LIMA PULUH LIMA

18K 1.7K 199
                                    

Pakabs?
Kangen ga kangen ga? 🐥

Sorry ya, I just went through a tough time, yang gk bisa aku kasih tau dan buat aku gk bisa Up selama itu. Tapi-tapi, untuk membayar kerinduan kalian, ini aku Up deh yang happy-happy ajah.

*

*

*

*

*

"Na."

Suara Mas Garin terdengar samar-samar di telingaku. Aku masih terlelap, masih mengantuk dan ingin terus tidur. Tapi, suara yang keluar dari mulutnya menyerang gendang telingaku.

"Gina" panggilnya terus-terusan sejak tadi. Aku sengaja tidak meresponnya.

"Sagina" panggilnya lebih panjang.

"Hhmmmm" sahutku dengan suara serak pagi-pagi. Sumpah ya Mas Garin menganggu banget pagi-pagi seperti ini. Dia sejak tadi gencar memanggil-manggil namaku. Tanganya juga tidak tinggal diam. Aku yakin, dia iseng menyugar rambutku berkali-kali. Dari yang awalnya pelan dan terasa mengambang sampai lebih terasa telapak tanganya menempel di kepalaku. Aku menyadari kelakuan iseng tanganya juga suaranya yang memanggil namaku. Tapi-tapi, aku masih mengantuk. Kasurnya berbisik padaku, ia tidak mau aku tinggal jauh-jauh. Jadi, mana bisa aku berjauhan dengan si kasur. Rasanya sangat nyaman tidur di ranjang sendiri plus ditemani Mas Suami.

"Bangun!" perintahnya dengan tegas tanpa meninggikan suara.

"Ehm" aku menggerakkan tubuhku tanda terganggu, menyembunyikan wajahku di sekitar ketiaknya.

"Na, ngapain?" serunya karena aku makin menenggelamkan wajahku di antara lengan dan dadanya.

"Ah, masih ngantuk" keluhku.

"Ck, bangun" perintahnya lagi padaku, aku menggeliat tidak suka, menolak perintahnya "Sagina Wasadjatmika!" panggilnya dengan seruan peringatan.

Aku berdecak tanpa menunjukkan wajahku "Sagina Tjahjana! Jangan ubah nama orang" seruku dengan kesal karena ia sengaja mengubah nama belakangku juga bercampur dengan rasa kesal karena ia menganggu terus diriku yang masih mengantuk. Namaku sudah bagus, pemberian orang tuaku.

"Lengan saya keram kamu jadiin bantal" katanya tiba-tiba menarik lenganya yang barusan -karena bergeser- aku gunakan sebagai bantal. Salah dia sendiri.

"Aku nggak minta" kataku, makin mengeratkan diri padanya. Aku lingkarkan tanganku ke perutnya. Tadi, setelah sholat subuh. Aku memutuskan untuk tidur lagi, Mas Garin ikut pula. Dia menjadikan lengannya untuk batalanku tidur tanpa mengatakan apa-apa juga tanpa aku minta, lalu merengkuh tubuhku. Gimana tidak makin nyenyak akunya. Dia tidak menawari dan aku tidak memintanya. Sebagai istrinya, hal yang ia lakulan seperti ini tanpa harus aku suruh adalah suatu kebahagiaan, ya mau-mau sajalah aku. Apalagi tipe-tipe suami macam Mas Garin.

"Kamu nggak masak?" tanya Mas Garin. Aku menggeleng, masih memejamkan mata. Inget terus kalau masalah tugas memasak istrinya. Emamg dia nggak bisa membuat diriku istirahat sebentar.

"Ada Bi Nar, tenang aja" jawabku untuk pertanyaanya. Iya, benar, ada keuntungannya memiliki Bi Nar yang pengertian untuk membantuku di rumah ini. Mungkin, Bi Nar sudah berinisiatif untuk membersihkan rumah dan memasak.

Mas Garin meletakkan tanganya di atas kepalaku. Mengelusnya beberapa kali, tak lupa menyugar rambutku dari pangkal sampai ujung "beneran nggak mau bangun?" tanyanya lagi. Dia benar-benar mengusik pagiku.

"He'em, nanti aku bangun Mas, 10 menit deh" jawabku. Dia hanya mau aku bangun, kan. Maka, aku jawab aku akan bangun. Tapi, aku minta ia memberikan waktu sepuluh menit untuk bangun. Biar dia bungkam. Dia terkekeh sambil tetap mengelus kepalaku seperti yang ia lakukan dari setengah menit yang lalu.

My Troublesome HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang