13. Satu Hari Kegagalan

349 29 8
                                    

Part spesial untuk kaliannn. 3000 kata woii. Baru kali ini UP nya cepatt haha. Selamat hari minggu, An. Btw, kalau bikin saluran, ada yang mau gabung? Nanti, setiap hari Alan akan ada untuk kaliann. Gimana? Kalau mau silahkan DM yaa. Okee selamat bacaaa cantikk.

.

.

.

Faktanya seseorang akan berubah jika berada dengan seseorang yang ia kagumi.

.

.

.

Hari ini, Via sudah kembali ke rutinitasnya. Kemarin, ia memberanikan dirinya untuk pulang, tapi rumah itu sepi, tidak ada siapapun disana. Sudah bukan hal yang biasa lagi perempuan itu rasakan. Hidup di rumah mewah dan luas, tetapi sunyi karena hanya dia seorang diri yang sering kali tinggal disana. Andaikan ia bisa memilih, ia akan memilih hidup sederhana, punya keluarga yang utuh dan cemara. Tetapi lagi-lagi ini tentang takdir. Bahkan sejauh apapun manusia berusaha, kalau memang itu sudah takdirnya, ya, tidak akan bisa.

Sebaik-baiknya rencana kita, tetap Tuhan pemberi rencana yang paling terbaik.

Perempuan pemilik lesung dipipi kirinya itu menyusuri pandangannya di area sekolah mencari wakil kapten itu. Tidak ada tanda-tanda keberadannya disana. Tapi tak lama dari itu, ia menyaksikan seseorang yang baru saja tiba dengan seorang perempuan yang duduk di jok belakang motornya. Via dengan segera menghampiri mereka.

"Eh, Vi, lo udah baikan?" laki-laki yang menjabat sebagai wakil kapten futsal itu menyugar rambutnya kebelakang, kemudian ia mengambil helm yang disodorkan oleh perempuan yang sedari tadi bersamanya. Semua itu tak luput dari pandangan Via.

"Udah, Rul. Tumben?" Tanya Via heran sambil menatap Tasya yang berada disamping Syahrul. Laki-laki itu mengangguk, lalu menjawab, "Iya, dia lagi sakit soalnya."

Via hanya mengangguk, tidak tau ingin mengatakan apalagi. Nanti dia akan tanyakan lebih lanjut kepada laki-laki. "Gue boleh bicara berdua sama lo kalau istrahat nanti?"

"Boleh, nanti gue kabari."

Via tersenyum senang mendengarnya, "Kalau gitu gue duluan." Via berjalan duluan meninggalkan dua orang itu. Tak lama, ia mendengus kesal melihat seseorang yang berjalan didekatnya dengan gaya coolnya.

"Apa?" tanya Via ketus saat Alan terus saja menatapnya.

"Cantik."

Via melotot, ingin rasanya dia membenturkan kepala laki-laki itu. Sangat aneh.

"Emang. Lo ga bilang pun gue tetap cantik." Balasnya sengit.

"Aslinya gini, ya? Dulu keliatan kalem, sekarang sering marah-marah."

"Ngga tau aja dirinya. Nyadar Pak." Sinis Via. Entah kenapa akhir akhir ini ia selalu saja kesal dengan laki-laki itu.

"Gue ganteng." Kata Alan PD. Dia berjalan dengan kedua tangan di saku celananya dan pandangannya yang lurus kedepan.

"Dihh, sok banget."

"Ikut tes?" tanya Alan.

"Ikut, kenapa? Mau saingan sama gue?" Via menatap laki-laki yang jauh lebih tinggi darinya. Via tingginya hanya sebatas dada laki-laki itu. Sangat kecil jika berdampingan dengan Alan. Seperti anak dan bapak.

"Boleh."

"Yang skornya tinggi boleh ajuin permintaan apapun." Ide perempuan itu.

"Oke." Alan langsung menyetujuinya, laki-laki menepuk pelan puncak kepala perempuan itu, dan mendahuluinya. Via terdiam, perempuan itu menyentuh kepalanya sambil menatap laki-laki itu yang sudah mulai berbelok diujung koridor.

ALAN ARDIANSYAH ; Semesta di 2018Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang