30 | mask, unmask

3.9K 567 106
                                    




30 | mask, unmask



"Zane, nggak sarapan?" Iis bertanya saat—seperti biasa—Zane menjadi orang terakhir yang turun dari lantai dua. Tapi bukannya berbelok ke ruang makan, cowok itu malah langsung nyelonong ke arah pintu depan.

"Udah, tadi subuh." Zane menjawab jujur, sesaat melirik datar pada semua orang—lengkap dengan Sabrina dan juga Regina—yang telah memenuhi meja dan sedang sibuk menyantap makanan di piring masing-masing.

"Pagi banget, emang sarapan apaan?" Iis tidak percaya.

Sambil mengambil sepatu di rak, Zane menjawab tanpa menoleh, "Smoothie."

"Emang kenyang?"

"Gue sih kenyang. Perut gue nggak melar kayak perut ceweknya Bimo." Zane melengos sambil mulai mengenakan sepatu, tapi tentu saja ucapan sambil lalunya itu tidak bisa diabaikan oleh semua penghuni villa—setidaknya, tidak oleh Sabrina.

"Apa, sih?" Seketika Sabrina merengek di tempat duduknya, sedikit mendekatkan kursinya ke kursi Bimo karena merasa terancam. "Emang tadi smoothie bikinan lo porsinya cuma dikit, kok. Masa nggak boleh sarapan lagi?"

"Siapa bilang nggak boleh?" Bimo mengambil sendok garpu yang baru saja lepas dari tangan Sabrina dan mengembalikannya ke pegangan kedua tangan cewek itu. Sama sekali tidak sudi melirik Zane, agaknya masih agak kesal gara-gara tadi malam Zane mengatainya memacari minor.

Well, tidak seratus persen salah, tapi tidak sepenuhnya benar juga.

Sabrina memang lebih muda dibanding teman-teman seangkatan cewek itu karena mengambil akselerasi saat SMP dan SMA, sehingga jarak usianya dengan Bimo jadi terpaut agak jauh. Tapi, terlepas dari usianya, Sabrina ini tetaplah mahasiswa semester dua yang memiliki pengalaman sosial setara dengan teman-teman seangkatannya yang tidak mengambil akselerasi. Sedang Bimo juga baru semester enam. Dia tidak setua itu untuk melakukan 'grooming' pada Sabrina!

Kalau ngomongin hubungan minor sama nggak minor, yang umurnya cuma terpaut satu tahun juga bisa saja disebut demikian, andaikan salah satu baru mendapat KTP dan satunya lagi belum! Kok kesannya jadi hina amat? Padahal, selama pacaran dengan Sabrina juga Bimo sebisa mungkin nggak ikut-ikutan gila kayak Ismail atau Zane. Eh, si cowok yang notabene agak gila itu, Zane, dengan pedenya malah mengacungkan telunjuk dan memberi dia label yang tidak-tidak. Apa nggak kebalik?? Wajar dong, kalau Bimo agak tersinggung! Kecuali yang ngomong si Agus yang alim dan anti pacaran itu, baru Bimo bisa memaklumi!

"Kalau laper, ya makan, Yang. Emang Zane itu siapa, berhak ngelarang-larang kamu?" Bimo merangkul bahu pacarnya dan mengecup ringan pelipis si cewek dengan sengaja.

Persetan Zane menuduhnya apaan juga. Biarkan anjing menggonggong!

"Udah, udah. Daripada bikin huru-hara, mending lo berangkat sekarang." Ismail sok-sokan jadi penengah, menyuruh Zane segera berlalu.

Selesai mengikat sepatu, Zane bangkit berdiri dari sofa yang dia duduki, lantas mendengus pelan pada rombongan teman-temannya itu.

Memangnya siapa yang mau lama-lama di situ? Zane jelas ogah! Apalagi kalau harus duduk di meja makan berhadapan dengan si kampret Bimo yang belakangan mulai menunjukkan watak aslinya yang nggak hijau-hijau amat itu, yang pagi ini seperti sengaja membuat Zane gondok, juga Regina yang masih saja berlagak bego setelah dia konfrontasi tadi malam! Bisa-bisa Zane darah tinggi betulan!

#notdatingyetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang