"Berhenti menjahilinya. Ingat Pak Tua pemabuk berwajah benyek yang mengikuti mereka? Dia bilang kekasih anak ini dari kasta atas."
2.430 kata
CHOI Seungcheol. Sejak awal, Jeonghan sadar jika pria itu memancarkan aura suram dengan kesan 'tak tersentuh' yang teramat pekat. Berada dalam satu ruang cukup untuk mempertegas hal tersebut. Jeonghan terbiasa untuk memulai percakapan, terutama bila ia merasa penasaran—dan setumpuk pertanyaan sudah menggunung dalam kepala. Namun kali ini, sungkan mendominasi diri sehingga ia lebih memilih diam sembari pulihkan tenaga.
Taksi berhenti di dekat pintu masuk bagian pusat medis darurat sebuah rumah sakit. Pemuda dengan iris cokelat mendesah lega setelah Seungcheol keluar dari mobil. Yoon Jeonghan dan kecanggungan memang tidak pernah serasi bila disandingkan bersamaan.
Belum lama nikmati udara yang terasa bebas, pintu di sampingnya terbuka. Seungcheol di luar sudah siap dengan gestur hendak menggendong. Jeonghan merasa dua pipi memanas. Mungkin tadi tidak apa-apa karena kondisi lingkungan sepi. Sekarang, lain cerita. Rumah sakit mana pernah sepi?
"A-aku bisa jalan sendiri. Terima kasih," tolaknya.
Alih-alih buka jalan, Seungcheol lempar tatap lamat beberapa saat. Lelaki itu menginjak ujung belakang sepatu kulit cokelat sampai lepas, biarkan kaos kaki hitam yang bungkus telapak kaki bertemu beton dingin di bawah sana. Ia berjongkok, ingin raih kaki telanjang Jeonghan guna pasangi sepatu, sebelum si pemilik sadar dan menjauhkannya cepat-cepat. "Ti-tidak usah!"
Ah, ingatkan Jeonghan untuk siapkan mental juga guna hadapi muka masam sang ayah karena sudah menghilangkan sandal kesayangan yang beliau dapat dari kawan lama negeri seberang.
Pria itu meletakkan sepasang sepatu tepat di depan kaki Jeonghan. "Pakai."
"Tidak, tidak usah. Sungguh. Terima kasih. Aku tidak apa-apa." Jeonghan sedikit lega ketika Seungcheol menggenakan lagi sepatu tersebut. Namun di detik-detik selanjutnya, ia kembali lebarkan mata lantaran Seungcheol kembali ingin menggendongnya. "Ya, ya, ya! Kubilang 'tidak usah'!"
Jeonghan tangkap raut masam yang tergambar samar di balik datar penampakan wajah lawan. Ia jadi makin merasa tidak enak lantaran berbicara dengan suara lantang―dan agak tidak sopan, untuk ukuran orang baru. Sehingga ketika pria berbahu lebar tersebut kembali lepas sepatu dan mengisyaratkan Jeonghan agar segera memakainya, Jeonghan menurut saja meski jelas-jelas merasa tidak enak hati. Ia sudah terlalu merepotkan.
"Ikut aku." Seungcheol bersuara lagi ketika Jeonghan telah berdiri tegak seiring taksi yang melaju pergi. Jeonghan mengekori punggung lebar tersebut meski sedikit kepayahan lantaran sepatu di kaki lumayan menyisakan ruang.
Begitu masuk, mereka berpapasan dengan seorang perawat dan langsung diantar menuju salah satu ruangan gawat darurat; ruang yang cukup padat dengan beberapa ranjang terisi pasien juga tenaga medis. Perawat itu memanggilkan salah seorang dokter lalu menghampiri Jeonghan yang sudah duduk di salah satu ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
the beginning | jeongcheol [slow]
Fanfictionsi alis tebal bermuka lempeng dengan aura misterius itu namanya seungcheol. choi seungcheol. --- semesta merestui pengajuan ikatan mati pada benang merah yang mengikat nadi. namun, semesta juga bisa marah ketika itikad baiknya dikhianati. jeonghan...