SA : 03

420 65 1
                                    

Jennie meneguk air di cangkir itu sampai habis. Ia melirik tas belanja yang ia letakkan di samping kulkas kemarin.

Ah, benar. Itu adalah hadiah ulang tahun untuk Joy.

Jennie tak ingat untuk memberikannya tadi malam karena Wonwoo mengajaknya keluar sebelum mendatangi apartemen Joy untuk membeli hadiah.

Melihat sebuah kalung cantik di toko tersebut, akhirnya Jennie membeli kalung tersebut dan langsung memberikannya pada Joy. Sehingga, ia lupa memberikan hadiah yang sudah ia beli sejak bulan lalu itu.

Karena sahabatnya itu sangat menyukai kopi, Jennie memutuskan untuk memberikan alat pembuat kopi otomatis di hari ulang tahunnya. Jennie tak ingin sahabatnya itu terlalu sering keluar malam hari hanya untuk membeli secangkir kopi.

"Dia kemana sih?"

Sudah hampir sepuluh menit berlalu sejak ia berdiri di depan pintu unit Joy. Jennie membuka ponselnya, tetapi gadis itu tak kunjung menjawab panggilan darinya.

Jennie meletakkan hadiahnya di dekat pintu, ia berbalik untuk menghubungi satu persatu temannya. Tetapi, tak ada satupun dari mereka yang mengetahui keberadaan Joy.

Pasalnya gadis itu jarang sekali berjalan-jalan, karena ia banyak menghabiskan waktu untuk berdiam di kamarnya.

Jennie melirik arloji di tangannya, pukul sembilan pagi. Pada akhirnya, ia memutuskan untuk menunggu beberapa menit lagi.

Namun tiba-tiba, muncul segerombolan pria berseragam dari lift yang letaknya tak jauh dari unit Joy.

Segerombolan pria berseragam itu mendorong paksa Jennie agar menjauh dari unit Joy.

"Lo gapapa?"

Maniknya menangkap keberadaan Rowoon, lantas Jennie menggeleng. "Ada apa?" tanyanya kemudian.

Pintu apartemen Joy akhirnya terbuka. Jennie segera melangkah dan mengintip apa yang terjadi di dalam sana.

Ia menutup mulutnya, tubuhnya gemetar hebat saat melihat Joy yang menggantung diri di dalam apartemennya - dengan darah yang masih mengalir di sekitar lehernya.




°°°°°




Jennie menerima segelas air yang diberikan Rowoon, kemudian menatapnya kosong. Sesekali, ia menyeka cairan yang tak kunjung berhenti keluar dari matanya.

"Gue bakal dapetin pelakunya, sesegera mungkin." ucap Rowoon yang duduk di samping Jennie, berusaha menenangkan gadis itu.

Melihat Jennie yang terus diam, lantas Rowoon kembali bertanya, "Lo ga ada kelas?"

Akhirnya, lamunan Jennie buyar. Gadis itu menghela nafas sejenak sebelum menimpali pertanyaan sang sahabat, "Nanti siang." jawabnya, kemudian tersenyum kecil.

"Perlu gue anter?"

"Jennie!"

Jennie menoleh begitu mendengar namanya dipanggil. Ia menemukan Chungha dan Sana yang sedang berlarian ke arahnya.

"Joy kenapa? Dia baik-baik aja, 'kan?" tanya Chungha dengan nafas yang masih memburu. Pandangannya kemudian terkunci pada seseorang yang tergeletak di atas lantai dengan ditutupi sebuah kain putih.

"Jen, itu ga mungkin Joy, 'kan? Dia orang lain, 'kan?" tanya Sana dengan suara bergetar, gadis itu mulai mengeluarkan air mata.

Jennie bangkit dari duduknya, ia menaruh cangkir di tangannya. Dengan segera, Jennie merangkul kedua sahabatnya itu.

Setelah cukup tenang, lantas Jennie melepas rangkulan itu dan menatap keduanya bergantian. "Momo mana?"

"Sejak semalem, ponselnya susah dihubungi." ucap Sana sembari membuka ponselnya, "Gue coba telpon lagi." lanjutnya kemudian berjalan menjauh untuk mencoba menghubungi Momo.

"Dia ngga balik ke unitnya. Apa mungkin..?"

"Ngga mungkin, sama sekali." kata Rowoon tegas pada Chungha. Menyadari nada bicaranya yang keras, Rowoon menghela nafas kasar, "Sorry, Chungha. Gue ngga bermaksud."

Chungha melayangkan tatapan bingung ke arah Jennie, seolah bertanya apa yang terjadi pada Rowoon. Namun gadis itu malah mengedikkan bahunya, membuat Chungha semakin kebingungan.

"Gue keluar dulu." ucap Rowoon, kemudian menghilang begitu saja dari balik pintu apartemen Joy.


°°°°°






"Gue bukan pelakunya!"

"Terus, siapa yang bunuh Joy?!"

"Yang pasti, bukan kita."

Pria itu memukul dinding kamarnya berulang kali. Ia mengambil vas bunga yang ada di atas meja belajarnya, lalu melemparkannya pada tembok hingga hancur tak bersisa.

"Lo tenang dulu! Inget, fokus sama tujuan awal."

"Fokus?" Pria itu berjalan mendekati sang rekan, kemudian mencengkram kerah kemejanya dengan kuat, "Lo serius? Temen lo baru aja meninggal. Lebih baik, kita batalin semua rencananya."

"Kita harus ngelanjutin rencana ini, kalo ngga mau kehilangan lebih banyak orang lagi."

"Lo gila, jangan egois."

"Jangan pura-pura ngga tau. Agen rahasia udah makan banyak korban, bahkan sejak awal mereka berdiri. Selama ini lo diem karena yang jadi korban bukan orang-orang terdekat lo, tapi sekarang? Kenapa baru protes sekarang?"

"Lo tau? Joy ngga bersalah."

"Orang-orang itu juga ngga ngelakuin hal yang ngerugiin kita, tapi mereka dibunuh. Kita dibayar buat bunuh mereka, itu permasalahan utamanya."

Pria itu melepaskan cengkeramannya, kemudian membanting dirinya ke atas ranjang. "Anjing, bajingan."

"Sebentar lagi, rencana kita bakal berhasil. Kita punya petunjuk baru, satu petunjuk baru yang jelas. Pelakunya, masih satu apartemen sama Joy."

[✓] Secret AgentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang