SAN-YU 7

2K 119 16
                                    

"Jangan banyak pikiran, makan yang banyak, jangan makan nanas dan jangan minum alkohol" Sabito melihat Giyu dengan tatapan serius, Giyu memiringkan kepalanya seolah berfikir kenapa dan apa yang terjadi pada dirinya.

"Emang saya kena asam lambung?"

"Kandunganmu usia 5 hari, Yu"

.....

Handphone itu berdering, sontak seisi ruangan rapat melihat Sanemi. Dibawanya handphone itu keluar, dengan kesal pria itu menjawab telephone.
"Ada apa?" Terdengar jelas nadanya yang ketus di telinga Giyu.

"Aku ha-"

"Bisa ga lanjut nanti?! Aku lagi rapat! kalo ga penting ya ga usah!"

"...." Giyu terdiam, sedetik itu telephone diakhiri oleh Sanemi. Giyu terduduk disofa, memikirkan semuanya, antara dia dan Sanemi maupun janin yang berada tepat di dalam perutnya yang masih terlihat tak berisi.

......

Pintu terbuka, menampakan Sanemi yang tampak stress. Giyu langsung berlari ke arah Sanemi dan membawa tas kerjanya. "Kamu ngga papa??" Giyu sedikit mendongak ke atas, seolah meminta jawaban pasti dari Sanemi.

Tapi yang ditanya tak kunjung menjawab, ia malah menyelonong masuk ke kamarnya dan berganti baju disana. Giyu menghela nafas, ia bergerak menaruh tas kerja Sanemi diposisi seharusnya dan membuat makan malam.

Giyu mengambil dua pasang piring, gelas, sendok bahkan garpu dan menatanya rapih diatas meja makan. Seusainya, ia memanggil Sanemi untuk makan malam bersama.

"Sane??" Ia mengetuk pintu kamar Sanemi dengan hati-hati, agar Sanemi tidak berujung marah padanya. Perlahan-lahan Giyu masuk dan melihat Sanemi yang sedang membuka kancing atas kemejanya.

"Ayo makan bareng" Giyu mengajak Sanemi, di ujung kalimatnya ia seperti memohon agar Sanemi mau makan bersama dengannya.
"Ngga laper"

"Please.."

"Aku ga lapar, ngerti ga?"

Giyu melihat Sanemi dengan mata memohonnya berharap lelaki bersurai putih ini seenggaknya menemaninya makan.

"Temenin aja.." ucap Giyu dengan suara seraknya.
Pria tinggi didepannya ini memandang Giyu dengan muka muaknya, walau dari hati terdalam Giyu juga tahu bahwa Sanemi kelelahan. Entah karena dirinya atau karena Kerjaannya. Semakin lama dirinya yang kembali bertanya-tanya, apa Sanemi terganggu dengan sifat manja dan dirinya yang sering mempeributkan hal hal kecil?

Sanemi berdecak hingga akhirnya ia pergi dan duduk juga di kursi meja makan. Senyuman kecil terukir di wajah Giyu, merasa setidaknya dirinya masih dihargai oleh Sanemi.

Ia duduk disamping Sanemi sembari memakan makan malamnya. Mengunyah,menyendok makanan, yang menjadi pusat perhatiannya tetaplah Sanemi seorang, tapi yang menjadi pusat perhatian Sanemi hanyalah sebuah layar tablet yang terus di gulirnya kebawah.

Tak sedikit pun Sanemi mengeluarkan kata atau bahkan suara, hanya suara deru nafas dan sendok yang berdenting kala menyentuh permukaan sendok.

Giyu memasang wajah sedihnya, Ia menyendok makanannya dan menyuapkannya ke arah Sanemi.

PRANGGGG!!

Sendok berisi makanan itu jatuh terlempar kedinding dengan keras, diikuti dengan rintihan pelan Giyu kala tangannya di tepis Sanemi dengan kuat.

Pria bersurai putih itu mendadak berdiri dari kursinya dan menatap Giyu dengan wajah marah, walau didalamnya dapat Giyu rasakan sekilas rasa bersalah dari iris mata keabu-abuan ungu itu.

"Gausah Dramatis." Sanemi pergi meninggalkan Giyu layaknya tak pernah terjadi apa-apa diantara keduanya, layaknya tak pernah ada cinta yang dulu mendekatkan mereka.

"San!" Sanemi bahkan tak berbalik arah sewaktu Giyu memanggil dirinya. Giyu langsung berlari dan meraih tangan Sanemi.

"AKU HA-" Mendadak Giyu terdiam kala melihat wajah Sanemi yang menatapnya rendah, layakny tatapan sinis para petinggi pada seorang lelaki kecil yang meminta uang.

"Udah? Ga penting kan?"

Giyu mengeratkan pegangannya, rasanya semoa omongan tak bisa keluar dari mulutnya. Giyu hanya bisa menganga tak percaya akan apa yang didengarnya.

"Kamu peduli aku ga sih, San?" Sanemi mengerutkan muka, meneliti ekspresi wajah lelaki pendek didepannya yang hendak menangis. Giyu mendongak ke atas, menyipitkan matanya sembari melihat wajah bingung Sanemi.

"Kamu bilang kamu peduli aku, bakalan janji ga tinggalin kamu, tapi apa?"

"Emangnya aku tinggalin kamu? Gausah kayak Anak-anak deh, Kamu udah dewasa." Sanemi pergi melewati Giyu yang terdiam.

........

"Kelihatannya kok ga sehat? kamu udah makan banyak, Yu? banyak pikiran? Udah tiga bulan ini kandungannya gimana?" Sabito stress menanggapi pasien yang hidup segan, mati tak mau layaknya Giyu. Kantong matanya menghitam, badannya tambah kurus, hanya perutnya yang sedikit menggembung.

Bahkan ketika Sabito menjelaskan, Giyu hanya terdiam mendengarkan penjelasan Sabito yang sebenarnya tak ia hiraukan. Ia hanya menatap kosong objek di depannya. "TOMIOKA!!" Mata Giyu langsung melebar diikuti dengan posisi duduknya yang ikut menegak, menatap serius lelaki di depannya ini. Beruntung Sabito teman dekatnya, jika tidak, bisa bisa Giyu hanya diberi obat, lalu disuruh pulang.

Melihat wajah panik nan lemas itu, Sabito menghela nafas berat. "Lo sama Sanemi-san ada masalah?" Matanya memicing, menuntut Giyu untuk menyatakan kebenarannya. Giyu hanya terdiam, toh ia tidak bisa membohongi atau mengelak dari pertanyaan yang diajukan. Sabito tau jelas, sekalipun ia menyangkalnya.

Untuk yang kesekian kalinya Sabito menenangkan dirinya dari amarah yang bisa saja menyembur keluar. Dia lalu pergi keluar ruang, dan kembali setengah jam setelahnya. Di tangannya terdapat sebungkus obat-obatan yang telah diracik resep dan takarannya.

"Minum obatnya, makan yang bener, jaga kesehatan lo. Jangan sampe lo gue ambil dari Sanemi."



....... ——— .........

Sanemi giyuu are terribleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang