13 | dibutuhkan segera: jasa cuci otak

4.2K 792 88
                                    


Tentu Zane memanfaatkan akhir pekan sebaik mungkin.

Sebesar apapun keinginannya untuk menghabiskan waktu bersama Sabrina—walau sekadar melihat dari jauh—dia masih cukup waras untuk memilih sebaliknya.

Mulai Senin nanti, dia bakal sulit leyeh-leyeh di pinggir pantai seperti ini, karena sudah harus masuk kantor. Jadi, selagi bisa, ada baiknya dia menikmati hidup sendiri dulu. Karena, sekalipun melihat Sabrina membuat dopamin meningkat, hal itu selaras dengan kenaikan tensi darah. Sudah jelas, kan sekarang Sabrinanya sepaket dengan Bimo! Cuma keajaiban yang membuat Zane tidak melayangkan tinju ke sahabatnya itu sejak kemarin-kemarin.

Minggu malam, barulah dia memutuskan keluar dari kediaman omnya yang nyaman, untuk kembali ke kontrakan. Menukar mobilnya dengan sebuah motor milik sepupunya.

Sesuai dugaan, hanya Sabrina yang masih terjaga.

Zane melihat perempuan itu sedang menuang susu UHT ke dalam gelas. Berdiri membelakanginya. Dengan kaos dan celana panjang longgar.

Sangat amat sopan dan tertutup—sesuai dengan peraturan yang katanya berlaku selama mereka semua tinggal bersama di villa ini.

Tidak ada lagi Sabrina yang mengenakan kaos oblong miliknya. Dengan sepasang dada mengkal dan puting susu tercetak samar, karena dikenakan tanpa bra. Dengan bokong kenyal, mulus, dan pas di kedua telapak tangan Zane ketika dia leluasa menangkupnya di balik g-string mungil yang menggoda untuk disibakkan.

Damn it.

Zane segera menabok mulutnya sendiri.

Walau yang ada di ingatannya adalah Sabrina yang sudah berusia dua puluh, yang berada di depannya ini masih berusia tujuh belas. Masih minor. Tidak selayaknya dia berfantasi yang tidak-tidak. Walau moralnya nggak bagus-bagus amat, setidaknya untuk hal mendasar seperti ini, seharusnya dia bisa menahan diri.

Shit.

Dengan gontai, Zane hendak melanjutkan langkah menuju tangga, tapi rupanya cewek itu lebih dulu menyadari keberadaannya.

"Bawa motor, Bang?" tanyanya basa-basi, yang jelas-jelas nggak perlu dijawab.

"Hmm." Zane hanya menggumam singkat.

Tapi karena si cewek kemudian berjalan menghampiri, langkahnya juga jadi ikut terhenti.

Sabrina berdiri di hadapannya. Kedua tangannya saling bertautan di depan. Saling meremas. Tampak gugup.

Ekspresinya begitu lucu.

Bikin gemas.

Zane jadi ingin mencubit pipinya.

Bohong.

Iya, Zane ingin menciumnya.

Di bibir.

Astaga ... sudah berapa lama Zane berpuasa tidak menyentuh Sabrina? Jiwa-jiwa physical touch-nya terasa meronta-ronta.

"Gue ..." Sabrina tergagap. Ragu. "... mau minta maaf lagi soal kemarin, Bang. Gue beneran pengen ganti duit telurnya."

Ck.

Zane ingin tertawa.

Betapa malang cewek di depannya ini.

Dia kira, Zane nggak pulang sejak kemarin karena masih kesal padanya. Padahal, tidak sama sekali. Soal insiden di pasar kemarin pagi itu, justru Zane cukup bersenang-senang mengerjainya.

Tidak tega melihat pacarnya berlarut-larut merasa bersalah, Zane segera berujar, "Udah dimaafin. Duitnya taruh di dapur aja buat beli galon."

"Dan kamar Abang udah bisa dipake. Udah gue pasangin sprei. Tas-tas udah dibawa ke atas juga."

Aduuuuh, Zane meleleh dipanggil Abang.

Soalnya, Sabrina yang pacaran dengannya di masa depan, udah mulai kurang ajar dengan menanggalkan panggilan tersebut.

Sabrina melanjutkan, "Biar nggak usah numpang di kamar Mas Agus lagi. Pasti Mas Agus juga keberatan kalau lama-lama."

Rasa leleh Zane seketika luntur. Ingat cewek ini memang memberi titel pada semua penghuni villa untuk menghormati perbedaan usia.

Kecuali Bimo. Pacarnya masa kini.

Sialan.

Ternyata Sabrina justru konsisten kurang ajar pada pacarnya sendiri.

"Oke. Thanks." Zane ingin kabur sesegera mungkin, tapi kemudian di bocah mengajukan pertanyaan lain.

"Ada request buat sarapan besok?"

Ya, ada. Zane menjawab dalam hati.

Breakfast in bed. Sambil pelukan. Dan lo cuma pake selembar kaos gue.


#TBC

Wkwkwkwkwkw. Isi otak papijen kalo dibongkar semua jadi cerita erotis.

#notdatingyetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang