Jennie membuka matanya perlahan, mencoba menetralkan penglihatannya. Ia mengedarkan pandangan, aroma obat-obatan mulai menusuk indra penciumannya.
Tangannya bergerak menuju nakas di samping ranjangnya untuk mengambil ponsel, pukul duabelas siang. Otaknya kembali memutar kejadian yang terjadi tadi malam.
Kali ini Jennie yakin, salah satu dari mereka pastilah pelakunya. Atau mungkin, keduanya?
Jennie terlonjak saat pintu ruang inapnya tiba-tiba dibuka dengan sangat kencang, lantas ia mengelus dada, "YERIN, SIALAN!"
Yerin tak menggubris, gadis itu segera menghampiri Jennie dan mendekapnya erat. Gadis itu menangis tersedu.
Jennie mengernyit bingung. Ia mengelus pundak Yerin untuk mencoba menenangkannya, "Lo kenapa, anjir? Gue gapapa, sumpah."
Beberapa menit berlalu, Yerin menjauhkan tubuhnya dan menatap Jennie, "Bisa ga sih lo nurut sama Wonwoo? Ini demi kebaikan lo juga, Jen."
"Yerin.. gue-,"
"Gue juga awalnya gitu, Jen. Gue diem-diem nyelidikin tentang kasus ini. Dan tiap gue nemu satu bukti tentang mereka, gue pasti langsung diteror, ga peduli bukti itu bener atau ngga. Sampe akhirnya, penyelidikan gue ketahuan sama Rowoon. Dia nyuruh gue buat berhenti. Tapi gue tetep kekeh dan ngelanjutin penyelidikan gue, pastinya tanpa sepengetahuan dia. Beberapa hari kemudian, gue tiba-tiba diculik dan pingsan. Pas sadar, kaki gue lemes, Jen. Gue tiba-tiba ada di atas gedung yang sama sekali asing di mata gue." Yerin menghela nafas panjang, kemudian kembali melanjutkan ucapannya, "Salah satu langkah aja, gue mungkin udah ga ada sekarang, Jen. Dan, lo tau siapa orang yang nyelametin gue? Rowoon sama Wonwoo. Jadi, gue mohon banget sama lo. Jangan gegabah."
Jennie masih diam, menatap sahabatnya lekat. Ia benar-benar merasa bersalah telah mencurigai Yerin. Padahal, gadis itu malah diam-diam membantu mencari pelakunya.
Yerin kembali menghela nafas. Kemudian, ia kembali berkata, "Wonwoo berhasil ngumpulin banyak bukti tanpa bantuan siapapun, termasuk bantuan dari Rowoon dan rekannya. Dia bener-bener ngumpulin semuanya sendirian. Dan, lo tau apa yang sebenarnya terjadi tadi malam? Wonwoo.. dia berhasil nangkap bahkan sampe bunuh salah satu pelakunya. Woozi, adalah salah satu dari mereka."
°°°°°
"Jadi, orang yang bunuh Momo.. Woozi?"
Chungha hanya menganggukkan kepalanya, membenarkan pertanyaan Jennie. Gadis itu beralih menatap Yerin dan Jennie bergantian. "Gue tau kalian pengen banget bantu berhentiin semua ini, gue juga sama, gue juga pengen semuanya cepet selesai. Tapi, tolong banget, kita serahin aja semuanya ke mereka yang punya hak. Jangan ikut campur lagi."
Jennie semakin tak berani mengangkat kepalanya, "Maaf, gue bener-bener minta maaf. Gue ngga ngira semuanya bakal serumit ini."
"Gue juga. Gue janji ga akan ikut campur masalah ini lagi." timbal Yerin, meyakinkan Chungha.
Chungha nampak menghela nafas, "Buat sekarang, tugas kita lindungin temen-temen kita yang lain. Kalo misalnya ada diantara mereka yang diem-diem nyelidikin kasus ini, suruh mereka buat berhenti, sebelum semuanya terlambat."
Jennie dan Yerin hanya menganggukkan kepalanya, tak ada niatan lagi untuk membalas ucapan Chungha.
"Tapi menurut kalian, apa ada kemungkinan kalo pelakunya masih ada diantara kita?" tanya Yerin tiba-tiba.
Chungha mengedikkan bahunya, "Cuma ada 2 jawaban, ada atau ngga ada. Tapi, ada kemungkinan juga kalo para pelaku itu masih ngincer salah satu dari kita."
°°°°°
"Titipan dari Wonu."
Jennie melirik malas Rowoon yang sedang memasukkan beberapa tangkai bunga mawar ke dalam vas yang ada di nakas kamarnya. Benar, Jennie sudah kembali ke apartemennya saat ini.
Jennie merasa tak nyaman jika harus berlama-lama di rumah sakit. Ia merasa terkekang, semua makanannya pun tidak cocok di lidahnya. Itu sebabnya ia memaksa untuk segera kembali ke apartemennya.
"Kalian kenapa sih, anjir? Lagi berantem? Kok lama banget." tanya Rowoon heran. Pria itu lantas mendudukkan dirinya di hadapan Jennie, "Udah putus ya?" lanjutnya kemudian tertawa lepas.
"Emang udah putus."
Seketika, tawanya terhenti. Rowoon memasukkan ponsel ke saku kirinya, mencoba fokus pada Jennie, "Beneran lo?"
Jennie hanya mengedikkan bahunya.
"Gue ngga tau, sorry." ucap Rowoon terdengar menyesal.
Melihat hal itu, lantas Jennie tertawa kecil, "Santai aja kali."
"Eh, lo tau ga toko baru yang deket perempatan? Katanya ada yang jualan gelato. Nanti sore ke situ, yuk?" ajak Rowoon antusias, mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
Jennie langsung mengangguk tanpa ragu. "Lo yang bayarin, 'kan?"
"Selama masih masuk akal, gue bayarin."
"Si anjir." balas Jennie mendengus sebal.
Tiba-tiba, dering ponsel menghentikan obrolan keduanya. Sang pemilik ponsel, Rowoon, lantas segera merogoh saku celana kanannya untuk menerima telepon masuk tersebut.
Jennie terdiam, memperhatikan Rowoon yang sibuk berbicara dengan seseorang di seberang sana. Sesekali, ia tertawa saat pria itu melontarkan candaan pada lawan bicaranya.
Namun sepertinya, Jennie merasa ada yang janggal.
Bukankah tadi Rowoon memasukkan ponsel ke saku sebelah kirinya? Dan, kenapa kedua ponsel itu terlihat sama persis?
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Secret Agent
Misteri / Thriller❝ Mata-mata itu, ada diantara kita? ❞ 「Jenwoo (Jennie,Wonwoo) ft.96 Line」