🌻 Bagian 19

706 84 5
                                    

Selamat membaca guys ( ^▽^)
.
.
.
Tandai jika ada typo ya >_<
.
.
.
Sarannya juga boleh 😉👍
.
.
.

Di suatu tempat, seseorang terbaring di atas tempat tidurnya dengan mata yang terpejam erat. Seorang laki-laki dengan pakaian pelayan yang sudah meletakkan sebuah suntik, tersenyum tipis menatap ke arah tempat tidur.

"Selamat tidur, tuan."

Ia pun beranjak keluar dari ruangan itu sambil membawa nampan besi yang membawa beberapa suntik yang sudah di pakai.

Laki-laki itu mengambil sebuah pisau yang ada di dapur, melihat mata pisau yang berkilau indah di bawah lampu.

Setelah itu, ia melanjutkan langkahnya pada sudut rumah, tepatnya pada sebuah rak buku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah itu, ia melanjutkan langkahnya pada sudut rumah, tepatnya pada sebuah rak buku. Tangannya pun menyentuh salah satu buku dan otomatis rak di depannya terbuka, menampilkan sebuah lorong yang menuju bawah tanah.

Rak itu kembali tertutup seperti semula saat laki-laki itu masuk. Di dalam, beberapa lampu menyala di sisi lorong sebagai penerangan. Semakin ia masuk, penerangan pun semakin redup, terdapat semacam penjara kecil di sana dan samar bau besi mulai masuk kedalam indra penciuman.

Membuat ia itu menyeringai senang sambil membasahi kedua belah bibirnya dengan lidah.

Ah, ia jadi tidak sabar.

Langkahnya pun berhenti di depan pintu besi, mengangkat pisau yang ada di bawa tadi dan tangannya satu lagi bergerak membuka pintu itu. Ia segera masuk ke dalam, saat pintu kembali di tutup, terlihat seorang anak kecil yang berada di kursi dengan keadaan tidak sadarkan diri.

________■□■________

Arsha meletakkan kedua tangannya pada kaca jendela mobil, mata bulatnya tertuju pada sekelompok anak-anak sepantaran nya tengah bergandengan tangan memasuki gerbang sekolah.

Zeyran yang sedang melihat ponselnya, menoleh pada sang adik, penasaran dengan yang di lihat Arsha, ketika ia tidak bergerak seperti patung.

Sang abang pun melihat ke luar, tidak lama  bibirnya membentuk senyum tipis. Kali ini ia akan mengamati dan tidak akan bertanya terlebih dahulu pada Arsha. Zeyran ingin adiknya memberanikan diri bertanya secara langsung tentang apa yang ada di pikirannya.

Sehingga ia berani bersuara dan tidak ada pancingan dulu agar keinginannya terpenuhi.

________■□■________

Tubuh kecilnya bergerak pelan saat cahaya dari sang mentari menerpa wajah. Kelopak mata dengan bulu mata yang sedikit lentik itu perlahan terbuka, menampilkan bola mata yang jernih.

Suddenly Become a BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang