ENAM PULUH TUJUH

13.2K 1.4K 124
                                    

Aku menaiki tangga rumah dengan membawa nampan berisi sepiring makan pagi dan satu botol air juga gelas kosong. Mau aku bawa ke kamar Ken. Anak itu belum makan sejak kami kembali dari rumah sakit.

"Mas" panggilku saat sudah di lantai atas bersamaan dengan melihat Mas Garin yang baru saja keluat dari kamar. Dia terlihat segar dan rapi.

"Hm" balasnya sambil berjalan menghampiriku.

"Gitu dong bangun" godaku setelah dua jam tidak melihat dirinya.

"Ck, dikira saya tukang tidur" ia tak terima.

Aku menaikkan bahuku, seolah menjawab bahwa aku tidak tahu.

"Udah bangun dia?" Tanya Mas Garin.

Aku menaikkan bahu lagi, tidak tahu apakah Ken sudah bangun atau belum sejak kembali ia tidur setelah kembali dari rumah sakit, "nggak tahu, ini aku bawain makan buat Ken" kataku ingin memberi tahu dirinya sekalipun Mas Garin tidak bertanya.

"Saya nggak nanya."

"Iya, aku kasih tau" membenarkan bahwa Mas Garin tidak bertanya dan aku tidak menjawab pertanyaan darinya "bantuin" aku menjulurkan tanganku sekaligus nampan padanya.

"Kenapa jadi saya?" Herannya karena aku meminta Mas Garin membawakan nampan berisi ini.

"Dibantuin istrinya, gini juga demi anak kamu, masa-"

"Cukup" potongnya, mengambil alih nampan itu dari tanganku.

"Pinter" pujiku berusaha mengelus kepalanya.

"Saya habis mandi, nggak usah pegang-pegang" serunya sembari menjauhkan kepalanya dariku dan mulai berjalan.

"Aku juga udah mandi, nggak mau banget dipegang istrinya" protesku pada kelakuan Mas Garin.

"Kamu habis sibuk di dapur" alasannya.

"Iya lah, daripada kamu tidur aja dari tadi, lagian aku juga udah cuci tangan" jelasku.

"Bukain pintunya" perintah Mas Garin saat kami berdiri di depan pintu kamar Ken, menghiraukan apa yang aku katakan, "tangan saya bawa nampan" tambahnya saat aku tidak segera membuka pintu tapi malah menatapnya.

Aku berdecak, membuka pintu dan menahannya agar Mas Garin bisa masuk lebih dahulu dan aku mengikutinya kemudian. Kami masuk dan melihat anak kami sedang asik bermain ponsel pintarnya di atas ranjang.

"Main hp teross" seruku sambil berjalan mendekat ke arah Ken yang bahkan tidak menyadari kehadiran kedua orang tuanya.

Anak laki-laki kami yang sudah remaja itu langsung mengambil posisi duduk dari posisi rebahannya. Meletakkan ponselnya di samping dirinya dan tersenyum ke arah kami "tumben nganterin makanan anaknya" sindir Ken pada Mas Garin tentunya. Mana mungkin diriku karena aku sering membawakan Ken camilan saat ia sendiri atau bersama teman-temannya terutama saat mereka menghabiskan waktu seharian di rumah ini.

"Dipaksa nyonya rumah" celetuk Mas Garin sembari meletakkan nampan di atas nakas dekat tempat tidur.

"Takut sama nyonya rumah" pancing Ken pada Papanya dengan mengangguk-anggukan kepalanya.

"Minggu ini nggak usah di kasih uang saku, orang di rumah aja" kata Mas Garin padaku.

"Nggak asik, ngancem" protes Ken pada ancaman Mas Garin karena berani-berani menggoda Papanya sendiri.

Aku cuma terkekeh mendengar mereka.

"Bundahara nggak usah dengerin" kata Ken padaku saat aku mengambil posisi berdiri di samping ranjangnya.

"Cuci muka dulu" potongku, tidak berniat melanjutkan permainan mereka berdua.

"Nggak usah, tetep ganteng" dengan penuh kepercayaan diri, anak semata wayang kami kekeuh tidak mau cuci muka.

My Troublesome HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang