Semesta selalu menghadirkan hal hal baik di setiap harinya. Jika sedang bertemu, berarti itu takdirnya. Beberapa kesempatan hanya datang satu kali, tidak bisa lagi terulang, tidak bisa lagi di coba. Setiap waktu itu benar benar berharga, karena setiap detik akan selalu timbul sebuah penyesalan dari sebuah peristiwa yang telah berlalu.Takdir mungkin membawamu kesini, melihat dan membaca ribuan kalimat yang di tulis oleh seseorang yang senang dengan pertemuan.
Kamu sudah memulai, membuka dan membaca isi tulisannya. Itu artinya, kamu sudah siap dengan segala apa yang akan terjadi di dalamnya.
Kisahnya mungkin sederhana, tetapi jika kamu mau lanjut, silahkan, kamu akan melihatnya senang dan semoga tidak jatuh cinta. Kenapa? Karena jika kamu mengalaminya, kamu akan sulit melupakannya.
Mari mulai untuk mengenalnya lebih jauh.
.
.
.
Oktavia Matahari. Nama yang unik. Beberapa orang bilang dia persis seperti nama belakangnya, hangat. Beberapa orang juga senang mengenalnya.
Perempuan pemilik lesung di pipi kirinya itu suka segala tentang alam. Jadi tidak heran jika warna kesukannya itu berbau alam. Mulai dari hijau, biru, orange dan segala macam warna lainnya.
Dia suka langit, hujan, senja dan suka seseorang untuk pertama kalinya.
Perempuan itu menatap sekeliling lapangan outdoor yang masih ramai padahal jam pulang sekolah sudah satu jam lalu. Penyebabnya karena tim futsal sedang latihan. Mereka rela tinggal demi melihat idola mereka di tim itu. Beberapa perempuan mulai riuh bersorak ketika bola memasuki gawang dengan sangat baik.
"Vi, gue duluan." Pamitnya pada Via. Dia Umar, teman sekelas sekaligus patnernya dalam olimpiade Matematika. Lelaki yang sering memakai kacamata itu sangatlah ambis.
Beberapa menit setelah kepergian Umar, orang-orang yang semula berkumpul di lapang satu persatu mulai meninggalkan tempatnya. Beberapa perempuan juga menghampiri idola mereka dan memberikan air minum.
Rambut yang diikat satu itu bergoyang saat sang pemilik mulai berlari kecil. Kedua tangannya memegang erat tali tas warna mint yang melekat di punggungnya. Ia menghampiri seseorang yang baru saja keluar dari lapangan.
"Sorry, Lan." Via, gadis itu tak sengaja menabrak kapten futsal yang tiba tiba saja membalikkan badannya. Dia Alan. Lelaki yang jarang senyum, hanya wajah datarnya yang selalu ia tunjukkan. Lelaki itu salah satu saingannya di dalam kelas 11 MIPA 1 selain Umar, saingan merebut peringkat pertama.
Alan mengangguk, ia mengacak rambutnya yang lepek karena keringat. Pandangannya tak pernah lepas dari gadis itu yang dengan semangat menghampiri wakilnya.
"Syahrul." Panggil Via.
Lelaki dengan baju hitam putih yang sudah basah karena keringat itu tersenyum dengan kehadiran seorang gadis pemilik lesung pipi di sebelah kiri.
Dia Syahrul Algara, menjabat sebagai wakil kapten futsal. Kalau Alan adalah lelaki yang jarang senyum, maka Syahrul kebalikannya. Dia friendly, mudah mengakrabkan diri dengan orang lain. Ia selalu menunjukkan sikap manisnya di depan orang-orang.
"Bimbingannya udah?" tanya Syahrul, mengingat gadis itu tinggal untuk bimbingan persiapan olimpiade yang akan dilaksanakan satu minggu lagi.
Via mengangguk, "Lo udah mau pulang?"
"Iya tunggu bentar." Syahrul menepuk pelan kepala Via. Lelaki itu berlari kecil mengambil tasnya yang ia letakkan di bangku taman.
"Udah mau pulang ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALAN ARDIANSYAH ; Semesta di 2018
Fiksi RemajaDia dan semesta di tahun indah, 2018. "Bumi, makasih untuk tahun ini. Bukan cuma tahunnya yang indah, tapi juga perempuan cantik di depan gue. Semesta, tolong jaga dia, ya?" Episode menyenangkan di tahun itu adalah bertemu dan mengenalnya. Terimakas...