TUJUH PULUH LIMA

8.5K 801 146
                                    

"Shhh" aku meringis mendapati jari kakiku berdarah.

Bi Nar kini sedang membantuku membersihkan darah yang keluar dari luka di jari kakiku.

"Itu nggak papa, Bi?" Tanyaku, aku kurang paham mengenai penanganan pertama untuk luka.

"Insya Allah nggak papa, Bu, ini goresannya sampe ke atasan sini" Bi Nar menunjuk luka goresan di jari kakiku.

Drrtttt...

Drrttt...

Drrtt...

Ponselku bergetar.

Aku raih ponsel yang berada di atas meja, langsung mengangkatnya. "Iya, Mas."

"Kenapa lagi? Tadi, kan, di suruh istirahat" Tanyanya sedikit keras dari balik telepon.

"Jatuh aku" kataku. Aku baru saja mengiriminya kabar dengan sebuah foto kakiku yang berdarah dibalut kaus kaki.

"Jatuh dimana sampai kayak gitu?"

"Di depan rumah" aku menjawab.

"Saya bilang istirahat, kenapa malah keluyuran? Pakek acara jatuh-jatuhan" gerutunya dalam panggilan telepon kami.

"Nggak keluyuran" jawabku dengan wajah cemberut merasa dituduh, sekalipun Mas Garin tidak bisa melihat wajahku.

"Terus?"

"Cuma ke depan, beli bakso"

"Terus?"

Aku menggigit bibir bawahku, agak kicep ditodong pertanyaan oleh Mas Garin "kesandung, nggak tau, nggak jelas, pokoknya udah jatuh aja akunya" jelasku tak bisa mendeskripsikan bagaimana proses terjadinya luka di jari kakiku yang membuat Mas Garin langsung mengadakan panggilan telepon darurat denganku.

Aku sudah merasa enakan setelah menghabiskan makan yang dibuat Bi Nar. Bubur lebih tepatnya. Udah kayak orang sakit beneran aku dibuatin bubur begitu. Katanya suruhan Bapak Garin yang terhormat, tapi saat kutanya, orangnya nggak mengakuinya. Setelah cukup lama di dalam kamar, menghabiskan me time-ku dengan menonton film dan beberapa acara televisi aku memutuskan untuk turun sekalian mengembalikan piring kotor ke dapur. Aku juga kehausan tadi. Kebetulan yang sangat kebetulan. Saat aku keluar akan mengambil paket ada si abang tukang bakso mari-mari sini aku mau beli.

Benar.

Aku minta Pak Yon untuk memanggil si abang tukang bakso gerobakan yang sudah cukup jauh untuk kemari. Hal itu terdengar dari suara ketukannya yang menjauh. Aku dengan secepat kilat kembali ke depan rumah membawa mangkok beserta dengan uangnya. Aku pesan 3 mangkok, Pak Yon dan Bi Nar mendapatkan bagiannya juga. Kedua mangkok dibantu Pak Yon untuk dibawakan sementara aku membawa mangkok bakso pesananku sendiri. Kejadiannya sangat cepat, sampai tidak bisa kujelaskan ke Mas Garin, yang pasti aku terjatuh di depan rumah. Jangan tanya kemana baksoku, sudah tumpah dan pecah mangkoknya. Pak Yon membantuku berdiri hingga aku bisa sampai di ruang tamu. Bi Nar langsung menghampiri saat melihat diriku dipegangi oleh Pak Yon. Jadilah sekarang, Bi Nar membantu membersihkan lukaku.

"Sh! Aduh perih, Bi" keluhku pada Bi Nar yang sedang mengolesi antiseptik untuk membersihkan luka goresanku sebelum diberi salep.

"Gede lukanya? Mau dianter ke rumah sakit biar dicek?" Tawar Mad Garin setelah mendengar ringisanku keperihan.

Aku berdecak mendengarkan tawaran Mas Garin "apaan, sih, nggak perlu, ini cuma disalepin terus di tutup perban juga udah nggak papa" jelasku.

"Itu tadi kenapa?"

My Troublesome HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang