Seputih susu; semerah buah ceri; sekelam langit malam tanpa rembulan; hawanya sedingin angin bulan Desember. Dia ... indah.
2.163 kata
cliche!
DARI sekian banyak persoalan dunia, bagi Jeonghan, meyakini ramalan adalah suatu keputusan konyol. Entah itu ramalan perbintangan di beranda sosial media atau ramalan-ramalan di luar nalar oleh orang orang―yang rumornya―bertalenta menerawang masa depan. Tidak logis. Oh, garis bawahi, dia mengecualikan ramalan cuaca. Semakin hari manusia semakin pandai dan ilmu pengetahuan tiada henti berkembang; hujan badai sore hari berhasil mereka ketahui beberapa hari sebelumnya, itu luar biasa dan Jeonghan mengakuinya.
Kendati demikian, Jeonghan bukanlah pribadi yang tidak mempercayai keberadaan Tuhan. Yoon Jeonghan percaya terhadap Tuhan beserta segenap mukjizat-Nya. Ia lahir dalam keluarga terpandang yang hangat nan taat. Sejak usia delapan, dia tergabung dalam grup paduan suara sampai akhirnya keluar karena merasa sibuk di usia sembilan belas. Dengan latar belakang tersebut, bukan hal aneh bila Jeonghan menjadi sosok skeptis dan apatis terhadap ramalan juga mitos yang santer di masyarakat.
"Kau dengar juga, bukan? Katanya aku akan mendapatkan suami kaya raya!"
"Ah, aku iri. Nenek itu tidak menjelaskan secara spesifik soal jodohku. Dia hanya bilang kalau suamiku kelak adalah teman lama. Oh, yang benar saja! Teman lamaku banyak!"
"Hei, bersabarlah. Nenek peramal bilang kau akan segera dapat pekerjaan dengan posisi yang bagus. Setidaknya, kau bisa hidup lebih mapan."
"Kau benar, hahaha!"
Pria bersurai legam menutup sebagian leher itu menatap kepergian dua orang perempuan yang baru saja keluar. Ia mendengkus samar, tak habis pikir. Bukan maksud menguping, telinga yang terpasang hanya menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Atas dasar apa sang peramal mengatakan berbagai hal terkait masa depan manusia? Sok tahu sekali.
Ia tatap ruko sempit dua lantai yang terimpit di antara toko buku dan restoran ayam panggang. Bagian depan tampak kurang terawat, pemeliharaan amat dipertanyakan di sini. Pernak-pernik berbau klenik nan berdebu terpajang di balik kaca. Tulisan-tulisan ukuran besar nan mencolok benar-benar seperti mencolok langsung tepat di kedua mata Jeonghan; perih dan mengiritasi. Belum lagi hiasan warna-warni beraksen tradisional.
Tempat itu terlihat kuno. Setidaknya papan bertuliskan "Nenek Cho" yang dikelilingi lampu tumblr merah-kuning-hijau serupa pelangi berhasil membuatnya agak hidup. Pemuda Yoon buang napas. Mimpi apa dia semalam sampai-sampai di hari menjelang siang nan cerah ini dia harus menjemput Joshua di tempat aneh tersebut. "Padahal di sampingnya gudang ilmu pengetahuan. Kenapa masih ada orang bodoh yang masuk ke sini."
Joshua mungkin akan mengomel seperti ibu-ibu bila mendengar cibiran sahabatnya barusan. Siapa suruh dia tidak sabaran menunggu Jeonghan di mobil dan memilih melipir kemari? Pun dia sendiri yang menyuruh Jeonghan menyusul.
KAMU SEDANG MEMBACA
the beginning | jeongcheol [slow]
Fanfictionsi alis tebal bermuka lempeng dengan aura misterius itu namanya seungcheol. choi seungcheol. --- semesta merestui pengajuan ikatan mati pada benang merah yang mengikat nadi. namun, semesta juga bisa marah ketika itikad baiknya dikhianati. jeonghan...