7. Untuk Rasa Kedepannya

1.2K 57 2
                                    


Semua ada masanya, kuharap kamu akan jadi seseorang yang masanya paling panjang, semoga.

.

.

.

Beberapa orang memilih hilang, menepi dan istrahat sejenak dari lelahnya perjalanan, dari berisiknya omongan manusia, dari pandangan buruk akan suatu hal. Itu semua adalah lelah, dan hanya istrahat atau berhenti untuk tidak lagi merasakan deritanya.

Sore itu, dijam pulang sekolah, latihan futsal kembali diadakan. Dihadiri beberapa siswa/i yang senantiasa hadir ikut meramaikan suasana disana. Sesekali mereka berteriak senang, kadang pun mereka menyerukan kekecewaan saat benda bulat itu tidak masuk kedalam gawang.

Satu tendangan sang kapten yang langsung mengarah ke dalam gawang menjadi penutup latihannya. Mereka perlahan menepi untuk beristirahat. Beberapa siswi yang tinggal menonton datang memberikan air minum. Alan, sang kapten itu menerimanya dengan anggukan. Ia membagikan minuman itu pada teman-temannya yang lain. Lelaki itu berlari kecil, mengambil sebuah handuk kecil dari dalam tasnya yang ia letakkan di bawah pohon. Rambutnya sangat lepek. Ia harus segera pulang.

"Vi, tunggu."

Dari sudut lapangan laki-laki itu melihat Via yang bersama dengan Syahrul, wakilnya. Alan segera mengemasi barang barangnya, berniat untuk pergi dari sana.

"Alan, kamu bohong kan? Ini semua gak benar kan? Alan, kita baru aja satu bulan, masa secepat itu berakhir?" Lisa datang, perempuan itu menghadang langkah kaki Alan.

"Maaf, Sa." Hanya itu yang bisa Alan katakan. Lisa menggeleng tak percaya, mata perempuan itu memerah, setelah seperkian detik bulir air matanya pun jatuh.

"Kenapa, Lan? Kamu sendiri yang dulu minta mau jadi pacar aku tapi sekarang kenapa kamu yang mutusin begitu saja tanpa bilang salah aku dimana? Kamu egois Alan."

"Tanya nyokap lo."

Alan menatap Lisa sejenak, setalahnya laki-laki itu berlari kecil meninggalkan Lisa yang mulai sesak. Perempuan itu berusaha menahannya, ia memegang dadanya, tetap berlari mengejar Alan yang sudah hilang dari pandangannya. Selang beberapa detik, perempuan itu tak bisa lagi menahan sakitnya, ia jatuh tak sadarkan diri. Beberapa anak futsal dan siswa/i yang masih ada di sana memekik terkejut dan segera menolong Lisa yang sudah tak berdaya.

.

.

.

"Via, tunggu dulu." Syahrul masih berusaha menyesuaikan langkah kakinya dengan perempuan pemilik lesung di pipi kirinya, perempuan itu seolah menghindarinya.

"Gue buru-buru, Rul." Via dengan cepat menjauh dari Syahrul, laki-laki itu berusaha meraih tangannya.

Syahrul tak menyerah, laki-laki itu masih saja mengikuti Via. "Lo kenapa? Dari kemarin chat gue nggak lo balas padahal kita udah janjian mau jalan bareng."

"Gak kenapa-napa kok, Rul." Via mengelak, perempuan itu terus saja melangkah dengan cepat.

"Gue tau lo boong, Vi. Coba sini, cerita sama gue lo kenapa?" Via berhenti, Syahrul tersenyum melihatnya.

Via menghela napasnya, kenapa lelaki itu selalu punya hal yang membuat dirinya tidak bisa mengabaikannya? Laki-laki itu selalu saja menarik perhatiannya.

"Gue nggak papa kok. Kemarin lagi cape aja. Banyak yang gue urus." Alibinya.

"Serius?" Kata Syahrul tidak yakin.

"Iyaa."

"Kemarin gak jadi jalan kan? Gimana kalau hari ini kita pergi?" Ajak Syahrul yang dimana membuat suasana hati kesal perempuan itu jadi sedikit luluh.

ALAN ARDIANSYAH ; Semesta di 2018Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang