2 - Bean and Bindings

134 16 27
                                    

Aroma khas roti yang baru saja dipanggang tercium ketika Malik membuka oven. Satu croissant ia tarik keluar dan meletakkannya ke atas sebuah piring berwarna putih. Piring tersebut ia pindahkan ke atas nampan. Setelah itu, Malik tersenyum kepada seorang perempuan yang beberapa menit lalu memesan satu croissant dan satu americano dingin.

"Ini ya, Mbak."

"Makasih, Kak Malik." balasnya ramah. Perempuan itu kemudian berjalan ke arah sudut ruangan yang memang selalu ia duduki ketika datang ke Bean and Bindings.

Malik kemudian menutup laci meja bar-nya dan kembali membersihkan meja bar agar selalu terlihat bersih.

"Lik, gimana dong?"

Bean and Bindings sebenarnya buka dari pukul sembilan pagi hingga sebelas malam. Biasanya menjelang membuka Bean and Bindings, Malik akan bersantai-santai terlebih dahulu. Entah bermain HP, mendengarkan lagu, atau bahkan menumpang tidur di ruangan kantor Noelin yang ada di lantai tiga. Sebab ruangan sepupunya itu memiliki pendingin udara sehingga akan membuat tidurnya lebih nyaman.

Namun melihat mbak-mbak barusan berdiri di depan pintu sambil melirik-lirik jam tangan, Malik yang tidak tega segera mempersilahkannya masuk meski jam masih menunjukkan pukul 08.30. Apalagi, di luar sedang turun hujan yang cukup deras.

Selain kasihan dengan mbak-mbak itu, Malik juga kasihan dengan Ivona, sahabat baiknya yang sedang sakit kepada karena harus mencari pengganti fotografer untuk proyek usaha daring-nya.

"Likkk," Ivona kembali merengek, menarik belakang baju kaus hitam yang Malik kenakan. "Gimanaaa?"

Malik menghembuskan napas berat dan akhirnya membalikkan tubuhnya untuk menatap Ivona. "Kata Elang apa?"

Ivona menekuk bibirnya, awalnya enggan menjawab. Namun melihat Malik memberikannya wajah yang cukup serius, mau tak mau Ivona mengalah. "Elang bilang jangan ganggu Malik, soalnya mau sidang. Tapi, gue harus cari ke mana lagi coba, Lik? Ayolaaaah,"

Malik membiarkan tubuhnya digoncang oleh Ivona dengan pasrah. Bukannya Malik tidak mau membantu Ivona, namun karena jadwal sidang yang sudah ia tunggu selama dua bulan jatuh di minggu depan, Malik hanya ingin fokus di sana. Kali ini, Malik tidak ingin berlama-lama lagi. Ia hanya ingin lulus dengan cepat sehingga bebannya ini berkurang.

"Gue minta tolong Zidan aja ya?" kata Malik, membuat Ivona berhenti menggoncangkan tubuhnya.

"Tapi gue kan enggak kenal Zidan, Lik..."

"Kan udah pernah beberapa kali ketemu, Von. Enggak apa ya. Ntar gue telepon Zidan. Soal budget, aman. Lo enggak perlu khawatir mikirin itu."

"Gue enggak pernah khawatir sama budget-nya! Gue cuma pusing nyari pengganti fotografer yang oke."

"Zidan juga enggak kalah profesional, kok. Lo bisa lihat sendiri hasilnya di IG Celestial. Kayak enggak tahu aja."

Ivona menghela napasnya. Sepertinya, dia tidak ada pilihan lain selain menerima tawaran yang Malik berikan. Toh, Ivona juga tahu bagaimana Malik pusing menunggu jadwal sidangnya keluar. Malik juga sudah mulai susah tidur karena terlalu khawatir memikirkan bagaimana akhir sidangnya nanti.

"Ya udah, deh. Ntar kabarin gue ya?" kata Ivona, yang kemudian dibalas anggukan oleh Malik. "Tapi, jangan bilang-bilang Elang kalau gue ke sini! Awas aja!"

Malik tertawa lepas. Ivona pasti takut kalau Elang tahu ia datang ke Bean and Bindings sepagi ini hanya untuk membujuk Malik lagi.

"Iya, iya. Udah sana ke kampus. Gue mau buka."

Ivona tersenyum lalu berjalan ke arah pintu keluar setelah melambai kepada Malik. Saat ia hendak membuka pintu, Harsa yang kebetulan ingin masuk hampir saja menabrak kepala Ivona dengan pintu.

Dissonance: Coffee, Books & SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang