"Senang bisa melihatmu lagi, Malaikatku."
2.656 kata
MAU diperhatikan dengan teleskop atau mikroskop sekalipun, Minghao dan Mingyu tidak ada mirip-miripnya sama sekali. Selain dari segi nama, tidak ada yang serupa. Dari aspek lain, dua orang itu sangat kontras di mata Jeonghan sebagai pengamat.
Mereka bagai susu cokelat dan vanila. Bisa juga digambarkan seperti angka satu dan nol. Kontur wajah pun tak ada yang mengindikasikan dua anak adam tersebut adalah saudara kembar. Baiklah, mungkin kasus semacam ini memang marak di lapangan dan Jeonghan saja yang tidak pernah tahu. Jadi, merupakan suatu hal wajar kalau dia terkejut dan terheran-heran.
"Kami lahir berdekatan, tapi beda ibu."
Nah, kalau begini baru masuk akal, pikir Jeonghan. Seuntai kalimat dari bibir Minghao—sebut saja Myeongho, melafalkan 'Minghao' sedikit sulit—membuat Jeonghan secara otomatis bertanya-tanya tentang seperti apa keluarga mereka ini? Pria dengan dua istri? Jeonghan tanpa sadar membayangkan seorang pria dengan dua pasangannya yang sama-sama berperut buncit lalu kelimpungan mau mengurus bayi mana ketika dua-duanya menangis. Sebagai sosok asing, Jeonghan hanya bisa menerima informasi tersebut dengan anggukan kepala.
"Di lemariku ... di sini tidak ada setelan formal. Ka-Kakak―apa tidak apa-apa kalau pakai baju rumah?"
Selain penampakan fisik, dua bersaudara ini juga memilki kepribadian yang bertolak belakang―sebagai kesan pertama, Jeonghan menyimpulkan demikian. Mingyu adalah social butterfly atraktif yang humble dan percaya diri. Sedangkan Myeongho, dia anak yang cukup pemalu dan kalem.
Bahkan sejak Mingyu menyerahkan Jeonghan padanya, Myeongho tidak banyak bicara, pun terlihat sungkan untuk berkontak mata. Sedikit-banyak, Jeonghan berpikir, apa dia terlihat seperti dosen killer yang gemar mengajukan pertanyaan sulit nan kritis saat presentasi?
Lelaki Yoon ulas senyum. Ia terima pakaian hangat yang disodorkan Myeongho: sebuah hoodie berwarna hijau pastel dengan celana panjang senada, juga handuk bersih. Jeonghan sudah dapat kontak Seungkwan, kembali ke aula pesta bukanlah suatu keharusan. "Tidak apa. Terima kasih."
Myeongho mengangguk kaku. "Aku, aku akan keluar. Kamar Mingyu ada di ujung. Ka-Kakak bisa mencarinya di sana kalau dia lama." Dia terlihat gelisah: bola matanya bergulir resah, kelima jari tangan di samping badan bergerak tidak tenang. Myeongho gugup dan Jeonghan dalam hati menebak-nebak apa gerangan penyebabnya.
Kendati demikian, Jeonghan tak lantas melempar tanya guna puaskan keingintahuan. Ia biarkan anak itu undur diri, pun dia sendiri merasa harus segera berganti pakaian. Namun, tepat sebelum presensi Myeongho benar-benar enyah di balik pintu, Jeonghan mendapati fakta lain. Pengelihatannya tidak salah dan pendapatnya pun tidak keliru jika dia bilang bahwa Myeongho adalah orang yang menggandeng tangan si alis tebal di aula tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
the beginning | jeongcheol [slow]
Fanfictionsi alis tebal bermuka lempeng dengan aura misterius itu namanya seungcheol. choi seungcheol. --- semesta merestui pengajuan ikatan mati pada benang merah yang mengikat nadi. namun, semesta juga bisa marah ketika itikad baiknya dikhianati. jeonghan...