OO

1.6K 78 6
                                    

GELAP, pengap dan lembap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

GELAP, pengap dan lembap. Tanah subur Negeri Wolgeum cukup licin pasca guyuran hujan sore tadi. Kendati demikian, hal tersebut jelas bukan penghalang bagi manusia yang tak gentar menghentak tapak di tengah pekat dunia.

"Dia ke arah sana! Kejar dia!"

Derap langkah santer terdengar, beradu rusuh bersama gemerisik kayu-kayuan juga semak belukar. Cahaya kemerahan beterbangan makin kentara, makin banyak dan makin dekat.

Lelaki berbalut pakaian tidur pacu langkah kian brutal. Kain putih yang bungkus telapak kaki—senada busana di badan—telah ternoda: ditempeli tanah, lumpur juga rembesan darah si empu yang berlari bak kesetanan. Anak rambut terurai, sesekali menempel bersama keringat dan mengusik pandang. Namun, ia tidak peduli. Pria itu hanya memikirkan satu hal: malaikat kecil dalam dekapannya harus selamat.

Ketidakhati-hatian buat dia terperosok ke dataran yang lebih rendah. Pahanya tertusuk ranting. Meski demikian, sakit yang ada seakan tak terasa ketika mendapati buntalan mungil dalam peluk baik-baik saja: masih terpejam bersama deru napas kecilnya yang teratur. Mengerang dan merengek pun tidak. Sejenak, ia berterima kasih, sang putra dianugerahi pengertian juga kepandaian luar biasa.

Jarak terhadap rombongan maniak tak lagi banyak. Tancapan kayu di paha kiri ia cabut sekali tarikan, peduli setan soal pendarahan. Mencemaskan si kecil, ia terpikir tempat untuk menyembunyikan sesaat sang buah hati. Ia berhasil temukan suatu cekungan yang berada di kemiringan; di atas cekungannya ada akar pohon besar melintang sehingga kecil kemungkinan longsor.

Tatkala letak bayinya di permukaan tanah, sepasang kelopak mungil itu terbuka. Obsidian bulat sekelam jelaga tampak elok memantulkan cahaya rembulan penuh yang tengah meraja di atas sana. Lelaki dewasa di sana tak kuasa ulas senyum bahagia ketika lihat manik menawan milik sang putra terbuka untuk kali pertama.

"Dia pasti di sekitar sini! Cari sampai dapat!"

Dia tidak punya banyak waktu rayakan bahagia. Buru-buru ia lepas sepasang cincin giok kehijauan di jari manis. Bersama sebuah lencana, benda itu ia letakkan di antara selimut si bayi. Masa depan adalah misteri dan tidak ada pilihan lain selain mengantisipasi kemungkinan terburuk: tiada kesempatan baginya kembali. "Jika bukan aku yang menjemputmu, setidaknya mereka tahu siapa dirimu, Nak." Berkaca-kaca, ia angkat dan kecupi bayinya sekali lagi. "Kembalilah bermimpi indah, Nak. Mentari senantiasa menyambutmu hadirmu esok hari. Aku sangat menyayangimu, lebih dari apa pun, bahkan nyawaku sendiri. Aku mencintaimu. Kau mengetahuinya dengan baik, Anakku."

"Dia di sana!"

Terkesiap, sontak ia letakkan kembali sang bayi, kemudian berlari naik dan menjauh. Presensinya sudah tertangkap mata para keparat. Busur panah berdatangan selayak hujan. Satu berhasil menancap di betis sebelah kiri, seketika berhasil membuat pria itu tersungkur.

Napas terengah. Bibir bawah ia gigit guna menahan sensasi luar biasa ketika ia cabut kasar busur tersebut. Dia harus lari, dan keberadaan benda itu mengganggu pergerakan. Namun, keberadaan besi tajam di sisian leher buat beku sekujur badan.

the beginning | jeongcheol [slow]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang