Bab 19

125 10 3
                                    

Jangan lupa tinggalkan bintangnya.


.
.
.
.
.
.
.
.
.

Hari ini berbeda, jennie kini berada di kantor polisi bersama jisoo. Tenang, mereka gak melakukan tindakan kriminal.

Bukan tanpa alasan mereka berada di sana. Tadi pagi, jennie dan jisoo berada di pasar. Tetapi tiba tiba ada seorang maling yang mengambil dompet jennie. Jennie tentu saja panik dan jisoo juga ikut panik dan langsung mengejar maling itu.

Beberapa orang juga ikut mengejar maling itu bersama jisoo. Namun nihil, ternyata maling itu sudah lebih cepat menghilang sebelum mereka tangkap. Akhirnya jisoo datang ke kantor polisi untuk melaporkan kejadian.

Setelah selesai mereka di suruh menunggu beberapa menit disana. Sembari menunggu mata tajam jennie tidak sengaja melihat poster seorang anak kecil yang menghilang.

Jennie melihat nama anak kecil itu beserta fotonya. Tiba tiba jennie merasa dejavu. Jennie menatap sendu pada poster itu, dan semua yang jennie lakukan tidak luput dari amatan jisoo.

Beberapa menit kemudian akhirnya mereka bisa pulang kembali. Jisoo menggenggam tangan jennie dengan lembut kemudian menatap jennie yang juga menatapnya.

Jennie membuang tatapannya, kini menatap jalanan yang terlihat sejuk dengan banyak tanaman di pinggir pinggir jalan.

"Jangan merasa sendiri jennie. Ada kakak disini. Ceritakan yang menjadi beban untukmu, aku siap untuk menjadi pendengarmu." Kata jisoo tiba tiba.

Jennie terdiam. Jennie ingin menceritakan ke rinduannya pada ke dua anak kecil yang duli ia tinggalkan. Namun jennie takut membuat jisoo juga merasa kesedihan. Jennie tidak mau senyuman jisoo kembali hilang.

"Jen, jangan terlalu sering memikirkan orang lain. Terkadang, kau terlalu sibuk memikirkan orang lain tanpa memikirkan diri sendiri. Aku tidak mau itu akan menjadi beban pikiran untuk dirimu. Jangan terus di pendam, ceritakan lah padaku jen." Lanjut jisoo yang membuat jennie berhenti berjalan.

Jisoo yang merasa jennie tertinggal. Langsung menatap gadis bermata kucing itu. Jennie menatap jisoo dengan matanya yang mulai berubah sendu. Air matanya siap untuk keluar tanpa bisa ia cegah.

Jennie memeluk tubuh jisoo dengan erat. Jisoo terkejut, kemudian ia juga membalas pelukan itu dengan lembut.

Sedangkan jennie kini mulai menangis dengan keras mengeluarkan semua tangisan yang ia pendam sendiri. Benar, jennie tidak bisa selalu memendam perasaannya.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Eoh? Kenapa tidak mengabariku jika kalian akan datang kesini?" Tanya seorang wanita dengan terkejut saat tahu bahwa ke dua keponakannya yang tinggal sangat jauh darinya kini datang ke indonesia, entah apa tujuannya.

"Maaf bi, kami tadi buru buru. Jadi lupa untuk mengabari." Jawab seorang gadis manis. Wanita tadi yang di panggil bibi oleh ke dua anak itu pun hanya tersenyum maklum.

Mereka kemudian memasuki rumah bibi. Gadis manis tadi langsung pamit ke kamarnya, di susul seorang remaja laki laki yang merupakan abang dari gadis tadi.

Sedangkan bibi hanya bisa menghela nafas melihat sikap ke dua saudara itu. Terkadang dirinya kasian dengan nasip ke dua anak itu, namun dirinya bisa apa? Setelah kejadian dua anak itu yang menghilang secara tiba tiba lalu kembali dengan tiba tiba juga membuat ia merasa curiga. Namun ia tidak bisa melakukan apapun.

"Semoga kalian selalu baik baik saja."



.
.

.
.
.
.
.

.

.
.

Hari ini sudah memasuki awal bulan. Seperti kebanyakan orang, jisoo juga pergi berbelanja cemilan di minimarket untuk mengisi stok cemilan yang sudah menipis di apartnya.

Saat ia memasuki minimarket langganannya, ia langsung di sapa oleh temannya. Tidak, maksudnya teman jennie dulu. Gadis ber poni bernama lisa yang merupakan teman kantor jennie dulu itu kini juga sedang berbelanja di minimarket itu.

"Eonnie!! Bagaimana kabarmu? Aku sangat merindukanmu, apa lagi pada gadis bermata kucing itu." Katanya dengan semangat, membuat jisoo jadi tersenyum.

"Aku baik lisa-ya. Jika kau merindukan jennie, kau bisa ke apart kami. Pintu apartku selalu terbuka untukmu." Kata jisoo dengan lembut membuat senyum lisa kini semakin melebar.

Lisa senang dengan sikap jisoo yang selalu memberikan aura positif pada setiap orang, dan juga tidak pernah berubah. Dari dulu sampai sekarang jisoo ternyata tidak berubah pikir lisaa.

"Boleh kah? Kalau begitu, jika aku tidak sibuk maka aku akan pergi kesana besok. Bisakan?" Tanya lisa yang langsung mendapat anggukan setuju oleh jisoo.

Lisa kemudian ber pamitan karna ia harus segera pulang ke rumahnya. Sedangkan jisoo kini mulai ber belanja beberapa camilan.

Saat sedang memilih camilan, jisoo di kejutkan dengan tepukan di bahunya dari belakang. Jisoo langsung menoleh ke belakang dengan bingung.

Seorang remaja laki laki ternyata. "Maaaf, apakah kita saling mengenal?" Tanya jisoo ragu. Jisoo merasa pernah mengenal remaja di depannya, namun ia merasa asing dengan wajah remaja itu. Namun ada rasa nyaman yang dulu pernah jisoo rasakan kini kembali.

Jisoo yakin ia pernah bertemu dengan remaja itu, namun dimana? Jisoo tidak bisa mengingatnya.

























"Bunda, ini aku."



.
.
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.
.

BRAK~

Jennie terkejut saat mendengar suara pintu yang tertutup dengan keras. Dengan cepat, jennie langsung ber lari ke pintu untuk melihat apa yang terjadi.

Di depan pintu, ada jisoo yang terlihat tidak baik?. Wajah cantik jisoo kini tampak pucat dengan bahu yang kini mulai ber getar. Matanya juga, sembab seperti orang yang habis menangis.

Jennie langsung menghampiri jisoo kemudian memeluk tubuh sang kakak dengan lembut dan erat. Walaupun tidam tahu apa yang terjadi, setidaknya jennie bisa menyimpulkan bahwa sang kakak tidak baik baik saja.

Jennie membantu jisoo ber jalan menuju kamar mereka. Terlihat jisoo yang bahkan ke sulitan berjalan. Kini pikiran buruk mulai menghantui pikiran jennie.

Jennie ingin menanyakan tentang perihal yang terjadi tadi, tapi ia tidak mau sang kakak terbebani. Apa lagi sekarang jisoo sedang tidak baik baik saja.

Jennie juga memegang dahi sang kakak, dan ternyata panas. Jisoo sepertinya demam dan itu semakin membuat jennie khawatir.

"Apa yang terjadi kak?"


.
.

.
.
.
.
.
.

.
.

.

.
.
.
.
.
.
.
.

"Habis darimana kamu?" Tanya bibi melihat keponakan laki lakinya yang baru pulang dan terlihat lesuh.

Keponakannya itu tidak menjawab, remaja itu lebih memilih langsung masuk ke kamarnya dengan membanting pintu.

Sang bibi hanya bisa mengeleng gelengkan kepalanya tidak paham melihat sikap aneh sang keponakan. Tidak lama keponakan gadisnya datang dari arah dapur membawa snack di tangannya.


"Yuna, coba tanya sama abangmu, tadi bibi lihat dia terlihat murung habis pergi keluar."

.
.
.
.
.
.
.jangan lupa vote.

BUNDA DAN MAMA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang