33 | bahaya

3.2K 507 45
                                    




33 | bahaya



Of course, setelah dipojokkan begitu, Sabrina segera meminta maaf dan memohon-mohon supaya Zane tidak jadi hengkang dari villa.

Sungguh sayang, Zane tidak berniat mengambil kesempatan dari ketidaktulusan permohonan si cewek.

Lagian, mau ditaruh di mana muka Zane kalau semudah itu terbujuk? Mana Iis sudah ikut packing, lagi. Kalaupun Zane bisa-bisa saja bersikap nggak tahu malu, setidaknya dia harus mempertimbangkan perasaan Iis.

"Nanti jangan kesorean, ya, ngabarin guenya." Iis mengingatkan, sambil memapah Zane keluar villa, saat akhirnya ojek online yang akan mengantar dia ke tempat magang telah tiba. "Seperti biasa, gue cabut dari kantor maksimal jam empat. Abis itu langsung ke tempat lo."

Zane mengangguk-angguk. Belum mau berpikir ke mana dia akan berlabuh nanti sore.

Segera dia naik ke jok motor dengan dibantu tukang ojeknya.

"Aaah ... shit!" Cowok itu memekik pelan saat mengenakan helm, lupa jika mukanya nggak seharusnya dipaksakan masuk ke dalam helm.

"Pelan-pelan. Kepala lo kan gede. Wajah nggak lagi bengkak aja, helm lo udah sempit. Lupa?" Iis membantu Zane menutup kaca helm pelan-pelan. Sungguh sangat jujur.

Zane tersenyum getir. Segera dia meminta sopirnya untuk melajukan kendaraan, sebelum dia berubah pikiran kelamaan melihat muka-muka prihatin Agus, Bimo, Mail, dan Sabrina yang kini menatapnya dari pintu villa.


~


"Astaga, Zane ...." Sudah bisa ditebak, Mbak Astari, mentor Zane di kantor langsung kaget saat melihat anak magangnya muncul dalam keadaan muka hancur.

Zane meringis tipis, tetap lanjut berjalan menuju ke meja kerjanya. Tak lupa menyapa orang-orang yang sudah lebih dulu tiba.

"Kenapa itu muka?" Mbak Astari berjalan menghampiri, membuat perhatian Bli Lalit jadi ikut teralih kepada Zane.

"Jani ba berkelahi?" Bli Lalit—yang tadinya sedang fokus dengan handphone—bertanya sambil mengernyitkan dahi.

Zane tertawa janggal. "Nggak, lah. Kena bogem nyasar, Bli. Emang lagi apes aja, subuh-subuh ada orang mabok nyelonong ke villa."

Mbak Astari bergidik ngeri setelah bisa melihat bonyok Zane dengan lebih jelas. "Orang mabok mana bisa mukul, sih, Zane?"

"Bisa, kalau dia mantan atlet MMA." Zane mencoba melucu.

Sementara yang lain menggeleng-gelengkan kepala, Mbak Astari berdecak pelan. "Emang nggak sakit, sampe bonyok banget gitu? Izin aja nggak apa-apa."

"Perih dikit, satu per lima. Masih bisa dipake mikir, jadi nggak masalah tetep masuk. Asal nggak disuruh ketemu orang aja."

"Ck. Ya udah."

Semuanya tidak memperpanjang lagi, membiarkan Zane mulai bekerja seperti biasa.

Karena Zane tidak ikut pergi makan siang keluar, pekerjaannya jadi selesai lebih cepat dari seharusnya. Jam dua siang, dia sudah menganggur.

"Udah beres nih, Mbak." Zane memberitahu Mbak Astari yang kebetulan baru saja masuk ruangan.

Mbak Astari menoleh dari layar ponselnya. Diam sebentar. Kemudian menjawab, "Ya udah, santai aja sambil nunggu jam pulang. Atau mau balik duluan?"

#notdatingyetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang