masuk ke van dengan selamat karena berada paling depan dengan kawalan banyak staff.

Karena Matthew tidak menjawab, maka Jiwoong berinisiatif bangun dari sofa dan menghampiri Matthew. Saat kedua orang ini berhadapan, Matthew tidak berpikir Jiwoong akan memeluknya dan mengusap rambutnya.

"Tidak apa-apa. Semua sudah berlalu," ujar Jiwoong seolah mengerti isi kepala Matthew.

Tanpa bisa ditahan, airmata Matthew keluar.

Rasanya seperti beban di pundaknya seolah tiba-tiba menguap.

"Aigoo~ Kau menangis seperti bayi."

Jiwoong tertawa gemas dan yang lain ikut tertawa.

Semua bernapas lega karena rasanya mimpi buruk kemarin benar-benar sudah berakhir.

Pull Through - Jiwoong ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang