Happy reading!
.
.
.
Disclaimer : Naruto belongs to Masashi Kishimoto
Pairing : SasuFemNaru
Rated : M
Warning : Gender switch, OC, OOC, typo (s)
Genre : Fantasy, romance, angst
Two Kingdoms
Bab 10. Tentang Rasa
By : Fuyutsuki Hikari
.
.
.
Sasuke menghabiskan botol anggurnya yang terakhir sebelum membaringkan tubuh di atas ranjang. Membawa satu tangan ke atas mata, perlahan kelopak matanya dipejamkan erat. Mabuk, hanya cara itu yang bisa membuat Sasuke melupakan kesedihan dan penyesalannya dan jatuh tertidur. Hanya dengan cara itu dia bisa mendapatkan waktu tidur walau hanya dua atau tiga jam setiap malamnya.
Saat ingin mengingat Naruto, dia akan terjaga sepanjang malam, mengerjakan pekerjaan dan menulis siasat perang serta laporan untuk dikirim ke Istana Kerajaan Petir.
Setelah mendapat laporan mengenai kematian Naruto, pangeran kedua tidak pernah membantah perintah perang yang diberikan oleh raja sekaligus ayahnya. Sasuke akan dengan senang hati melaksanakan perintah raja bukan untuk menyenangkan hati ayah kandungnya, tapi untuk membuatnya lupa akan fakta jika wanita uang dicintainya sudah tiada.
Sasuke tidak pernah mengira jika dirinya akan sehancur ini karena seorang wanita. Dia tidak mengira akan sesakit ini seteah ditinggal pergi oleh seseorang yang dicintainya.
Selama ini ia berpikir jika cinta hanya sebuah omong kosong, tapi ternyata hal itu hanyalah penyangkalan Sasuke atas rasa yang disimpannya untuk Naruto selama belasan tahun.
Menghela napas panjang, kedua kelopak matanya terbuka lebar. Malam ini udara terasa sangat dingin, menusuk. Anggur ternyata tidak bisa membuat Sasuke mengantuk, malam ini.
Meloncat turun dari atas ranjang, Sasuke berjalan ke meja kerja lalu membuka gulungan peta wilayah Kerajaan Angin. Suara pria itu terdengar menggema saat memerintahkan prajurit penjaga pintu tendanya untuk memanggil beberapa orang yang namanya Sasuke sebut.
Tidak lama berselang, tiga orang jenderal datang menghadap. Deidara datang paling akhir dari ketiganya. Wajah Deidara terlihat kusut, kurang tidur.
"Kita akan menyerang wilayah Kerajaan Petir," ucap Sasuke tiba-tiba. Penuturan pangeran kedua berhasil membuat rasa kantuk Deidara menghilang sepenuhnya.
"Kerajaan Petir?" beo Deidara. "Pangeran Kedua, yang anda maksud benar-benar Kerajaan Petir?" tanyanya, seperti ingin meyakinkan indra pendengarannya.
Sasuke mengernyit. Ekspresinya terlihat sangat dingin. "Apa ada masalah?"
Dengan cepat Deidara menggelengkan kepala. Rasanya menakutkan saat ditatap dingin oleh pangeran kedua. Nyawanya seperti dicabut paksa. "Tentu saja tidak ada masalah." Ia mengakhiri ucapannya dengan senyum kaku lalu berdeham. "Jadi, kapan kita akan menyerang mereka?"
"Sebelum tahun baru," putus Sasuke, mengejutkan ketiga jenderalnya.
.
.
.
Perubahan pergerakan pasukan yang dipimpin oleh Sasuke mengejutkan banyak orang. Untuk sementara, mereka yang berada di wilayah Kerajaan Air bisa bernapas lega karena pasukan Kerajaan Petir bergerak menuju perbatasan wilayah Kerajaan Angin.
Berita itu menyebar cepat hingga terdengar oleh telinga Naruto dan penduduk desa. Walau berada di pedalaman, tidak menutup kemungkinan jika pasukan Kerajaan Petir akan memotong, melewati wilayah perairan mereka untuk tiba lebih cepat di perbatasan Kerajaan Angin. Itu berarti penduduk desa tidak bisa berlayar untuk mencari ikan selama perang berlangsung.
Kekhawatiran menyebar cepat. Tidak sedikit dari penduduk desa yang memutuskan untuk pergi ke wilayah lain demi menyelamatkan diri. Berbondong-bondong mereka meninggalkan desa dengan membawa harta untuk bertahan dan memulai hidup di wilayah baru.
Melepas napas panjang, Naruto menoleh ke sisi jendela yang terbuka. Chiyo duduk tenang di sana, menatap jauh ke luar jendela. Salju turun tidak terlalu deras, membuat langit dan bumi diselimuti oleh titik-titik putih.
Udara terasa lebih hangat saat salju turun. Bergerak, Neruto mengambil sebuah selimut dari lemari kayu untuk disampirkannya ke punggung Chiyo. "Nenek, kau bisa sakit jika terus duduk di sisi jendela seperti ini."
Naruto masih berdiri, melenturkan tubuh lalu bergerak, menutup jendela. "Aku akan menyiapkan sup pir untuk Nenek minum," ucapnya sembari merapatkan selimut yang tersampir di pundak Chiyo. "Batuk Nenek semakin parah belakangan ini."
Chiyo menepuk-nepuk pelan punggung tangan Naruto yang berada di pundaknya. "Nenekmu ini sudah tua jadi wajar jika sering sakit. Kau jangan terlalu cemas!"
"Tidak bisa begitu."
Chiyo tidak langsung menjawab. Ekspresi wanita tua itu terlihat resah. Melihat langit yang gelap, suasana hatinya semakin mendung. Ia mengangkat satu telapak tangan yang langsung digenggam oleh Naruto. Yang lebih muda kini duduk di samping Chiyo. Arah pandangannya mengikuti yang lebih tua. "Jika pasukan Kerajaan Petir benar melewati wilayah perairan kita, kau mungkin harus naik gunung untuk berburu atau pergi ke sungai untuk mencari ikan."
Penuturan Chiyo membuat Naruto tersenyum. Ternyata neneknya tengah mengkhawatirkannya?
"Lalu apa masalahnya? Kenapa Nenek harus mengkhawatirkan hal itu?" Naruto bertanya dengan suara lembut. Menyandarkan kepala di pundak Chiyo, ia lanjut bicara. "Aku sangat kuat. Berburu ke dalam hutam bukan hal sulit untukku."
"Tetap saja, kau seorang wanita." Chiyo melepas napas panjang. Selama setengah hidupnya, ia sudah menyaksikan banyak perang dan kehilangan orang-orang penting dalam hidupnya. Karena alasan itu juga ia memilih untuk tinggal di tempat terpencil, berharap hal itu bisa menenangkan pikirannya dan memulai lembaran baru. Namun, kini perang sudah terlihat di depan mata. Chiyo tahu hal ini cepat lambat akan tiba, tapi ternyata dirinya masih belum siap. "Andai saja kakakmu masih hidup atau kesehatanku masih prima, kau tidak perlu bekerja seberat ini."
"Nek, walau seorang wanita, aku tidak lemah." Naruto berusaha menenangkan pikiran Chiyo. Belakangan ini kondisi Chiyo terus menurun hingga membuat Naruto cemas luar biasa. Ia mengangkat kedua tangannya dan memperlihatkan otot yang menonjol di sana. "Aku bisa melakukan pekerjaan pria, walau tidak semua," kekehnya. "Jadi tolong jangan cemas. Yang perlu kau pikirkan saat ini hanya kondisi kesehatanmu!"
Chiyo terdiam seribu bahasa sebelum bicara. "Nak, tetap saja kita harus bersiap untuk hal terburuk," ucapnya terdengar sangat serius. "Perang tidak pernah mudah. Perang selalu membawa kesengsaraan bersamanya. Tidak jarang memakan korban orang-orang yang tidak berdosa. Walau gubuk ini berada jauh dari jalan utama, tetap saja kemungkinan mereka menemukan tempat ini masih ada. Karena itu, kau harus mengawasi hilir sungai setiap hari. Apa kau bisa melakukannya?"
Naruto menganggukkan kepala. "Aku bisa melakukannya," ucapnya sembari menepuk dada.
.
.
.
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Two Kingdoms - SasuFemNaru Fanfiction
FanfictionNaruto tidak pernah bermimpi dirinya akan dicintai atau mencintai. Namun, saat hatinya berlabuh, ia menambatkannya kepada Sasuke ... seorang pangeran dari kerajaan musuh. Keduanya ditakdirkan bertemu, jatuh cinta, tapi takdir lagi-lagi mempermainkan...